Menakar Efektivitas Manajemen Banjir: Studi Kasus Turki dan Inggris dalam Perspektif Global

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

09 Juli 2025, 09.12

pixabay.com

Banjir, Ancaman yang Terus Meningkat

Banjir adalah bencana alam yang paling sering terjadi dan berdampak besar di seluruh dunia. Dalam dua dekade terakhir, intensitas dan frekuensi banjir meningkat akibat perubahan iklim, urbanisasi, serta perubahan tata guna lahan yang tidak terkendali. Negara-negara dengan karakteristik ekonomi dan geografis berbeda menghadapi tantangan unik dalam mengelola risiko banjir. Paper karya Ali N. Yasitli (2021) berjudul “Assessing the effectiveness of flood management: a comparative study between Turkey and the UK” membandingkan manajemen banjir di Turki dan Inggris, dua negara dengan pendekatan dan tingkat kesiapan berbeda. Artikel ini akan membedah temuan utama paper tersebut, mengangkat studi kasus, angka-angka penting, serta mengaitkannya dengan tren dan tantangan manajemen banjir masa kini.

Mengapa Perbandingan Turki-Inggris Relevan?

Turki, sebagai negara berkembang, menghadapi tantangan klasik: sistem manajemen bencana yang cenderung reaktif dan terpusat, keterbatasan data, serta minimnya keterlibatan masyarakat. Sementara Inggris, sebagai negara maju, telah mengembangkan sistem manajemen banjir yang lebih terstruktur, proaktif, dan melibatkan banyak pihak. Perbandingan ini penting karena banyak negara berkembang di Asia dan Afrika menghadapi masalah serupa dengan Turki, sedangkan Inggris sering dijadikan rujukan praktik baik di Eropa.

Pilar Penting Manajemen Banjir

Dalam studi ini, manajemen banjir dibagi menjadi tiga pilar utama:

  1. Kesiapsiagaan: Meliputi perencanaan, edukasi masyarakat, dan pengembangan sistem peringatan dini.
  2. Respons: Tindakan saat banjir terjadi, termasuk evakuasi, koordinasi antar lembaga, dan penyaluran bantuan.
  3. Pemulihan: Rehabilitasi infrastruktur, bantuan ekonomi, serta evaluasi dan pembelajaran institusional setelah bencana.

Yasitli mengembangkan indikator efisiensi manajemen banjir (Flood Management Effectiveness Indicators/FMEIs) yang menilai aspek-aspek seperti ketersediaan rencana mitigasi, keterlibatan komunitas, sistem peringatan dini, serta sumber daya manusia dan finansial.

Studi Kasus: Marmara 2009 (Turki) dan Kendal 2015 (Inggris)

Banjir Marmara 2009, Turki

Pada 7–10 September 2009, wilayah Marmara di Turki, khususnya Istanbul dan Tekirdag, mengalami banjir besar akibat hujan ekstrem selama tiga hari. Curah hujan lebih dari 250 mm menyebabkan 32 orang tewas dan lebih dari 35.000 penduduk terdampak. Kerugian ekonomi diperkirakan mencapai lebih dari $70 juta.

Analisis Yasitli menunjukkan bahwa kesiapsiagaan di Turki sangat minim. Tidak ada peta risiko banjir, rencana mitigasi, atau sistem peringatan dini yang efektif. Respons pemerintah bersifat terpusat dan lambat, dengan koordinasi yang kurang antara lembaga. Komunitas lokal nyaris tidak dilibatkan dalam proses evakuasi atau penanganan darurat. Setelah banjir, pemulihan berjalan tanpa rencana yang jelas dan minim evaluasi untuk pembelajaran ke depan.

Angka-angka penting dari kasus ini:

  • 40 korban jiwa
  • 35.020 orang terdampak
  • Kerugian tercatat $550.000 (kemungkinan jauh lebih besar karena banyak kerugian tidak tercatat)

Banjir Kendal 2015, Inggris

Pada Desember 2015, kota Kendal di Cumbria, Inggris, dilanda banjir besar akibat curah hujan ekstrem lebih dari 340 mm dalam 48 jam. Ribuan rumah terendam, infrastruktur rusak, dan kerugian ekonomi sangat signifikan.

Inggris menunjukkan kesiapsiagaan yang jauh lebih baik. Peta risiko banjir tersedia dan diperbarui secara berkala. Sistem peringatan dini menggunakan berbagai kanal, mulai dari telepon, media massa, hingga media sosial. Komunitas lokal dilibatkan dalam pelatihan dan simulasi evakuasi. Respons pemerintah cepat dan terkoordinasi, melibatkan Environment Agency, otoritas lokal, dan relawan. Setelah banjir, pemulihan dilakukan secara terstruktur dengan dukungan asuransi dan evaluasi menyeluruh.

Angka-angka penting dari kasus Kendal:

  • 6 korban jiwa
  • 48.000 orang terdampak
  • Kerugian sekitar £1,2 juta hanya untuk Kendal

Perbandingan Sistem Manajemen Banjir: Turki dan Inggris

Turki mengandalkan pendekatan sentralistik dan reaktif. Pemerintah pusat mendominasi pengambilan keputusan, sementara pemerintah daerah dan masyarakat lokal kurang dilibatkan. Sistem peringatan dini masih terbatas pada media konvensional, seperti radio dan televisi. Asuransi bencana lebih difokuskan pada gempa bumi, dengan perlindungan banjir sebagai tambahan yang belum menyeluruh. Evaluasi dan pelatihan pasca-bencana jarang dilakukan secara rutin.

