Manajemen Risiko Proyek Konstruksi Gedung: Studi Kasus Universitas Negeri Gorontalo dan Refleksi Praktik Nasional

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj

05 Mei 2025, 12.28

pexels.com

Pendahuluan: Pentingnya Manajemen Risiko dalam Dunia Konstruksi

Industri konstruksi merupakan salah satu sektor dengan tingkat ketidakpastian yang tinggi. Dari perubahan cuaca ekstrem, keterlambatan pasokan material, hingga fluktuasi harga bahan bangunan, semuanya dapat menghambat jalannya proyek. Dalam konteks ini, manajemen risiko tidak lagi menjadi pilihan, melainkan keharusan. Artikel ini secara cermat menyelidiki bagaimana penerapan manajemen risiko dalam proyek pembangunan Gedung Kuliah Terpadu Universitas Negeri Gorontalo (UNG) bisa menjadi contoh nyata sekaligus pelajaran berharga bagi sektor konstruksi nasional.

Metodologi dan Konteks Penelitian

Objek Studi

Penelitian ini berfokus pada proyek pembangunan Gedung Kuliah Terpadu UNG, dengan pendekatan studi kasus yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, kuesioner, dan observasi lapangan, yang kemudian dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif dan matriks risiko (probabilitas × dampak).

Teknik Analisis Risiko

Peneliti menggunakan skala likert 1–5 untuk mengukur probabilitas dan dampak setiap risiko. Dari hasil tersebut dibuatlah pemetaan risiko berdasarkan level signifikansinya, yaitu:

  • Risiko rendah (hijau)

  • Risiko sedang (kuning)

  • Risiko tinggi (merah)

Temuan Utama: Sumber Risiko Terbesar di Lapangan

1. Risiko pada Tahap Perencanaan

Pada tahap awal proyek, risiko paling krusial berasal dari ketidaksesuaian antara desain awal dan kondisi aktual di lapangan. Risiko ini mendapat skor signifikansi tinggi sebesar 16, menandakan urgensi untuk mitigasi sejak awal proyek.

2. Risiko pada Tahap Pelaksanaan

Faktor utama yang memicu keterlambatan dan kerugian biaya antara lain:

  • Keterlambatan pasokan material: skor risiko 12

  • Kesalahan pelaksanaan pekerjaan: skor risiko 15

  • Kurangnya tenaga kerja terampil: skor risiko 9

Analisis ini menunjukkan bahwa sebagian besar masalah berasal dari koordinasi dan kontrol mutu.

3. Risiko Lingkungan dan Force Majeure

Risiko eksternal seperti cuaca buruk, gempa bumi, atau pandemi COVID-19 dikategorikan dalam risiko menengah, namun tetap perlu rencana kontinjensi.

Studi Kasus: Gedung Kuliah Terpadu UNG

Kondisi Proyek

  • Nilai kontrak: ± Rp27 miliar

  • Waktu pelaksanaan: 240 hari kalender

  • Lingkup pekerjaan: struktur bangunan bertingkat tiga, arsitektur, mekanikal elektrikal, dan utilitas

Selama pelaksanaan, proyek mengalami penyesuaian desain dan pengadaan ulang material karena fluktuasi harga, yang menimbulkan deviasi biaya hingga ±7% dari RAB awal.

Implementasi Manajemen Risiko

Pihak pelaksana melakukan beberapa strategi mitigasi:

  • Penyesuaian jadwal kerja dan penambahan shift

  • Pengawasan ketat pada kualitas pelaksanaan lapangan

  • Negosiasi ulang dengan pemasok untuk efisiensi pengadaan
     

Analisis Tambahan: Pembelajaran dari Lapangan

Data dan Fakta

Berdasarkan hasil kuisioner, risiko dengan probabilitas dan dampak tertinggi adalah:

  • Ketidaksesuaian antara desain dan realisasi lapangan (skor 16)

  • Kesalahan pelaksanaan (skor 15)

  • Keterlambatan material (skor 12)

Artinya, masalah internal dalam perencanaan dan eksekusi berkontribusi lebih besar dibandingkan faktor eksternal seperti cuaca.

Perbandingan dengan Studi Lain

Penelitian oleh Goh dan Abdul-Rahman (2013) di Malaysia juga mengungkapkan bahwa kesalahan desain merupakan penyumbang utama kegagalan proyek. Hal ini menandakan bahwa masalah tersebut bersifat sistemik dan tidak terbatas pada konteks lokal.

 

Refleksi terhadap Industri Konstruksi Nasional

Tren Nasional

Indonesia saat ini tengah mendorong pembangunan infrastruktur besar-besaran, termasuk proyek Ibu Kota Negara (IKN). Namun, masih banyak proyek yang mengalami deviasi waktu dan biaya. Berdasarkan data BPS (2023), 34% proyek konstruksi di Indonesia terlambat dari jadwal.

Jika pendekatan manajemen risiko seperti yang diterapkan dalam proyek UNG bisa diadopsi lebih luas, potensi efisiensi bisa meningkat secara signifikan.

Penerapan Teknologi

Salah satu rekomendasi strategis adalah penerapan Building Information Modeling (BIM) untuk mengintegrasikan perencanaan-desain-konstruksi dalam satu platform. Teknologi ini terbukti mampu meminimalkan risiko desain yang tidak sesuai dengan realita lapangan.

Kritik dan Evaluasi

Kelebihan Artikel

  • Pendekatan kuantitatif dengan skor risiko sangat aplikatif

  • Relevan untuk diterapkan dalam konteks proyek lain yang berskala menengah

  • Menyediakan data konkret sebagai dasar pengambilan keputusan

Keterbatasan

  • Belum menyertakan variabel risiko finansial dan hukum secara mendalam

  • Tidak mengeksplorasi peran stakeholder secara menyeluruh (misalnya pemilik proyek dan konsultan pengawas)

  • Belum membandingkan efektivitas strategi mitigasi antar proyek sejenis

Kesimpulan dan Rekomendasi

Penelitian ini menegaskan bahwa manajemen risiko bukan hanya teori, tetapi fondasi penting dalam pelaksanaan proyek konstruksi yang efektif. Ketidaksesuaian desain, kesalahan pelaksanaan, dan keterlambatan pasokan adalah tiga risiko utama yang perlu diwaspadai. Untuk meminimalkan dampaknya, penerapan perencanaan matang, penggunaan teknologi BIM, dan peningkatan kompetensi SDM menjadi kunci keberhasilan.

Rekomendasi praktis:

  • Lakukan audit risiko berkala di semua tahap proyek

  • Bentuk tim manajemen risiko sejak awal proyek

  • Terapkan kontrak berbasis kinerja (performance-based contract)

Sumber Artikel

Djafri, F., Bonto, I., & Darmawansyah. (2019). Manajemen Risiko pada Proyek Konstruksi Gedung Studi Kasus: Proyek Pembangunan Gedung Kuliah Terpadu Universitas Negeri Gorontalo. Jurnal Rekayasa Sipil dan Perencanaan, 20(2), 140–149. Artikel ini dapat diakses di https://ejurnalunsam.id/index.php/JSIPIL/article/view/1783