Mengapa Keselamatan Kerja Konstruksi Tak Bisa Diabaikan?
Industri konstruksi dikenal sebagai salah satu sektor paling berisiko tinggi terhadap kecelakaan kerja. Laporan dari International Labour Organization (ILO) menunjukkan bahwa sektor ini menyumbang lebih dari 20% dari seluruh kecelakaan kerja fatal secara global. Di Indonesia, data dari BPJS Ketenagakerjaan menyebutkan lebih dari 130.000 kasus kecelakaan kerja terjadi sepanjang 2022, dengan banyak di antaranya berasal dari proyek konstruksi.
Artikel karya Muhammad Rizal dan kolega mengambil sorotan tajam terhadap pentingnya Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam proyek pembangunan gedung. Penelitian ini tidak hanya mengamati implementasi K3 secara teoritis, tetapi juga menelaah penerapan nyata di lapangan pada salah satu proyek di Kota Kendari.
Tujuan & Latar Belakang Penelitian
Tujuan utama studi ini adalah mengevaluasi sejauh mana prinsip-prinsip manajemen K3 telah diterapkan di proyek pembangunan gedung, serta menilai efektivitas pengendalian risiko kerja yang dilakukan oleh manajemen proyek.
Latar belakang penelitian ini berpijak pada kenyataan pahit bahwa banyak proyek konstruksi di Indonesia masih mengabaikan aspek keselamatan. Minimnya pemahaman, rendahnya kepatuhan terhadap regulasi, dan lemahnya pengawasan menjadi kombinasi mematikan yang sering berujung pada kecelakaan fatal.
Metodologi: Studi Lapangan Berbasis Observasi & Wawancara
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, yang didukung dengan observasi langsung di lapangan dan wawancara mendalam terhadap personel proyek, mulai dari manajer proyek hingga pekerja lapangan. Data dianalisis berdasarkan indikator manajemen K3 yang mencakup:
-
Komitmen manajemen terhadap K3
-
Sistem dan prosedur K3
-
Alat pelindung diri (APD)
-
Pelatihan dan sosialisasi
-
Pengawasan dan evaluasi
Hasil Utama: Penerapan K3 Masih Belum Maksimal
1. Komitmen Manajemen: Ada, Tapi Lemah
Penelitian menemukan bahwa komitmen manajemen proyek terhadap K3 masih tergolong kurang optimal. Meski ada pembentukan tim K3, keberadaannya lebih bersifat administratif daripada operasional. Kurangnya pengawasan ketat dan tidak adanya evaluasi berkala membuat penerapan standar K3 hanya menjadi formalitas.
2. APD: Tersedia, Tapi Tidak Digunakan Konsisten
Meskipun perusahaan menyediakan APD seperti helm, rompi keselamatan, sepatu boot, dan sarung tangan, penggunaannya masih tidak disiplin. Banyak pekerja yang mengabaikan APD karena merasa tidak nyaman, tidak diawasi secara langsung, atau karena kurangnya sanksi.
Contoh nyata di lapangan adalah pekerja di area pengecoran yang tidak menggunakan helm karena merasa area tersebut aman, padahal risiko kejatuhan material tetap tinggi.
3. Pelatihan dan Sosialisasi Masih Minim
Penelitian menunjukkan bahwa pelatihan K3 hanya dilakukan sekali saat awal proyek. Tidak ada sesi pelatihan berkala atau refreshment training untuk pekerja baru. Ini memperlihatkan lemahnya komitmen edukatif dari pihak manajemen proyek terhadap pekerjanya.
4. Sistem Dokumentasi dan Evaluasi Tidak Terstruktur
Dokumentasi risiko, seperti HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control), tidak dilakukan secara rutin. Evaluasi terhadap penerapan K3 juga hanya terjadi jika ada kejadian atau inspeksi dari pihak luar, bukan sebagai bagian dari siklus manajemen rutin.
Analisis Tambahan & Studi Kasus Pendukung
Untuk memberi konteks yang lebih luas, mari kita bandingkan dengan proyek pembangunan MRT Jakarta yang dikenal sebagai proyek dengan tingkat penerapan K3 yang sangat baik. Di proyek MRT:
-
Semua pekerja wajib mengikuti pelatihan K3 setiap bulan.
-
Inspeksi APD dilakukan setiap pagi sebelum pekerja memasuki area kerja.
-
Terdapat sistem insentif bagi pekerja yang disiplin terhadap K3.
Bandingkan dengan proyek di Kendari ini, yang hanya melakukan pelatihan sekali di awal dan tidak memiliki mekanisme penghargaan maupun hukuman yang jelas. Perbedaan inilah yang menunjukkan bahwa penerapan K3 yang efektif bukan hanya soal alat, tapi soal budaya kerja.
Dampak Praktis: Mengurangi Risiko, Meningkatkan Produktivitas
Penelitian ini menegaskan bahwa penerapan manajemen K3 yang buruk bukan hanya berdampak pada keselamatan, tapi juga produktivitas proyek secara keseluruhan. Kecelakaan kerja akan menyebabkan keterlambatan, biaya tambahan, bahkan potensi gugatan hukum.
Sebaliknya, proyek dengan budaya K3 yang kuat akan lebih efisien, memiliki reputasi baik, dan mampu menarik lebih banyak mitra kerja.
Kritik & Saran terhadap Penelitian
Kelebihan:
-
Penelitian ini cukup rinci dalam menggambarkan kondisi lapangan secara faktual.
-
Menggunakan pendekatan observasi dan wawancara yang memperkaya data kualitatif.
Kelemahan:
-
Tidak ada pembandingan dengan proyek lain yang sudah menerapkan K3 dengan baik.
-
Tidak mencantumkan data statistik kecelakaan yang aktual di proyek yang diteliti.
Saran:
-
Penelitian lanjutan dapat menambahkan pendekatan kuantitatif untuk mengukur hubungan antara penerapan K3 dengan produktivitas proyek.
-
Perlu kajian longitudinal untuk melihat perkembangan budaya K3 dalam jangka panjang.
Kesimpulan: K3 Bukan Pilihan, Tapi Kebutuhan
Penelitian ini memperkuat fakta bahwa penerapan manajemen K3 yang baik bukan hanya formalitas, tetapi kunci keselamatan, efisiensi, dan keberlanjutan proyek. Masih banyak proyek konstruksi di Indonesia yang menganggap K3 sebagai beban tambahan, bukan sebagai bagian integral dari manajemen proyek.
Penerapan K3 harus berubah dari sekadar simbol ke arah budaya kerja yang melekat di setiap aktivitas. Perubahan ini membutuhkan komitmen, edukasi terus-menerus, dan sistem evaluasi yang ketat.
Implikasi untuk Dunia Industri
Tren global menunjukkan bahwa perusahaan yang menerapkan standar keselamatan tinggi lebih kompetitif dan menarik bagi investor. Dengan banyaknya regulasi internasional seperti ISO 45001, proyek-proyek konstruksi di Indonesia perlu mulai mengejar standar global agar bisa bersaing di pasar regional dan internasional.
Sumber:
Rizal, M., Rahim, R., & Rahman, A. (2023). Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Pekerjaan Konstruksi Proyek Pembangunan Gedung. Jurnal Media Teknik Sipil, 23(1). Diakses dari https://ojs.uho.ac.id/index.php/MTS/article/view/7133