Sebaliknya, Inggris menerapkan pendekatan desentralistik dan proaktif. Pemerintah daerah, komunitas, dan NGO aktif terlibat dalam semua fase manajemen banjir. Sistem peringatan dini memanfaatkan teknologi digital, termasuk SMS dan aplikasi seluler. Skema asuransi banjir (Flood Re) menjangkau banyak rumah tangga, meski masih ada tantangan untuk pelaku usaha kecil. Evaluasi dan simulasi dilakukan secara berkala untuk memastikan kesiapan menghadapi banjir berikutnya.

Angka-angka Dampak Banjir 2005–2020

Penelitian ini juga menyoroti beberapa data penting dari kedua negara dalam kurun waktu 2005–2020. Di Turki, banjir besar pada 2009 menewaskan 40 orang dan berdampak pada lebih dari 35.000 orang, dengan kerugian finansial yang tercatat sekitar $550.000. Di Inggris, banjir tahun 2007 menewaskan 13 orang, berdampak pada 340.000 orang, dan menyebabkan kerugian sekitar $4 miliar. Banjir tahun 2012 mengakibatkan 4 korban jiwa dan kerugian sekitar $1,63 miliar. Sementara banjir Kendal 2015 menyebabkan 6 korban jiwa dan kerugian sekitar £1,2 juta.

Analisis Kritis dan Opini

Kelebihan Studi

Paper ini sangat komprehensif karena menggabungkan analisis kebijakan, wawancara dengan praktisi, serta studi kasus nyata. Indikator efisiensi (FMEIs) yang dikembangkan memberikan alat ukur objektif untuk membandingkan sistem manajemen banjir lintas negara. Temuan dari studi ini sangat relevan bagi negara-negara berkembang lain yang menghadapi tantangan serupa dengan Turki.

Keterbatasan

Keterbatasan utama ada pada data di Turki yang kurang lengkap, karena fokus historis pada bencana gempa bumi membuat pendokumentasian banjir tidak optimal. Selain itu, rekomendasi perbaikan untuk Turki bisa terhambat oleh budaya birokrasi yang masih kaku dan sentralistik.

Perbandingan dengan Penelitian Lain

Temuan Yasitli sejalan dengan literatur internasional yang menekankan pentingnya desentralisasi, keterlibatan komunitas, dan sistem peringatan dini dalam manajemen bencana. Studi di Belanda dan Jepang juga menyoroti pentingnya integrasi kebijakan lintas sektor dan adaptasi berbasis ekosistem. Dengan demikian, paper ini memperkuat argumen bahwa pembelajaran institusional dan inovasi teknologi adalah kunci efektivitas manajemen banjir.

Rekomendasi Strategis

Untuk Turki

  • Perkuat perencanaan dan peta risiko: Segera buat dan perbarui peta risiko banjir serta rencana mitigasi di tingkat lokal.
  • Desentralisasi dan libatkan komunitas: Berikan ruang lebih besar bagi pemerintah daerah dan komunitas lokal dalam pengambilan keputusan.
  • Modernisasi sistem peringatan dini: Manfaatkan teknologi digital seperti SMS, aplikasi, dan media sosial untuk memperluas jangkauan peringatan.
  • Tingkatkan pelatihan dan evaluasi: Lakukan simulasi dan evaluasi pasca-bencana secara berkala untuk meningkatkan kesiapan.

Untuk Inggris

  • Perluas edukasi publik: Fokus pada kelompok rentan dan wilayah baru yang mulai rawan banjir akibat perubahan iklim.
  • Tingkatkan efektivitas peringatan dini: Pastikan sistem peringatan benar-benar menjangkau seluruh lapisan masyarakat, terutama yang paling rentan.
  • Sinergikan asuransi dan bantuan pemerintah: Evaluasi skema Flood Re agar juga bisa menjangkau pelaku usaha kecil dan penyewa.

Tren Global dan Relevansi Industri

Perubahan iklim diprediksi akan meningkatkan intensitas dan frekuensi banjir di masa depan. Oleh sebab itu, negara-negara, terutama yang sedang berkembang, harus segera mengadopsi pendekatan proaktif dan berbasis komunitas. Teknologi digital seperti big data, AI, dan IoT kini mulai dimanfaatkan untuk deteksi dini dan respons cepat terhadap banjir. Urbanisasi yang pesat juga menuntut penataan ruang yang lebih adaptif dan kolaboratif.

Kesimpulan: Menata Ulang Manajemen Banjir untuk Masa Depan

Studi Yasitli menegaskan bahwa efektivitas manajemen banjir bukan hanya soal infrastruktur fisik, tetapi juga tata kelola, keterlibatan komunitas, serta pembelajaran berkelanjutan. Inggris menjadi contoh praktik baik, namun tetap harus beradaptasi dengan tantangan baru. Turki dan negara berkembang lain harus berani bertransformasi dari sistem reaktif dan sentralistik menuju model proaktif, desentralistik, dan berbasis komunitas serta data. Dengan demikian, risiko dan dampak banjir di masa depan dapat ditekan seminimal mungkin.

Sumber

Ali N. Yasitli. (2021). Assessing the effectiveness of flood management: a comparative study between Turkey and the UK. PhD Thesis, University of Portsmouth.