Mendorong Transformasi Pertanian Sub-Sahara Afrika Melalui Energi Terbarukan: Agenda Riset, Studi Kasus, dan Implikasi Nyata

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

01 Juli 2025, 11.02

pixabay.com

Mengapa Energi Terbarukan Jadi Kunci Masa Depan Pertanian Afrika?

Pertanian adalah tulang punggung ekonomi di Sub-Sahara Afrika, melibatkan lebih dari 60% tenaga kerja dan menjadi sumber utama pangan serta mata pencaharian masyarakat pedesaan12. Namun, sektor ini menghadapi tantangan besar: 95% lahan pertanian masih bergantung pada hujan, hanya 5% yang memiliki sistem irigasi, dan lebih dari dua pertiga penduduk pedesaan belum menikmati akses listrik yang andal31. Ketidakpastian iklim, pertumbuhan populasi yang pesat, serta minimnya infrastruktur energi dan air semakin memperparah kerentanan pangan dan kemiskinan.

Artikel ini meresensi secara kritis paper “A renewable energy-centred research agenda for planning and financing Nexus development objectives in rural sub-Saharan Africa” (Falchetta et al., 2022), mengulas agenda riset yang diusulkan, studi kasus implementasi, serta membandingkannya dengan tren dan inovasi nyata di lapangan. Artikel ini juga menyoroti bagaimana energi terbarukan dapat menjadi katalisator transformasi pertanian dan pembangunan pedesaan yang inklusif.

Tantangan dan Realitas: Gambaran Sistem Pertanian dan Energi di Sub-Sahara Afrika

Ketergantungan pada Pertanian Skala Kecil

  • 80% produksi pertanian di Sub-Sahara Afrika berasal dari petani kecil, yang mewakili sekitar 60% populasi regional3.
  • Lebih dari 90% lahan pertanian hanya mengandalkan air hujan, jauh di atas rata-rata global dan India (sekitar 60%)3.
  • Minimnya mekanisasi: hanya 10% tenaga pertanian yang terotomasi, sisanya masih mengandalkan tenaga manusia dan hewan.
  • 10-20% hasil panen hilang pasca panen karena kurangnya fasilitas penyimpanan dan pengolahan berbasis listrik.

Krisis Energi dan Air di Pedesaan

  • Sekitar 470 juta dari 640 juta penduduk pedesaan di Afrika belum memiliki akses listrik3.
  • Hanya 60% penduduk pedesaan yang memiliki akses air bersih, dan 30% memiliki sanitasi layak.
  • Irigasi yang ada masih didominasi pompa diesel—mahal, tidak ramah lingkungan, dan membebani keuangan petani serta negara.

Dampak Sosial dan Lingkungan

  • Deforestasi lebih dari 90% di Afrika dipicu oleh praktik perladangan berpindah akibat rendahnya produktivitas lahan.
  • Ketimpangan gender tinggi: perempuan kurang memiliki akses terhadap pendidikan, aset, dan teknologi, serta menanggung beban kerja tambahan.

Studi Kasus: Solar Irrigation dan Inovasi Energi Terbarukan di Rwanda

Transformasi nyata mulai terlihat di Rwanda, di mana 299 koperasi pertanian dan lebih dari 1.100 petani telah mengoperasikan sistem irigasi skala besar berbasis tenaga surya untuk mengatasi kelangkaan air1. Di zona rawan kekeringan, 87 koperasi telah menggunakan irigasi surya untuk meningkatkan hasil panen secara signifikan.

Salah satu petani, Ndwaniye, mengaku hasil panen wortel dan kolnya melonjak dari 1 ton per hektar menjadi 3 ton per hektar setelah dua musim menggunakan irigasi surya1. Teknologi ini kini menjadi standar untuk suplai air di wilayah off-grid Rwanda, didukung oleh program pemerintah dan lembaga internasional.

Studi oleh tim dari University of Sheffield menegaskan bahwa irigasi tenaga surya mampu menekan biaya operasional, menghemat air, dan meningkatkan pendapatan petani. Kunci keberhasilan terletak pada pemahaman kebutuhan spesifik tanaman dan survei lokasi yang cermat untuk desain sistem yang optimal.

