Menakar Performa Rantai Pasok Proyek Konstruksi Jalan Menggunakan Model SCOR

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

22 April 2025, 13.43

freepik.com

Dalam dunia konstruksi jalan yang sarat tekanan waktu dan logistik kompleks, ketepatan perencanaan dan kelancaran rantai pasok (supply chain) menjadi penentu utama keberhasilan proyek. Artikel berjudul “The Analysis of Supply Chain Performance Measurement at Construction Project” karya M. Agung Wibowo dan Moh Nur Sholeh membahas secara mendalam bagaimana model SCOR—yang biasa digunakan di industri manufaktur—bisa diadaptasi untuk mengukur kinerja rantai pasok proyek konstruksi, khususnya jalan raya.

Mengapa Rantai Pasok Penting dalam Proyek Jalan?

Konstruksi jalan bukan hanya soal cor beton dan aspal. Material seperti baja, beton, pasir, dan alat berat harus tersedia tepat waktu. Sedikit keterlambatan dalam pengiriman satu komponen saja dapat menyebabkan efek domino, merugikan biaya dan waktu. Di tengah kompleksitas ini, pendekatan SCOR (Supply Chain Operations Reference) menjadi relevan untuk menilai efisiensi dan ketepatan distribusi material serta koordinasi antar pihak.

Dalam konteks proyek infrastruktur Indonesia, model pengukuran seperti SCOR belum banyak digunakan. Padahal, dengan tingginya jumlah proyek jalan nasional dan daerah, kebutuhan akan sistem manajemen pasok yang cerdas dan adaptif sangatlah penting.

Studi Kasus: Proyek Pelebaran Jalan Siliwangi di Semarang

Penelitian ini dilakukan di proyek pelebaran Jalan Siliwangi yang dikerjakan oleh PT Adhi Karya, dengan melibatkan pemasok baja dari Sidoarjo, berjarak sekitar 350 kilometer dari lokasi proyek. Tantangan utama dalam proyek ini adalah keterlambatan pengiriman baja dan gangguan pasokan beton akibat erupsi Gunung Merapi yang memperparah distribusi material bangunan.

Ketika proyek mencapai tahap konstruksi 60 persen, material baja yang sangat dibutuhkan justru mengalami penundaan signifikan. Imbasnya, seluruh jadwal kerja terpaksa direvisi. Inilah yang memicu perlunya pengukuran performa rantai pasok secara sistematis.

Pendekatan dan Metodologi yang Digunakan

Model SCOR yang diadopsi dalam studi ini mencakup lima indikator utama:

  • Tingkat keterpenuhan pesanan yang sempurna (Perfect Order Fulfillment)
  • Waktu pemenuhan pesanan (Order Fulfillment Lead Time)
  • Fleksibilitas produksi (Production Flexibility)
  • Biaya manajemen rantai pasok (Supply Chain Management Cost)
  • Lama waktu penyimpanan inventori (Inventory Days of Supply)

Setiap indikator dievaluasi menggunakan gabungan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan bobot pentingnya, dan OMAX untuk mengukur performa aktual. Hasil akhirnya divisualisasikan dengan sistem warna “traffic light”—merah untuk buruk, kuning untuk sedang, dan hijau untuk baik.

Hasil Penelitian: Kinerja Masih Dalam Kategori “Cukup”

Dari pengukuran yang dilakukan, skor keseluruhan performa rantai pasok dalam proyek ini mencapai angka 6,4 dari skala 10. Ini menempatkan proyek dalam kategori sedang—artinya sudah ada koordinasi yang baik, namun masih banyak ruang untuk perbaikan, khususnya dalam aspek waktu pengiriman dan fleksibilitas.

Sebagai contoh, tingkat keterpenuhan pesanan berada pada angka 94,5 persen, menunjukkan bahwa pesanan yang diterima sesuai dengan spesifikasi proyek. Namun, waktu pemenuhan rata-rata mencapai 12 hari—melewati target ideal yang hanya 7 hari. Hal ini memperlihatkan adanya kendala dalam distribusi logistik atau koordinasi dengan pemasok.

