Teknologi Pertanian Cerdas

Deteksi Dini CVPD di Bali Utara: Strategi Efektif Kendalikan Penyakit Jeruk dengan PCR

Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah pada 26 Mei 2025


.

Pendahuluan: Ancaman Serius bagi Jeruk Bali Utara

Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) atau yang kini lebih dikenal sebagai huanglongbing (HLB), merupakan penyakit mematikan bagi tanaman jeruk, khususnya di sentra pertanaman seperti Bali Utara. Sejak pertama kali diidentifikasi menyerang lebih dari 90% kebun jeruk di Buleleng pada 1984, CVPD telah menjadi momok yang menghancurkan produktivitas jeruk keprok Tejakula—komoditas unggulan Bali. Paper karya Dwiastuti et al. ini menelaah kembali penyebaran geografis CVPD pascarehabilitasi kedua melalui metode Polymerase Chain Reaction (PCR)—sebuah teknologi molekuler yang menjanjikan deteksi lebih akurat dan cepat.

Latar Belakang Masalah: Kegagalan Strategi Lama

Upaya Rehabilitasi yang Belum Tuntas

Pasca-eradikasi besar-besaran tahun 1990, para petani kembali menanam jeruk dari mata tempel yang tidak terverifikasi sehat. Hasilnya, penyebaran ulang CVPD mencapai 40-60% pada tahun 1995. Studi Triwiratno et al. (1995) juga menemukan bahwa 33,3% bibit dari sumber liar terinfeksi CVPD.

Vektor dan Kompleksitas Deteksi

CVPD disebabkan oleh bakteri Candidatus Liberobacter asiaticum, ditularkan oleh kutu loncat Diaphorina citri. Salah satu tantangan utama adalah kesamaan gejala CVPD dengan defisiensi Zn atau gangguan fisiologis, sehingga deteksi visual saja kerap menyesatkan. Oleh karena itu, dibutuhkan teknologi PCR untuk mendeteksi keberadaan patogen melalui amplifikasi DNA.

Metode Penelitian: PCR sebagai Alat Diagnostik

Lokasi dan Sampel

Penelitian dilakukan di 18 desa sentra jeruk Bali Utara, mulai dari 10 hingga 1.250 m dpl. Sampel daun diambil dari pohon bergejala dan tidak bergejala.

Tahapan PCR

  • Ekstraksi DNA dengan buffer proteinase-K

  • Amplifikasi DNA dengan primer spesifik O11, O12, OA1

  • Elektroforesis gel agarose 0,7% untuk membaca pita DNA hasil amplifikasi

Hasil Penelitian: Penyebaran dan Pola Geografis CVPD

Penyebaran Vertikal: Terbatas di Dataran Rendah

  • CVPD hanya ditemukan pada ketinggian 10-700 m dpl

  • Tidak ada infeksi di atas 850 m dpl, seperti di Dusa dan Panelokan

Hasil Uji PCR dan Visual

  • Dari 63 sampel, 47 berasal dari keprok Tejakula; 43 di antaranya menunjukkan gejala jelas

  • Sampel dari Julah, Tejakula, Kalanganyar menunjukkan intensitas PCR 4+ hingga 5+

  • Tiga sampel daun tanpa gejala pun menunjukkan PCR positif (1+ hingga 3+) → indikasi infeksi awal

Statistik Keparahan (Tabel 2):

LokasiKetinggianKejadian CVPD (%)Keparahan (%)Julah10 m100%95%Kalanganyar10 m100%100%Kubutambahan50 m85,7%57,14%Baturiti-Mayungan>850 m0%0%

Interpretasi Hasil: Signifikansi dan Implikasi

PCR: Solusi Deteksi yang Andal

Teknologi PCR terbukti efektif mendeteksi bahkan pada sampel tanpa gejala visual. Ini menjadikan PCR alat strategis untuk mencegah penyebaran lebih luas sebelum gejala muncul.

Faktor Altitudinal dan Biologi Vektor

Diaphorina citri berkembang pesat di dataran rendah (10–550 m), dan sulit ditemukan di dataran tinggi. Hal ini mendukung hasil PCR yang menunjukkan CVPD hanya menyebar hingga 700 m dpl.

Kesalahan Umum dalam Rehabilitasi

Kegagalan rehabilitasi sebelumnya terkait dengan:

  • Bibit dari sumber tidak bersertifikasi

  • Kurangnya kemampuan petani mengenali gejala awal

  • Tidak menyeluruhnya sanitasi kebun

Kritik dan Rekomendasi

Kelebihan Penelitian:

  • Metode molekuler memberikan deteksi akurat

  • Sampel luas dan mewakili variasi ketinggian dan lokasi

  • Kombinasi observasi visual dan molekuler sangat kuat

Kekurangan:

  • Penelitian hanya mencakup wilayah Bali Utara, tidak seluruh Bali

  • Tidak membahas integrasi PCR dalam strategi pengendalian jangka panjang

Rekomendasi Praktis:

  1. Wajibkan PCR untuk seleksi bibit sebelum tanam

  2. Bentuk unit deteksi cepat berbasis PCR di sentra jeruk

  3. Pendidikan visualisasi gejala bagi petugas lapang dan petani

  4. Diversifikasi jenis jeruk tahan CVPD di dataran rendah

Relevansi Global dan Strategi Ke Depan

Ancaman Global: HLB adalah masalah dunia

  • Di Asia, Amerika, dan Afrika, HLB merusak industri jeruk

  • Indonesia perlu menerapkan standar pengendalian global berbasis PCR

Integrasi Teknologi dalam Pertanian

  • PCR bisa jadi bagian dari pertanian presisi (precision farming)

  • Peta sebaran CVPD bisa diintegrasikan ke GIS untuk pemantauan real-time

Kesimpulan: Deteksi Akurat sebagai Pilar Pengendalian

Penelitian ini menegaskan bahwa penyebaran geografis CVPD di Bali Utara terkonsentrasi di dataran rendah, dan bahwa teknologi PCR adalah alat deteksi yang sangat efektif. Hasil ini menjadi dasar penting untuk menyusun strategi pengendalian yang berbasis bukti dan teknologi mutakhir. Keberhasilan pengendalian HLB tak hanya bergantung pada bibit sehat, tetapi juga pada kemampuan mendeteksi dini dan cepat.

Sumber 

Dwiastuti, M.E., Triwiratno, A., Supriyanto, A., Garnier, M., & Bove, J.M. (2003). Deteksi Penyebaran Geografis Penyakit CVPD di Bali Utara dengan Metode Polymerase Chain Reaction. Jurnal Hortikultura Vol. 13(2): 138–145.

Selengkapnya
Deteksi Dini CVPD di Bali Utara: Strategi Efektif Kendalikan Penyakit Jeruk dengan PCR
page 1 of 1