Membedah Implementasi SMKK: Studi Kasus Proyek Renovasi Pengadilan Negeri Sungguminasa

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati

14 Mei 2025, 13.36

pixabay.com

Pendahuluan: Pentingnya SMKK di Industri Konstruksi

Industri konstruksi di Indonesia masih menjadi salah satu sektor dengan tingkat kecelakaan kerja tertinggi. Rendahnya kesadaran terhadap pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan kecenderungan menganggap K3 sebagai beban biaya, bukan investasi, menjadi penyebab utama tingginya angka kecelakaan. Dalam konteks inilah, Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK) menjadi sangat vital untuk diterapkan secara konsisten dan menyeluruh, mengingat proyek-proyek konstruksi sering kali melibatkan banyak pekerja, penggunaan alat berat, dan risiko yang kompleks51.

Latar Belakang Studi Kasus

Studi ini mengulas implementasi SMKK pada proyek Renovasi dan Perluasan Gedung Kantor Pengadilan Negeri Sungguminasa Kelas 1A. Proyek ini dijalankan oleh PT. ASA Nusantara Konstruksi, dengan nilai kontrak tahap 1 dan 2 sebesar Rp 32,32 miliar dan melibatkan lebih dari 100 pekerja setiap hari. Dengan skala dan kompleksitas pekerjaan yang tinggi, proyek ini dikategorikan sebagai proyek dengan risiko kecelakaan kerja yang signifikan, sehingga penerapan SMKK menjadi keharusan mutlak51.

Metodologi Penelitian

Penelitian dilakukan dengan pendekatan survei, wawancara, observasi lapangan, dan audit internal. Data primer dikumpulkan melalui observasi langsung, wawancara, dan audit berdasarkan kriteria SMKK yang mengacu pada PP No. 50 Tahun 2012, PP No. 14 Tahun 2021, serta Permen PUPR No. 10 Tahun 2021. Data sekunder diperoleh dari studi literatur, laporan proyek, dan penelitian terkait sebelumnya. Audit SMKK dilakukan dengan menggunakan 166 sub-elemen kriteria yang harus dipenuhi dalam kategori tingkat lanjutan51.

Hasil Audit dan Temuan Utama

Audit SMKK pada proyek ini memberikan gambaran yang cukup komprehensif mengenai tingkat kepatuhan terhadap standar keselamatan konstruksi:

  • Dari 166 sub-elemen kriteria audit, 149 kriteria (89,76%) dinyatakan terpenuhi, sementara 17 kriteria (10,24%) tidak terpenuhi (kategori minor).
  • Tidak ditemukan ketidaksesuaian kategori mayor, yang berarti seluruh temuan ketidaksesuaian bersifat minor dan dapat segera diperbaiki.
  • Tingkat pencapaian penerapan SMKK secara keseluruhan dikategorikan memuaskan menurut standar nasional yang berlaku51.

Faktor Penghambat Penerapan SMKK

Walaupun tingkat penerapan sudah memuaskan, penelitian menemukan beberapa faktor yang masih menghambat pemenuhan SMKK secara optimal:

  • Kurangnya dokumen prosedur dan format khusus untuk perubahan-perubahan di lapangan yang berdampak pada K3.
  • Minimnya pendokumentasian dan pelatihan tenaga kerja, sehingga terjadi inkonsistensi dalam pemenuhan persyaratan dan acuan K3.
  • Kurangnya pelatihan penyegaran (refreshment training) bagi tenaga kerja, menyebabkan pemahaman dan kepatuhan terhadap prosedur K3 tidak merata di semua level pekerja51.

Studi Kasus dan Data Lapangan

Proyek ini menjadi contoh nyata bagaimana SMKK diimplementasikan di lapangan:

  • Lebih dari 100 pekerja terlibat setiap hari dalam proyek dengan nilai kontrak lebih dari Rp 32 miliar.
  • Audit dilakukan terhadap 12 elemen kriteria, meliputi perencanaan, pelaksanaan, hingga pemeliharaan.
  • Tingkat pencapaian 89,76% menunjukkan komitmen perusahaan dalam memenuhi aspek keselamatan, namun masih menyisakan ruang perbaikan, terutama dalam hal dokumentasi dan pelatihan51.