Agenda Riset: Integrasi Nexus dan Model Bisnis Berkelanjutan

Falchetta dkk. menegaskan perlunya agenda riset terintegrasi yang menghubungkan dimensi iklim, air, energi terbarukan, pertanian, dan pembangunan3. Agenda ini menjadi fondasi proyek EC-H2020 LEAP-RE RE4AFAGRI yang bertujuan:

  • Mengembangkan model multi-skala untuk mengintegrasikan kebutuhan air, energi, dan pertanian.
  • Membuat platform analisis terbuka berbasis data spasial dan pemodelan untuk mendukung pengambilan keputusan pemerintah, swasta, dan komunitas lokal.
  • Meneliti dan mengembangkan model bisnis yang layak secara komersial bagi perusahaan swasta dan koperasi petani.
  • Merancang kerangka kerja yang fleksibel agar dapat direplikasi di berbagai konteks negara berkembang.

Komponen Kunci Agenda Riset

  • Integrasi alat pemodelan Nexus dengan perencanaan elektrifikasi, fokus pada energi terbarukan.
  • Penguatan data spasial: pemetaan kebutuhan irigasi, akses listrik, dan potensi energi terbarukan secara detail.
  • Pengembangan model bisnis: meneliti insentif, risiko, dan peluang investasi swasta dalam infrastruktur energi dan air.
  • Kolaborasi multi-aktor: melibatkan universitas, pemerintah, perusahaan energi, koperasi petani, dan lembaga keuangan.

Inovasi Model Bisnis: Dari Mini-Grid hingga Pembiayaan Mikro

Salah satu kendala utama elektrifikasi pedesaan adalah persepsi risiko dan profitabilitas rendah di mata investor swasta. Falchetta dkk. menekankan pentingnya menggeser fokus dari elektrifikasi rumah tangga ke pemanfaatan produktif energi—misalnya untuk irigasi, pengolahan hasil, dan penyimpanan dingin32.

Beberapa model bisnis yang mulai berkembang antara lain:

  • Mini-grid berbasis surya untuk desa atau sentra pertanian, di mana pelanggan produktif (seperti koperasi tani) menjadi “anchor customer” yang menjamin kelayakan finansial proyek.
  • Sistem irigasi surya individual: cocok untuk lahan kecil, mudah dioperasikan, dan biaya perawatan rendah.
  • Skema pembiayaan mikro dan leasing alat pertanian berbasis energi terbarukan, mengurangi beban investasi awal bagi petani.
  • Keterlibatan komunitas dalam pengelolaan dan pemeliharaan, serta bagi hasil dari keuntungan energi dan hasil pertanian.

Dampak dan Peluang: Transformasi Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan

Peningkatan Produktivitas dan Pendapatan

  • Studi di Rwanda menunjukkan hasil panen dapat meningkat hingga tiga kali lipat dengan irigasi surya1.
  • Penggunaan energi terbarukan menurunkan biaya operasional, memperluas akses pasar, dan meningkatkan daya tawar petani.

Pengurangan Kerugian Pascapanen

  • Dengan listrik yang andal, petani bisa memanfaatkan mesin pengolahan, pendingin, dan penyimpanan hasil—mengurangi kerugian 10-20% yang selama ini terjadi karena pembusukan.

Penguatan Ketahanan Iklim dan Lingkungan

  • Irigasi berbasis energi terbarukan mengurangi ketergantungan pada diesel, menekan emisi karbon, dan meminimalisir deforestasi akibat perluasan lahan baru.
  • Diversifikasi sumber energi dan air memperkuat ketahanan terhadap cuaca ekstrem dan perubahan pola hujan.

Pemberdayaan Perempuan dan Pengurangan Ketimpangan

  • Akses energi dan teknologi baru membuka peluang usaha, pendidikan, dan pengurangan beban kerja bagi perempuan di pedesaan.

