Simulasi Banjir

VR untuk Mitigasi Banjir: Inovasi Simulasi Edukatif yang Mengubah Cara Kita Belajar Siaga Bencana

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 27 Mei 2025


Dari Ceramah ke Dunia Virtual: Masa Depan Pendidikan Bencana di Indonesia

Bencana banjir bukan hanya urusan udara yang meluap—ia adalah persoalan ketidaksiapan kolektif yang sering berulang. Indonesia, yang sering dilanda banjir tahunan, belum memiliki sistem edukasi kebencanaan yang benar-benar imersif dan berdampak pada masyarakat umum. Di tengah keterbatasan metode konvensional seperti ceramah, leaflet, atau latihan simulasi fisik, muncul satu inovasi menarik: Virtual Reality (VR) untuk simulasi mitigasi banjir.

Makalah dari Arda Surya Editya (2022) yang dipublikasikan dalam Jurnal Ilmu Komputer dan Desain Komunikasi Visual mengupas pengembangan sistem edukasi berbasis VR yang menyimulasikan skenario banjir secara interaktif. Artikel ini tidak hanya merangkum isi penelitian, tetapi menyuguhkan refleksi kritis, perbandingan global, serta relevansi praktis di lapangan.

Mengapa Butuh Simulasi Banjir Berbasis VR?

Indonesia secara geografis sangat rentan terhadap bencana hidrometeorologi. Namun, pelatihan mitigasi bencana umumnya dilakukan secara terbatas, mahal, atau sulit. Untuk terjadinya banjir, misalnya, kita memerlukan udara dalam jumlah besar dan pengaturan lokasi yang rumit. Belum lagi, pendekatan “ceramah” atau instruksi satu arah terbukti kurang membekas pada peserta, apalagi anak-anak dan remaja.

Penyempurnaan teknologi VR hadir sebagai solusi. Dengan menciptakan simulasi banjir secara digital yang bisa "dimasuki" pengguna , maka pelatihan menjadi lebih realistis, emosional, dan menarik. Pengguna bisa belajar sambil bermain, bukan sekadar mendengarkan teori.

Rancang Bangun Sistem: Dari Wawancara hingga Prototipe

Penelitian ini tidak dibangun di ruang hampa. Tahapan awal dimulai dengan wawancara bersama Dinas Penanggulangan Bencana Sidoarjo, yang menyampaikan tiga masalah utama:

  1. Tidak adanya media edukasi yang interaktif untuk mitigasi banjir.
  2. Sulitnya menyelenggarakan simulasi fisik karena keterbatasan sumber daya (udara, lokasi).
  3. Edukasi seputar barang berharga dan bekal keluar tidak efektif tanpa pengalaman langsung.

Dari sinilah lahirlah gagasan untuk menciptakan sistem edukasi berbasis Virtual Reality dan gamifikasi , yang tidak hanya mengajarkan teori, namun juga melatih keterampilan bertahan dalam suasana banjir secara virtual.

Teknologi di Balik Simulasi

Aplikasi ini dibangun menggunakan Unity sebagai game engine dan bahasa pemrograman C# . Perangkat keras yang dibutuhkan cukup sederhana, yaitu VR-Box untuk menampilkan tampilan 3D dan joystick Bluetooth untuk mengontrol pemain.

Pemain akan berperan sebagai relawan bencana yang harus menyelamatkan warga dan mengumpulkan bekal sebelum menuju lokasi evakuasi. Game ini mengadaptasi genre first-person shooter (FPS) namun bukan untuk pertempuran, melainkan untuk eksplorasi dan aksi cepat dalam kondisi darurat.

Elemen Gamifikasi: Belajar Lewat Tantangan

Agar sistem ini tidak terasa seperti “kuliah digital”, peneliti menambahkan elemen gamifikasi seperti:

  • Poin dan level : Pemain akan mendapat skor untuk setiap tindakan yang benar, seperti menyelamatkan lansia, membawa dokumen penting, atau menemukan jalur evakuasi.
  • Petunjuk dan NPC : Tersedia karakter non-pemain yang memberikan Arah. Jika pemain mengabaikannya atau melakukan kesalahan, skor akan turun.
  • Target akhir : Jika skor pemain di atas 60, maka dianggap berhasil. Di bawah itu, pemain dinyatakan kalah.

Peta permainan didesain menyerupai kota nyata dengan sekolah, rumah sakit, dan rumah warga. Ditambahkan pula efek cuaca seperti hujan dan petir agar simulasi terasa lebih hidup dan menegangkan.

Hasil Uji Coba: Apa Kata Pengguna?

Simulasi ini diuji kepada 40 responden dari kalangan mahasiswa, dosen, dan karyawan Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo. Prosesnya sederhana: mereka mencoba simulasi selama 10 menit, lalu menjawab survei menggunakan skala Likert.

