Rekayasa Pondasi

Penggunaan Teknik Terpadu Geoteknik dan Geofisika untuk Menilai Ketidakstabilan Fondasi: Studi Kasus Giza, Nigeria

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 23 April 2025


Masalah ketidakstabilan fondasi pada struktur bangunan telah menjadi persoalan yang mengganggu bagi penduduk di komunitas Giza, Keana LGA, Negara Bagian Nasarawa, Nigeria Tengah. Artikel ilmiah berjudul "Assessment of Foundation Instability Using Integrated Geotechnical and Geophysical Techniques: A Case Study of Giza, Keana LGA, Nasarawa State, North Central Nigeria" yang ditulis oleh Ibrahim Idris Giza dan Ogbonnaya Igwe mengungkap penyebab fenomena ini melalui pendekatan terpadu yang menggabungkan teknik geofisika, geoteknik, dan hidrogeologi.

Penelitian ini membahas bagaimana struktur teknik seperti bangunan di komunitas Giza mengalami retak parah, penurunan diferensial, dan bahkan gagal di beberapa bagian. Masalah ini terjadi baik pada bangunan berlantai satu maupun bertingkat, yang dibangun dengan blok lumpur maupun blok beton. Keretakan dan kegagalan ini terutama parah di bagian utara wilayah studi.

Metodologi Penelitian Komprehensif

Penelitian ini menerapkan pendekatan terpadu dengan tiga teknik utama:

  1. Investigasi Geofisika: Menggunakan Vertical Electric Sounding (VES) untuk mendelineasi lapisan geo-listrik bawah permukaan. Metode ini membantu mengidentifikasi variasi litologi bawah permukaan berdasarkan kontras resistivitas listrik.
  2. Investigasi Geoteknik: Sampel tanah dianalisis untuk distribusi ukuran butir, Batas Atterberg, kadar air, gravitasi spesifik, pemadatan, koefisien permeabilitas, dan uji triaxial tanpa drainase. Sampel diambil dari zona yang mengalami retak (GZ1-GZ5) dan zona yang relatif stabil (GZ6-GZ8).
  3. Investigasi Hidrogeologi: Pengukuran tingkat air statis dilakukan selama musim hujan dan kering untuk menetapkan zona fluktuasi air tanah. Pengukuran ini penting untuk memahami pengaruh fluktuasi air tanah terhadap ketidakstabilan fondasi.

Temuan Utama dari Investigasi Geofisika

Hasil VES menunjukkan perbedaan signifikan antara zona yang mengalami retak dan zona tanpa retak:

  • Zona Retak: Fondasi di zona ini berada di atas lempung jenuh yang tidak kompeten dengan resistivitas rendah (2,77 – 24,8 Ωm) dan ketebalan 0,5-3,1m.
  • Zona Tanpa Retak: Fondasi di zona ini berada di atas pasir lempungan yang cukup kompeten dengan ketebalan 3,5-6,9m.

Berdasarkan klasifikasi kompetensi litologi, tanah di sekitar zona retak dianggap tidak kompeten (resistivitas <100 Ωm), sementara tanah di sekitar zona tanpa retak dianggap cukup kompeten (resistivitas 100-350 Ωm).

Karakteristik Geoteknik yang Mengungkap Masalah

Analisis geoteknik mengungkapkan perbedaan signifikan dalam karakteristik tanah antara kedua zona:

  1. Distribusi Ukuran Butir:
    • Zona Retak: Mengandung 59-78% lempung, 12-28,3% lanau, dan hanya 9-14% pasir
    • Zona Tanpa Retak: Mengandung 41-50% lempung dan 26,9-35% pasir

Kandungan lempung yang tinggi di zona retak menghambat drainase, menyebabkan saturasi lempung, tekanan hidrostatik tinggi, kekuatan geser rendah, dan plastisitas tinggi.

  1. Batas Atterberg:
    • Zona Retak: Batas Cair (LL) 46-70%, Batas Plastis (PL) 8-19%, Indeks Plastisitas (PI) 35-51%
    • Zona Tanpa Retak: LL 27-30%, PL 9,5-11%, PI 17-19,5%

Nilai-nilai ini mengindikasikan bahwa tanah di zona retak memiliki potensi ekspansif tinggi dan diklasifikasikan sebagai lempung anorganik dengan plastisitas menengah hingga tinggi (CH dan MH).

