Latar Belakang: Konstruksi dan Tantangan K3 di Lapangan
Industri konstruksi dikenal sebagai sektor dengan risiko kecelakaan kerja tinggi. Proyek-proyek besar seperti pembangunan pabrik di kawasan industri kerap melibatkan pekerjaan berat, ketinggian, dan alat berat, yang menjadikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sebagai elemen krusial. Dalam studi Wahidin, Soedarmin Soenyoto, dan Azharie Hasan, dilakukan evaluasi penerapan K3 pada proyek New SFB (Standard Factory Building) yang dibangun oleh PT. Dwi Tunggal Surya Jaya di Kawasan Industri JABABEKA III, Cikarang.
Penelitian ini berfokus pada tiga jenis pekerjaan utama—beton, baja, dan bata—melalui pendekatan deskriptif kuantitatif dengan observasi dan wawancara sebagai metode utama. Tujuan utamanya adalah mengetahui sejauh mana prinsip K3 benar-benar diterapkan dan apa saja penyebab kecelakaan yang masih terjadi.
Metode Penelitian dan Objek Kajian
Penelitian melibatkan 30 responden (30% dari total tenaga kerja) yang sedang mengerjakan tiga jenis pekerjaan konstruksi. Data dikumpulkan dari observasi terstruktur, wawancara langsung dengan pekerja, pengawas, hingga Project Manager, serta dokumentasi proyek.
Karakteristik Responden
- 80% responden adalah pekerja langsung.
- 40% lulusan SMA, dengan sisa tersebar dari SD hingga S1.
- 37% telah bekerja 3 tahun, menunjukkan pengalaman kerja yang cukup.
- 100% responden telah mengikuti pelatihan K3, menandakan dukungan perusahaan dalam edukasi keselamatan.
Temuan Utama: Tingkat Penerapan K3 di Lapangan
Penelitian membagi hasil ke dalam tiga kelompok pekerjaan: beton, rangka baja, dan bata. Berikut ringkasan penerapan K3:
- Pekerjaan rangka baja: 81,48% (kategori “pada umumnya”)
- Pekerjaan beton: 78,81%
- Pekerjaan bata: 74,43%
Penerapan K3 secara keseluruhan masih di bawah 85%, artinya belum memenuhi syarat untuk memperoleh sertifikat dan bendera emas menurut Permenaker No. PER.05/MEN/1996.
Analisis Per Pekerjaan: Rincian Kasus dan Angka
1. Pekerjaan Beton
- 30% pekerja pernah mengalami kecelakaan, jenis terbanyak adalah terkena material adukan (44%) dan benda tajam (33%).
- Akibat kecelakaan: 56% luka ringan, 44% harus cuti sementara.
- Penyebab utama: 78% karena tidak memakai APD.
Penerapan terbaik adalah pada proses pengecoran (83,33%), sedangkan aspek pembesian hanya mencapai 75%.
2. Pekerjaan Baja
- 30% pekerja juga pernah mengalami kecelakaan, dominan terkena benda tajam (67%).
- 78% mengalami luka ringan, penyebab utamanya juga tidak memakai APD.
Kinerja terbaik tercatat pada proses penyambungan baja dengan besi tulangan (83,33%).
3. Pekerjaan Bata
- 20% pekerja mengalami kecelakaan, terutama karena terkena material bata (50%).
- Semua kasus menghasilkan luka ringan tanpa korban serius.
- Penerapan terbaik ditemukan pada pengangkatan bata ke tempat pemasangan (80%).
Penerapan Regulasi dan Tindakan Pencegahan
Perusahaan sudah menerapkan banyak elemen K3, antara lain:
- Penyediaan APD lengkap: helm, sepatu, sarung tangan, masker, kacamata.
- Rambu-rambu K3, spanduk peringatan, dan petunjuk kerja.
- Fasilitas P3K lengkap, seperti alkohol, perban, obat antiseptik, tempat istirahat.
- Pelatihan K3 dilakukan untuk semua pekerja, dan 100% responden mengaku pernah mengikutinya.
Namun, 63% pekerja menggunakan APD secara konsisten, dan 37% hanya sesekali, dengan alasan utama: “tidak nyaman saat bekerja.”
Evaluasi Upaya Preventif dan Kuratif
Upaya preventif perusahaan:
- Sosialisasi prosedur keselamatan.
- Pemeriksaan alat sebelum digunakan.
- Pemagaran proyek dan rambu kerja.
Upaya kuratif:
- Pemberian P3K ringan.
- Pengiriman ke rumah sakit bila diperlukan.
- Cuti pemulihan pasca-kecelakaan.
Langkah-langkah ini sudah sesuai dengan standar ISO 45001:2018 tentang manajemen K3.
Kritik dan Rekomendasi
Kelebihan:
- Komitmen perusahaan tinggi dalam menyediakan fasilitas dan pelatihan.
- Mayoritas kecelakaan yang terjadi bersifat ringan, menunjukkan keberhasilan mitigasi awal.
Kekurangan:
- APD masih dianggap “mengganggu” oleh sebagian pekerja.
- Tidak ada hukuman atau sanksi bagi pekerja yang tidak menggunakan APD.
- Kesadaran pribadi belum terbentuk kuat, meskipun pelatihan sudah diberikan.
Rekomendasi:
- Desain ulang APD agar ergonomis dan nyaman, agar pemakaian lebih konsisten.
- Terapkan sistem reward and punishment berbasis kepatuhan K3.
- Tingkatkan supervisi langsung di lapangan, terutama pada pekerjaan yang menggunakan alat berat atau berisiko tinggi.
- Lakukan audit K3 berkala oleh pihak eksternal untuk validasi implementasi.
- Integrasikan digital checklist dan pelaporan otomatis K3 untuk efisiensi dan dokumentasi real-time.
Kesimpulan: Budaya K3 Harus Terus Diperkuat
Studi ini membuktikan bahwa perusahaan konstruksi dapat mencapai penerapan K3 yang baik, tetapi belum optimal tanpa kesadaran individu. Meskipun sistem dan fasilitas telah tersedia, tingkat pemanfaatan dan kedisiplinan penggunaannya masih belum merata.
Penerapan K3 bukan hanya soal kepatuhan terhadap regulasi, melainkan investasi jangka panjang terhadap keselamatan kerja, produktivitas proyek, dan reputasi perusahaan.
Sumber : Wahidin, W., Soenyoto, S., & Hasan, A. (2014). Penerapan K3 pada Pelaksanaan Proyek New SFB di Cikarang yang Dilaksanakan PT. Dwi Tunggal Surya Jaya. Jurnal BENTANG, 2(2), 1–33.