Tekanan

Menguak Erosi Turbin Angin: Simulasi CFD Buktikan Kelemahan Model Springer

Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 25 April 2025


Mengapa Hujan Bisa Jadi Musuh Besar Turbin Angin?

Di balik pesatnya pertumbuhan industri turbin angin lepas pantai (offshore wind), terselip tantangan serius yang selama ini jarang mendapat sorotan: erosi akibat hujan. Erosi ini menyerang bagian paling vital dari turbin—ujung depan bilah (leading edge)—yang justru menjadi kunci konversi energi angin menjadi listrik. Jika rusak, performa turbin akan turun drastis.

Menurut laporan Global Offshore Wind Report 2023, kapasitas pemasangan turbin lepas pantai mencapai 8,8 GW pada 2022 saja. Angka ini diproyeksi naik delapan kali lipat pada 2030. Namun, kenyataan di lapangan berkata lain: di wilayah dengan intensitas hujan tinggi seperti Laut Utara, kerusakan pada bilah akibat hujan bisa muncul hanya dalam 2 hingga 5 tahun—jauh lebih cepat dari umur pakai desainnya yang 15–25 tahun.

Masalah pada Model Prediktif Saat Ini

Industri selama ini banyak mengandalkan Model Springer untuk memprediksi kapan erosi dimulai. Model ini menggunakan rumus modified water hammer equation yang menghitung tekanan tumbukan berdasarkan kecepatan, kerapatan air, dan elastisitas permukaan. Namun, model ini memiliki dua kelemahan fatal:

  1. Tidak memperhitungkan ukuran tetesan air.
  2. Mengabaikan peran fase udara yang berada di antara tetesan dan permukaan.

Padahal, dua hal tersebut sangat berpengaruh terhadap hasil akhir tekanan tumbukan dan tingkat kerusakan yang terjadi.

Tujuan Penelitian: Validasi dengan Simulasi CFD

Untuk menjawab kekurangan di atas, Dylan S. Edirisinghe dan timnya melakukan simulasi Computational Fluid Dynamics (CFD) pada tetesan air berdiameter 1 hingga 5 mm, dengan kecepatan tumbukan 100 m/s. Simulasi dilakukan menggunakan ANSYS CFX dan volume of fluid (VOF) model, sehingga mampu menangkap interaksi antara air dan udara secara bersamaan.

Salah satu pendekatan unik dari studi ini adalah menempatkan tetesan air hanya 0,02 mm di atas permukaan dan mensimulasikan momen tumbukan selama 2 mikrodetik dengan resolusi waktu 10 nanodetik. Ini memungkinkan peneliti menangkap momen sangat singkat saat tekanan maksimum terbentuk.

Studi Kasus: Apa yang Terjadi Saat Tetesan 2 mm Menabrak Permukaan?

Saat tetesan berdiameter 2 mm menghantam permukaan dengan kecepatan 100 m/s, tekanan tidak langsung muncul pada saat kontak. Justru terjadi delay sekitar 20 nanodetik karena adanya lapisan udara terkompresi di bawah tetesan. Udara ini terdorong keluar dengan kecepatan 20–30 kali lebih tinggi dari kecepatan tetesan itu sendiri. Saat tekanan udara cukup tinggi, tetesan air mulai terdeformasi, lalu menyentuh permukaan dan menghasilkan tekanan puncak hingga 160 MPa.

Menariknya, tekanan ini lebih tinggi daripada prediksi Model Springer, yang mengabaikan efek udara. Di sinilah letak pentingnya pendekatan CFD dalam memetakan fenomena nyata yang selama ini tidak terdeteksi oleh pendekatan matematis sederhana.

Dampak Ukuran Tetesan terhadap Tekanan

Penelitian ini menunjukkan bahwa semakin besar ukuran tetesan, semakin tinggi tekanan tumbukan yang dihasilkan. Selain itu:

  • Tetesan besar menghasilkan radius penyebaran (spread radius) yang lebih lebar.
  • Tekanan maksimum muncul lebih lambat pada tetesan besar karena volume udara yang harus dipindahkan juga lebih besar.
  • Tekanan tumbukan meningkat signifikan dari tetesan 1 mm ke 2 mm (sekitar 33% peningkatan), lalu meningkat secara bertahap hingga tetesan 5 mm.

