Menelisik Penyebaran Inovasi Digital di Industri Konstruksi: Studi Kasus Firm UK EngCo

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza

23 April 2025, 19.23

Freepik.com

Pendahuluan

 

Industri konstruksi global berada di ambang transformasi digital besar-besaran. Di tengah seruan efisiensi dan transparansi, adopsi Building Information Modelling (BIM) dan teknologi digital lainnya menjadi fokus utama. Dalam konteks Inggris, pemerintah bahkan mewajibkan penggunaan 3D BIM untuk proyek publik besar sejak 2016.

 

Namun, bagaimana sebenarnya inovasi digital seperti BIM menyebar dalam struktur organisasi yang kompleks seperti perusahaan teknik berskala global? Paper karya Amna Shibeika dan Chris Harty (2015) menawarkan jawaban melalui studi longitudinal terhadap firma teknik multinasional asal Inggris, EngCo. Artikel ini bukan sekadar laporan kasus, tetapi mengupas secara kritis dinamika sosial, organisasi, dan teknologi yang memengaruhi difusi inovasi digital.

 

Metodologi dan Fokus Penelitian

 

Penelitian ini mengadopsi pendekatan kontekstualis (contextualist approach) dan studi kasus longitudinal selama empat tahun, melibatkan wawancara dengan 30 profesional, observasi 20 pertemuan, serta analisis lebih dari 1.100 halaman dokumen internal.

 

Fokus penelitian diarahkan pada empat elemen utama dalam teori difusi inovasi Rogers (2003):

Inovasi: teknologi dan praktik digital dalam pengelolaan proyek.

Saluran komunikasi: cara penyebaran informasi dan pengetahuan.

Waktu: proses difusi secara bertahap.

Sistem sosial: struktur organisasi proyek berbasis dan aktor di dalamnya.

 

Tiga Fase Difusi Inovasi Digital di EngCo

 

1. Sentralisasi Manajemen Teknologi

Difusi inovasi digital di EngCo diawali dengan pembentukan Project Delivery Technology Group pada 2009. Tim ini dibentuk untuk mengonsolidasikan praktik digital yang sebelumnya tersebar dalam berbagai unit bisnis seperti transportasi dan properti. Dalam tahap ini, terjadi identifikasi dan koordinasi atas penggunaan perangkat lunak teknis seperti CAD dan sistem kolaborasi digital.

 

Insight Tambahan: Kondisi ini mencerminkan kenyataan di banyak perusahaan konstruksi yang adopsi teknologinya masih bergantung pada kebutuhan proyek, bukan visi strategis terpusat. Sebuah riset McKinsey (2020) menunjukkan bahwa hanya 20% perusahaan konstruksi global memiliki roadmap digital yang jelas.

 

2. Standarisasi Praktik Digital

Setelah teknologi mulai disentralisasi, EngCo menyadari pentingnya standarisasi untuk mendorong kolaborasi lintas tim dan proyek. Mereka mulai mengembangkan digital foundation systems, seperti sistem manajemen dokumen elektronik dan standar penamaan file.

 

Namun, di sinilah terjadi friksi antara kebutuhan standarisasi dan fleksibilitas proyek. Sistem yang terlalu kaku dianggap sebagai “utopia manajer teknologi” dan tidak selalu cocok dengan dinamika di lapangan.

 

Contoh Nyata: Konflik serupa juga dialami oleh Skanska USA saat menerapkan BIM terintegrasi. Studi dari Dodge Data (2019) menunjukkan bahwa tantangan terbesar mereka adalah adaptasi lintas fungsi dan resistensi dari tim proyek lokal.

 

3. Globalisasi Sumber Daya Digital

Tahap ketiga difusi ditandai oleh merger EngCo dengan perusahaan AS pada 2012. Integrasi ini memaksa EngCo untuk mengembangkan platform digital yang dapat digunakan lintas negara dan kultur organisasi. Melalui tim Project Excellence, mereka mengembangkan proses kerja global yang disesuaikan dengan pasar lokal.

 

Namun, kembali muncul tantangan antara kebutuhan untuk efisiensi global dan adaptasi lokal, memperkuat argumen bahwa inovasi digital bukan sekadar soal teknologi, tetapi juga tentang kepemimpinan perubahan.

 

Kompleksitas Sosial Sistem Konstruksi

 

Penelitian ini menegaskan bahwa industri konstruksi adalah sistem sosial yang kompleks:

Inter-organisasi: melibatkan banyak aktor eksternal dan internal.

Berbasis proyek: membuat adopsi inovasi sering bersifat temporer.

Kultur berbeda: setiap proyek memiliki norma kerja yang unik.

 

 

Difusi inovasi digital tidak linear. Ia berlangsung dalam irama berbeda, tergantung dinamika proyek, aktor kunci (champions), dan tekanan eksternal seperti tuntutan klien atau regulasi pemerintah.

 

Peran Champion dan Gatekeeper

 

Salah satu temuan kunci adalah pentingnya peran "champion", yaitu individu atau tim yang mendorong adopsi teknologi dengan visi strategis dan kompetensi teknis. EngCo berhasil mengidentifikasi dan memformalisasi peran ini melalui struktur organisasi, menunjukkan bahwa keberhasilan difusi bukan hanya tentang software, tapi juga soal manusia di baliknya.

 

Opini: Dalam konteks Indonesia, tantangan serupa terjadi. Banyak perusahaan besar belum menunjuk digital champion secara formal. Tanpa dukungan top-down dan champion yang aktif, teknologi seperti BIM rentan menjadi proyek uji coba yang tidak berkelanjutan.

 

Implikasi Praktis dan Rekomendasi

 

1. Difusi perlu adaptif: Tidak ada satu pendekatan difusi yang cocok untuk semua. Proses harus mempertimbangkan konteks proyek dan struktur organisasi.

2. Investasi pada komunikasi: Sistem dan saluran komunikasi perlu didesain ulang secara aktif untuk menghindari duplikasi dan kebingungan.

3. Kembangkan champion internal: Identifikasi talenta internal dengan kombinasi teknis dan manajerial untuk memimpin adopsi inovasi.

4. Fokus pada nilai bisnis: Jangan hanya menerapkan teknologi karena tren, tetapi harus disertai dengan roadmap yang berfokus pada nilai tambah bisnis.

 

Penutup

 

Melalui studi kasus EngCo, Shibeika dan Harty menyuguhkan gambaran nyata bagaimana inovasi digital menyebar di lingkungan konstruksi yang kompleks dan dinamis. Temuan mereka menegaskan bahwa teknologi hanyalah bagian dari teka-teki. Kunci sukses terletak pada bagaimana organisasi, komunikasi, dan manusia beradaptasi terhadap perubahan.

 

Resensi ini menunjukkan bahwa inovasi digital dalam konstruksi bukan sekadar transformasi alat, tetapi transformasi cara berpikir, bekerja, dan berkolaborasi.

 

 

Sumber Artikel:

 

Shibeika, A., & Harty, C. (2015). Diffusion of digital innovation in construction: a case study of a UK engineering firm. Construction Management and Economics, 33(5–6), 453–466. DOI: 10.1080/01446193.2015.1077982