Kritik dan Perbandingan dengan Studi Lain

Agenda riset Falchetta dkk. sangat progresif karena mengintegrasikan pendekatan lintas sektor dan menekankan pentingnya model bisnis yang berkelanjutan. Namun, tantangan implementasi tetap besar:

  • Pendanaan dan skala: Banyak proyek masih bersifat pilot, belum masif, dan sangat tergantung pada hibah atau donor.
  • Kapasitas teknis lokal: Masih diperlukan pelatihan dan transfer teknologi agar komunitas mampu mengelola sistem secara mandiri.
  • Regulasi dan insentif: Pemerintah perlu menciptakan iklim investasi yang kondusif, termasuk insentif pajak, regulasi tarif, dan perlindungan investasi.

Dibandingkan dengan studi lain, seperti proyek Renewable Energy Map di Kamerun yang memetakan potensi dan merancang 54 pembangkit energi terbarukan untuk 480 desa4, pendekatan Falchetta dkk. lebih menekankan integrasi data spasial, pemodelan multi-skala, dan replikasi lintas negara. Sementara proyek di Rwanda dan Uganda menunjukkan keberhasilan nyata di lapangan, agenda riset ini menawarkan kerangka kerja sistematis untuk memperluas dampak ke seluruh Sub-Sahara Afrika.

Keterkaitan dengan Agenda Global dan Tren Industri

Transformasi pertanian berbasis energi terbarukan sangat sejalan dengan SDG7 (energi bersih dan terjangkau), SDG2 (pengentasan kelaparan), SDG13 (aksi iklim), dan SDG8 (pertumbuhan ekonomi inklusif). Inisiatif seperti LEAP-RE, RE4AFAGRI, dan PURE (Productive Use of Renewable Energy) yang didukung oleh lembaga internasional dan pemerintah Afrika menunjukkan bahwa kolaborasi lintas sektor dan negara sangat krusial untuk mempercepat adopsi energi terbarukan di sektor pertanian56.

Rekomendasi dan Langkah Ke Depan

  • Perkuat kolaborasi multi-aktor: Libatkan universitas, pemerintah, swasta, koperasi, dan lembaga keuangan dalam riset, implementasi, dan pembiayaan.
  • Dorong inovasi model bisnis: Fokus pada pemanfaatan produktif energi, pembiayaan mikro, dan mini-grid berbasis komunitas.
  • Bangun kapasitas lokal: Investasi pada pelatihan teknis, manajemen, dan kewirausahaan di tingkat desa.
  • Integrasikan data spasial dan pemodelan: Gunakan platform terbuka untuk pemetaan kebutuhan dan potensi energi, air, dan pertanian.
  • Ciptakan regulasi yang mendukung: Pemerintah perlu memberikan insentif dan perlindungan bagi investasi energi terbarukan di pedesaan.

Penutup

Energi terbarukan bukan sekadar solusi teknis, melainkan fondasi transformasi sosial-ekonomi dan lingkungan di Sub-Sahara Afrika. Agenda riset dan inovasi nyata yang diulas dalam paper ini menunjukkan bahwa integrasi energi terbarukan dalam pertanian mampu meningkatkan produktivitas, pendapatan, dan ketahanan iklim masyarakat pedesaan. Dengan kolaborasi lintas sektor, inovasi model bisnis, dan dukungan kebijakan yang tepat, Sub-Sahara Afrika berpeluang besar menjadi contoh sukses transisi energi dan pembangunan pertanian berkelanjutan di dunia.

Sumber asli:
Falchetta, G., Adeleke, A., Awais, M., Byers, E., Copinschi, P., Duby, S., Hughes, A., Ireland, G., Riahi, K., Rukera-Tabaro, S., Semeria, F., Shendrikova, D., Stevanato, N., Troost, A., Tuninetti, M., Vinca, A., Zulu, A., & Hafner, M. (2022). A renewable energy-centred research agenda for planning and financing Nexus development objectives in rural sub-Saharan Africa. Energy Strategy Reviews, 43, 100922.