Hasil:

  • 80% menyatakan sistem sangat membantu dan menghibur .
  • 10% menyebut sistem cukup membantu dan menghibur .
  • 10% menyebut sistem berfungsi normal .

Tingkat kepuasan yang tinggi menunjukkan bahwa teknologi VR bukan hanya alat canggih, tetapi juga dapat diakses dan dinikmati oleh pengguna awam—selama sistemnya dirancang dengan baik dan mendalam.

Analisis Kritis: Potensi dan Tantangan

Kelebihan:

  1. Imersif dan realistis : Membawa pengguna langsung ke kondisi darurat, bukan sekadar teori.
  2. Murah dan fleksibel : Dibanding latihan fisik, simulasi ini bisa dilakukan kapan saja di ruang tertutup.
  3. Daya tarik edukatif : Terutama bagi generasi muda yang akrab dengan teknologi dan game.

Tantangan:

  1. Keterbatasan perangkat : Tidak semua masyarakat memiliki VR Box atau joystick Bluetooth.
  2. Skalabilitas terbatas : Aplikasi ini masih diuji pada cakupan kecil dan belum diuji untuk kalangan anak-anak atau lansia.
  3. Aspek emosional : Walaupun realistis, tetap tidak bisa menggantikan tekanan psikologis dalam situasi banjir nyata.

Studi Banding: VR untuk Pendidikan di Negara Lain

Simulasi VR untuk mitigasi bencana juga telah digunakan secara luas di negara lain. Beberapa contoh:

  • Schild dkk. (2019) menggunakan simulasi multiplayer pelatihan untuk penyelamatan korban tenggelam, dan terbukti meningkatkan pengetahuan pengguna.
  • Liu dkk. (2020) mengembangkan VR untuk melatih teknisi industri, yang berhasil mengurangi biaya kerusakan mesin karena kesalahan operasional.
  • Proyek EPICSAVE di Eropa menciptakan game VR kolaboratif untuk pelatihan darurat medis, dan diterapkan dalam kurikulum pelatihan paramedis.

Artinya, tren dunia sudah bergerak ke arah pembelajaran berbasis imersi digital, dan Indonesia melalui penelitian ini telah mengambil langkah awal yang tepat.

Potensi Pengembangan Lanjutan

Peneliti menyarankan agar sistem ini dikembangkan lebih jauh, termasuk:

  1. Integrasi dengan perangkat VR canggih seperti Oculus dan Meta Quest .
  2. Penambahan level dan skenario baru , misalnya simulasi banjir malam hari, gempa susulan, atau evakuasi massal.
  3. Kolaborasi lintas sektor , termasuk dengan BNPB, BPBD, dan dinas pendidikan agar masuk ke kurikulum sekolah.

Selain itu, fitur pelaporan dan feedback pengguna secara real-time dapat ditambahkan untuk memperbaiki kelemahan sistem dan meningkatkan pengalaman belajar.

Relevansi Industri dan Pemerintahan

Dalam konteks pemerintahan, sistem ini bisa menjadi alat pelatihan murah dan efektif untuk kader relawan bencana, linmas, hingga petugas RT/RW . Sedangkan untuk industri edutech, aplikasi seperti ini bisa dijual atau didistribusikan secara gratis sebagai bagian dari program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).

Dengan regulasi yang mendukung dan sinergi antar lembaga, Indonesia dapat membangun ekosistem pelatihan bencana yang berbasis teknologi, efisien, dan adaptif terhadap tantangan zaman.

Penutup: Teknologi Tidak Hanya Untuk Hiburan

Jika dulu kita menganggap Virtual Reality hanya cocok untuk game dan hiburan, penelitian ini membuktikan bahwa VR bisa menyelamatkan nyawa—secara tidak langsung. Melalui edukasi yang imersif, masyarakat bisa belajar menghadapi bencana dengan cara yang menyenangkan, terukur, dan efisien.

Simulasi mitigasi banjir berbasis VR bukanlah solusi tunggal, tetapi merupakan bagian penting dari revolusi edukasi kebencanaan yang lebih partisipatif dan kontekstual. Kini, saatnya pemerintah dan masyarakat bersinergi agar teknologi semacam ini tak hanya berhenti di laboratorium atau kampus, tetapi bisa menjangkau sekolah, balai desa, dan rumah tangga.

Referensi

Editya, AS (2022). Pengembangan simulasi mitigasi bencana banjir menggunakan teknologi Virtual Reality. Jurnal Ilmu Komputer dan Desain Komunikasi Visual, 7 (2), 169–178.

 

Selengkapnya
VR untuk Mitigasi Banjir: Inovasi Simulasi Edukatif yang Mengubah Cara Kita Belajar Siaga Bencana
page 1 of 1