Di tengah pesatnya pertumbuhan industri teknologi dan transformasi digital global, posisi Indonesia sebagai salah satu pemain dalam Global Software Development (GSD) semakin mendapat sorotan. Paper berjudul “Software Engineer Competencies in Global Software Development: An Indonesian Perspective” oleh Anita Hidayati, Eko K. Budiardjo, dan Betty Purwandari ini hadir sebagai jawaban atas kebutuhan akan pemetaan kompetensi software engineer Indonesia di ranah global. Penelitian ini tidak hanya menyajikan daftar kompetensi, tetapi juga menyusun pemeringkatan berdasarkan tingkat kepentingan menggunakan pendekatan Analytic Hierarchy Process (AHP). Hasilnya sangat relevan, baik untuk kebijakan pendidikan, pengembangan talenta digital, maupun strategi ekspor layanan IT Indonesia.
Latar Belakang: Peluang dan Tantangan Indonesia dalam GSD
Global Software Development telah menjadi norma baru dalam industri IT sejak awal 1990-an, memungkinkan kolaborasi lintas negara dalam pengembangan perangkat lunak. Negara-negara seperti India, China, dan Filipina telah lama menjadi pemain utama. Sementara itu, Indonesia, meski memiliki potensi besar, belum sepenuhnya diakui sebagai pemain utama GSD. Padahal, menurut Kearney Global Services Location Index 2019, Indonesia menempati peringkat ke-4 dari 50 negara tujuan outsourcing. Namun, rendahnya peringkat Indonesia dalam IMD World Digital Competitiveness Ranking 2020 mengindikasikan lemahnya kapabilitas SDM digital, khususnya dalam kompetensi software engineering.
Metodologi Penelitian: Kombinasi Literatur dan AHP
Penulis menggunakan pendekatan literatur dan Analytic Hierarchy Process (AHP) untuk mengidentifikasi dan mengurutkan kompetensi penting. Sebanyak 6.693 artikel disaring, dan melalui proses bertahap, hanya 27 yang relevan dijadikan referensi utama. Dari situ, dirumuskan 40 sub-kompetensi yang dikelompokkan ke dalam delapan kriteria utama—empat hard competencies dan empat soft competencies.
Kriteria tersebut antara lain:
- Hard Competencies: Teknik Pemrograman, Teknik Requirement, Verifikasi & Validasi, Teknik Kolaborasi
- Soft Competencies: Budaya, Manajemen Proyek & Kepemimpinan, Komunikasi & Koordinasi, Manajemen Kolaborasi & Pengetahuan
Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner kepada lima pakar GSD dan software engineering dari berbagai institusi di Indonesia. Skor kepentingan diberikan melalui metode perbandingan berpasangan, lalu diproses menggunakan rumus AHP.
Hasil: Ranking Kompetensi dan Clustering
Dari hasil analisis AHP, diperoleh bobot global dari masing-masing sub-kompetensi. Tiga sub-kompetensi tertinggi berada pada kategori Programming Techniques, yaitu:
- Kemampuan menggunakan situs social coding – 0.0478
- Kemampuan mengadopsi bahasa dan tools pemrograman baru – 0.0472
- Kemampuan membangun aplikasi dengan reusable components (CBS) – 0.0470
Sementara sub-kompetensi dengan bobot terendah terdapat pada kategori Collaboration and Knowledge Management, yaitu:
- Kemampuan menetapkan aturan kerja dengan data terpisah – 0.02016
Menariknya, dari 40 sub-kompetensi yang disusun secara global, tak ada dominasi mutlak antara hard dan soft competencies. Meski hard competencies menempati posisi teratas, soft competencies seperti kemampuan memahami budaya kerja lintas negara, membangun kepercayaan dalam tim, dan kemampuan komunikasi global juga berada dalam 10 besar.
Berikut adalah lima kluster kompetensi yang dihasilkan:
Kluster 1 (Kompetensi Paling Esensial)
- Seluruh sub-kompetensi dari Programming Techniques (C1)
- Menekankan pentingnya kemampuan teknis inti seperti coding kolaboratif dan pembelajaran teknologi baru.