Tinjauan Komparatif dan Kritik

Jika dibandingkan dengan penelitian lain, capaian 89,76% ini sudah relatif baik. Namun, angka kecelakaan kerja di sektor konstruksi Indonesia secara nasional masih tinggi. Data BPJamsostek menunjukkan pada 2021 terdapat 234.270 kasus kecelakaan kerja di Indonesia, naik 5,65% dari tahun sebelumnya. Di Sulawesi Selatan, pada 2020 tercatat 397 kecelakaan kerja berat dengan 24% berakibat fatal. Mayoritas (73%) kecelakaan disebabkan oleh perilaku tidak aman, seperti mengabaikan APD dan prosedur K351.

Penelitian-penelitian sebelumnya juga menyoroti masalah serupa: perilaku pekerja dan budaya keselamatan masih menjadi tantangan utama. Banyak perusahaan hanya fokus pada pemenuhan dokumen dan audit, namun belum sepenuhnya membangun budaya K3 yang kuat di lapangan. Hal ini sejalan dengan temuan pada proyek Sungguminasa, di mana aspek pelatihan dan pendokumentasian masih menjadi titik lemah.

Solusi dan Rekomendasi Perbaikan

Penulis menawarkan beberapa solusi konkret untuk meningkatkan penerapan SMKK:

  • Membuat prosedur dan format khusus terkait perubahan di lapangan yang berdampak pada K3, sehingga setiap perubahan dapat terdokumentasi dengan baik.
  • Pendokumentasian penerapan prosedur menggunakan sistem informasi baru, agar seluruh proses lebih transparan dan mudah diaudit.
  • Pelatihan penyegaran secara berkala untuk semua tenaga kerja, guna memastikan pemahaman dan kepatuhan terhadap SMKK tetap terjaga.
  • Penguatan komitmen manajemen dan pembentukan budaya kerja yang menjadikan K3 sebagai bagian integral dari setiap aktivitas konstruksi51.

Relevansi dengan Tren Industri dan Tantangan Masa Depan

Di tengah meningkatnya tuntutan terhadap standar keselamatan global dan digitalisasi sektor konstruksi, penerapan SMKK yang berkelanjutan menjadi keharusan. Banyak perusahaan kini mulai mengadopsi teknologi digital untuk monitoring K3 secara real-time, seperti aplikasi pelaporan insiden dan audit digital. Proyek Sungguminasa dapat menjadi pelopor dalam mengadopsi inovasi ini, sehingga tidak hanya memenuhi standar nasional, tetapi juga siap bersaing di tingkat internasional.

Selain itu, perubahan budaya dan perilaku pekerja harus menjadi prioritas utama. Investasi pada pelatihan, reward-punishment system, serta keterlibatan aktif manajemen dalam setiap aspek K3 terbukti efektif di negara-negara maju. Di Indonesia, hal ini masih menjadi tantangan, namun harus mulai diterapkan secara konsisten.

Opini dan Nilai Tambah

Penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam pemetaan implementasi SMKK di proyek konstruksi Indonesia. Nilai pencapaian 89,76% adalah bukti bahwa komitmen perusahaan sudah cukup tinggi, namun masih ada ruang perbaikan terutama pada aspek soft skill, pelatihan, dan dokumentasi. Jika perusahaan mampu menutup celah ini, bukan tidak mungkin target zero accident bisa tercapai.

Dari sisi industri, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi proyek-proyek lain, baik di sektor pemerintah maupun swasta. Penerapan SMKK yang konsisten dan berkelanjutan akan meningkatkan citra perusahaan, produktivitas, dan kualitas hasil konstruksi.

Kesimpulan

Implementasi SMKK pada proyek Renovasi dan Perluasan Gedung Kantor Pengadilan Negeri Sungguminasa Kelas 1A sudah mencapai tingkat memuaskan (89,76%), namun masih perlu perbaikan pada aspek dokumentasi, pelatihan, dan pendokumentasian perubahan di lapangan. Faktor penghambat utama adalah kurangnya dokumen prosedur khusus, minimnya pelatihan, dan budaya kerja yang belum sepenuhnya mengutamakan K3. Rekomendasi utama adalah penguatan sistem dokumentasi, pelatihan rutin, dan adopsi teknologi digital untuk mendukung penerapan SMKK yang lebih efektif.

Dengan memperbaiki aspek-aspek tersebut, perusahaan tidak hanya memenuhi regulasi nasional, tetapi juga meningkatkan daya saing di era konstruksi modern yang menuntut standar keselamatan tinggi dan budaya kerja yang profesional.

Sumber : Putra, W. D., & Saraswati, R. A. (2023). Analisis Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK) (Studi Kasus Pembangunan Gedung Kantor Pengadilan Negeri Sungguminasa Kelas 1a). Journal on Education, 5(3), 7528-7538.