Sementara itu, fleksibilitas produksi juga masih rendah. Artinya, jika terjadi perubahan dalam kebutuhan desain atau permintaan tambahan material di lapangan, sistem rantai pasok tidak cukup tangkas untuk merespons dengan cepat.

Strategi dan Taktik Mitigasi Keterlambatan

Peneliti menemukan bahwa salah satu strategi efektif untuk mengatasi keterlambatan adalah dengan meminjam stok material dari proyek lain milik perusahaan yang sama. Pendekatan ini menjadi solusi darurat yang cukup berhasil menstabilkan progres proyek. Namun, praktik ini hanya mungkin dilakukan jika perusahaan memiliki portofolio proyek yang berdekatan secara geografis.

Selain itu, PT Adhi Karya juga mulai mempertimbangkan penggunaan sistem digital pemantau logistik agar pengiriman bisa dipantau secara real time. Dengan data yang lebih presisi, potensi gangguan pasokan bisa diidentifikasi lebih awal, sehingga kontraktor dapat membuat rencana cadangan yang lebih akurat.

Refleksi atas Penggunaan Model SCOR

Menggunakan SCOR dalam proyek konstruksi adalah pendekatan inovatif, mengingat model ini lebih sering diterapkan di sektor manufaktur. Kelebihannya adalah, SCOR menawarkan struktur dan indikator yang sangat sistematis, sehingga memudahkan manajer proyek dalam membaca performa logistik secara menyeluruh.

Namun, kelemahannya adalah belum sepenuhnya cocok dengan karakteristik proyek konstruksi yang sangat dinamis dan bergantung pada kondisi cuaca, medan, dan regulasi lokal. Oleh karena itu, penerapan SCOR dalam konstruksi sebaiknya disesuaikan dengan realitas lapangan, atau dikombinasikan dengan pendekatan lean construction atau BIM.

Implikasi bagi Dunia Industri dan Akademik

Bagi industri konstruksi, studi ini membuka jalan bagi adopsi model pengukuran rantai pasok berbasis data yang konkret. Jika SCOR bisa diimplementasikan secara konsisten di berbagai proyek, maka manajemen logistik yang selama ini jadi titik lemah dapat ditingkatkan drastis.

Sementara itu, bagi kalangan akademisi dan institusi pendidikan teknik sipil, model SCOR bisa dimasukkan ke dalam kurikulum manajemen proyek. Mahasiswa teknik tidak cukup hanya menguasai desain struktur, tapi juga harus memahami bagaimana material sampai ke lokasi proyek tepat waktu dan sesuai anggaran.

Opini Penulis dan Rekomendasi

Penulis artikel merekomendasikan agar pengukuran rantai pasok seperti ini dilakukan secara berkala, tidak hanya di akhir proyek. Dengan begitu, manajer proyek dapat membuat keputusan berbasis data sejak awal. Mereka juga menyarankan agar perusahaan konstruksi mengembangkan unit khusus logistik internal yang bertugas mengelola alur pasok secara lebih proaktif.

Sebagai pengembangan lanjutan, perlu dilakukan studi lintas proyek—misalnya membandingkan proyek jalan, jembatan, dan perumahan—untuk mengetahui perbedaan performa rantai pasok antar tipe konstruksi.

Penutup

Resensi ini menunjukkan bahwa pengukuran rantai pasok dalam konstruksi bukanlah sekadar aktivitas tambahan, melainkan bagian inti dari strategi sukses proyek. Dengan menggunakan model SCOR, pelaku konstruksi bisa mengidentifikasi titik lemah logistik, mengambil tindakan korektif lebih dini, dan menjaga proyek tetap berjalan di jalurnya.

Jika ingin menciptakan proyek jalan yang efisien, bebas dari keterlambatan dan pemborosan, maka rantai pasok bukan lagi urusan belakang layar—tetapi harus menjadi bagian dari manajemen utama yang dirancang sejak hari pertama.

Sumber artikel asli:
M. Agung Wibowo dan Moh Nur Sholeh. The Analysis of Supply Chain Performance Measurement at Construction Project. Procedia Engineering 125 (2015): 25–31.