Kluster 2 (Sangat Penting)
- Seluruh sub-kompetensi Cultural Awareness dan Requirement Techniques
- Menggarisbawahi pentingnya adaptasi budaya dan kebutuhan stakeholder lintas lokasi dalam GSD.
Kluster 3 (Penting)
- Sub-kompetensi dari Project Management & Leadership dan Communication & Coordination
- Fokus pada kerja tim, kepemimpinan dinamis, dan komunikasi efektif.
Kluster 4 (Cukup Penting)
- Collaboration Techniques dan sebagian besar dari Verification and Validation
- Termasuk penguasaan tools kolaborasi, keamanan, serta testing tools.
Kluster 5 (Penting tapi Tidak Mendesak)
- Collaboration and Knowledge Management
- Meski berada di bawah, kluster ini berfungsi sebagai pelengkap kluster sebelumnya.
Studi Kasus: Analisis Kekuatan dan Kelemahan Engineer Indonesia
Dari pengamatan pakar dan hasil pemeringkatan, diketahui bahwa software engineer Indonesia cukup kuat dalam soft competencies, terutama pada aspek kolaborasi dan pemahaman budaya. Hal ini tak mengherankan mengingat karakter sosial dan budaya kerja kolektif di Indonesia.
Namun, tantangan besar terletak pada aspek teknis, terutama:
- Programming Techniques
- Requirement Engineering
- Verification and Validation
Rendahnya skor pada aspek-aspek ini menunjukkan perlunya peningkatan kurikulum pendidikan tinggi, pelatihan industri, dan pengalaman proyek nyata agar engineer Indonesia mampu bersaing dengan engineer dari India, Filipina, dan Vietnam.
Implikasi Kebijakan dan Strategi
Hasil penelitian ini sangat bermanfaat bagi berbagai pihak:
- Pemerintah: Dapat digunakan sebagai dasar penyusunan roadmap peningkatan kompetensi digital nasional. Misalnya, kurikulum Merdeka Belajar-Kampus Merdeka bisa disesuaikan dengan kompetensi GSD.
- Industri IT: Sebagai pedoman dalam rekrutmen, pelatihan, dan pengembangan SDM IT.
- Akademisi: Untuk merancang program studi atau pelatihan sertifikasi berbasis kebutuhan nyata industri global.
- Investor Asing: Memberikan gambaran yang lebih jelas terhadap potensi SDM Indonesia sebagai mitra GSD.
Perbandingan dengan Studi Lain
Jika dibandingkan dengan studi oleh Saldaña-Ramos et al. (2014) yang juga menyusun kompetensi untuk GSD, pendekatan paper ini lebih menyeluruh karena memadukan AHP dan kontekstualisasi lokal (Indonesia). Paper ini juga lebih aplikatif karena tidak hanya memberikan deskripsi, tapi juga prioritas pengembangan.
Kelebihan dan Kelemahan Penelitian
Kelebihan:
- Metodologi kuat (AHP dan NVivo)
- Melibatkan praktisi nyata
- Pemeringkatan jelas dan terstruktur
- Kontribusi nyata untuk negara berkembang
Kekurangan:
- Jumlah responden terbatas (5 orang)
- Tidak menyertakan perspektif internasional untuk perbandingan langsung
Penutup dan Rekomendasi
Artikel ini berhasil menjawab kebutuhan mendesak dalam pemetaan kompetensi software engineer Indonesia di kancah global. Dengan metodologi yang solid dan hasil yang aplikatif, studi ini menjadi referensi penting bagi strategi pengembangan SDM digital nasional.
Namun, untuk meningkatkan daya saing, langkah lanjutan seperti pelibatan responden lintas negara, penerapan hasil dalam bentuk pelatihan dan program pendidikan, serta pengukuran dampak setelah implementasi sangat disarankan.
Pengembangan ke depan dapat diarahkan pada pemetaan kompetensi dalam tim Agile (Scrum), yang kini menjadi standar dalam proyek GSD. Jika Indonesia ingin menegaskan diri sebagai “the next India” dalam outsourcing IT, maka investasi pada pengembangan hard competencies mutlak diperlukan.
Sumber asli artikel: Anita Hidayati, Eko K. Budiardjo, dan Betty Purwandari. "Software Engineer Competencies in Global Software Development: An Indonesian Perspective." Tehnički vjesnik 29, 2(2022), 683–691.