Fenomena ini membuktikan bahwa pendekatan satu ukuran untuk semua—seperti yang dilakukan oleh Model Springer—tidak bisa lagi dipertahankan.

Penjelasan Fisik: Mengapa Tetesan Lebih Besar Lebih Merusak?

Saat tetesan besar jatuh, volume udara di bawahnya jauh lebih besar. Udara ini tidak bisa langsung menghilang dan menciptakan tekanan balik ke tetesan, menyebabkan deformasi bagian bawah tetesan. Proses ini menghasilkan tekanan tinggi sesaat sebelum dan saat kontak dengan permukaan. Karena tekanan ini menyebar ke luar dari titik tumbukan, energi tersebar ke area yang lebih luas dan meningkatkan potensi kerusakan lapisan pelindung bilah.

Dengan kata lain, tetesan besar bukan hanya “berat” secara fisik, tapi juga menghasilkan efek mikrohidraulik yang jauh lebih merusak.

Kelemahan Model Springer yang Diungkap

Model Springer tidak mempertimbangkan:

  • Penundaan waktu tumbukan akibat udara
  • Deformasi tetesan sebelum menyentuh permukaan
  • Perbedaan tekanan akibat variasi ukuran tetesan

Hasilnya? Model ini memberi prediksi yang terlalu konservatif atau bahkan keliru, khususnya untuk tetesan besar yang justru paling berbahaya.

Implikasi Nyata Bagi Industri Energi Angin

Penemuan ini membawa implikasi besar dalam desain dan pemeliharaan turbin angin modern:

  1. Prediksi kerusakan lebih akurat jika tekanan dari CFD digunakan dalam model ketahanan material.
  2. Desain lapisan pelindung baru bisa dirancang berdasarkan tekanan aktual dari berbagai ukuran tetesan.
  3. Jadwal pemeliharaan bisa lebih efisien, karena prediksi awal yang lebih andal menghindarkan biaya mahal akibat perbaikan besar-besaran.

Dalam jangka panjang, pendekatan ini juga bisa menurunkan levelized cost of energy (LCOE) dengan mengurangi kerusakan dini dan memperpanjang umur pakai bilah.

Bandingkan dengan Penelitian Lain

Beberapa studi terdahulu, seperti yang dilakukan oleh Verma dan Hoksbergen, menyebutkan bahwa tekanan tumbukan relatif stabil antar ukuran tetesan. Namun, hasil studi ini menunjukkan bahwa klaim tersebut keliru atau setidaknya perlu direvisi. Dengan simulasi beresolusi tinggi dan mempertimbangkan fase udara, studi ini memperkuat argumen bahwa ukuran droplet sangat krusial dalam menentukan tekanan puncak dan potensi erosi.

Kesimpulan: Saatnya CFD Menggantikan Model Kuno

Penelitian ini memberikan landasan kuat untuk merevisi pendekatan prediktif dalam perencanaan turbin angin lepas pantai. Ukuran droplet, tekanan udara di bawah tetesan, dan deformasi mikro yang terjadi sebelum tumbukan ternyata merupakan faktor dominan yang selama ini diabaikan.

Model seperti Springer tetap relevan sebagai kerangka dasar, tetapi harus dilengkapi atau bahkan diganti dengan hasil simulasi CFD untuk memastikan keandalan prediksi jangka panjang.

Rekomendasi ke Depan

  • Penelitian lanjutan bisa memperluas simulasi ke berbagai sudut tumbukan dan bentuk tetesan tidak sferis.
  • Validasi eksperimental menggunakan teknologi kamera berkecepatan ultra-tinggi bisa memperkuat hasil simulasi.
  • Pengembangan software prediksi erosi berbasis CFD bisa diintegrasikan dalam proses desain turbin angin.

Sumber:

Edirisinghe, D. S., Zambrano, L. A., Tobin, E., & Vashishtha, A. (2024). CFD analysis of droplet impact pressure for prediction of rain erosion of wind turbine blades. Journal of Physics: Conference Series, 2875(1), 012019. https://doi.org/10.1088/1742-6596/2875/1/012019

Selengkapnya
Menguak Erosi Turbin Angin: Simulasi CFD Buktikan Kelemahan Model Springer
page 1 of 1