  1. Kadar Air Alami:
    • Zona Retak: 18,33-27,58%
    • Zona Tanpa Retak: 13,52-16,84%

Kadar air yang lebih tinggi di zona retak konsisten dengan kandungan lempung tinggi dan dapat meningkatkan potensi susut-mengembang.

  1. Pemadatan:
    • Zona Retak: Kepadatan kering maksimum (MDD) 1,73-1,88 g/cm³, kadar air optimum (OMC) 10,11-12,02%
    • Zona Tanpa Retak: MDD 1,88-1,89 g/cm³, OMC 8,58-10,65%

MDD rendah dan OMC tinggi mengindikasikan tanah yang lemah di zona retak.

  1. Koefisien Permeabilitas:
    • Zona Retak: 7,16 x 10⁻⁶ m/detik hingga 5,36 x 10⁻⁷ m/detik
    • Zona Tanpa Retak: 2,26 x 10⁻⁵ m/detik hingga 1,55 x 10⁻⁶ m/detik

Permeabilitas rendah di zona retak menghambat drainase dan menyebabkan tekanan air pori berlebih.

  1. Uji Triaxial Tanpa Drainase:
    • Zona Retak: Kohesi (C) 27-36 kN/m², sudut gesekan dalam (Ø) 11-15°
    • Zona Tanpa Retak: C 25-29 kN/m², Ø 12-18°

Di zona retak, kohesi berkontribusi lebih besar terhadap kekuatan geser dibandingkan sudut gesekan dalam, sementara di zona tanpa retak, kedua parameter berkontribusi secara seimbang.

Peran Krusial Fluktuasi Air Tanah

Penelitian ini menemukan bahwa fluktuasi air tanah memainkan peran penting dalam ketidakstabilan fondasi:

  • Zona Retak: Fluktuasi air tanah terjadi pada kedalaman 1,1-6,1m dan berada dalam lapisan lempung
  • Zona Tanpa Retak: Fluktuasi terjadi pada kedalaman yang lebih dalam, 1,7-3,3m

Zona fluktuasi dangkal di tanah ekspansif dikenal sebagai 'Zona Aktif' yang sesuai dengan kedalaman di mana ekspansi dan kontraksi terjadi. Ini menyebabkan fondasi di zona retak mengalami siklus mengembang dan menyusut saat level air naik dan turun sesuai musim.

Air tanah mengalir dari zona tanpa retak (area resapan) menuju zona retak (area pelepasan). Inkompeten lempung sebagai material fondasi, plastisitas tinggi, drainase buruk, dan zona fluktuasi dangkal dapat menjelaskan fenomena di balik kegagalan fondasi di zona retak.

Perbandingan dengan Shale Ekspansif Lainnya di Nigeria

Penelitian ini membandingkan karakteristik rekayasa tanah di area studi dengan shale ekspansif lain yang telah terdokumentasi di Palung Benue:

  • Shale Makurdi (MBT)
  • Shale Abakaliki
  • Shale Igumale
  • Shale Awgu dari Palung Benue Selatan (SBT)

Semua lima shale termasuk dalam klasifikasi USCS CH dan A-7-6 AASHTO, mengindikasikan karakteristik rekayasa yang serupa. Persentase rata-rata fraksi halus untuk semua shale berada dalam rentang yang sama (90-92%), dengan Shale Awgu (SBT) memiliki fraksi halus sedikit lebih tinggi (97%).

Shale Awgu (MBT) di area studi menunjukkan potensi ekspansif yang lebih tinggi dibandingkan Shale Makurdi, Abakaliki, dan Igumale. Shale Abakaliki dengan kohesi tinggi dan sudut gesekan dalam tinggi, MDD tinggi dan LL serta PI terendah, menjadikannya material fondasi yang lebih baik dan menunjukkan potensi pengembangan yang lebih rendah dibandingkan shale lainnya.

Rekomendasi Praktis untuk Stabilisasi Fondasi

Berdasarkan temuan yang dibahas, artikel ini memberikan beberapa rekomendasi penting:

  1. Tanah susut-mengembang di zona retak harus digali hingga kedalaman minimal 0,5m hingga 1,0m dan diganti dengan tanah non-ekspansif yang dipadatkan sebelum meletakkan fondasi.
  2. Fondasi harus diletakkan di bawah zona fluktuasi air tanah atau "Zona Aktif".
  3. Air harus dicegah dari fondasi dengan penyediaan drainase yang memadai.
  4. Stabilisasi kapur dapat digunakan, mengingat kekayaan ion Ca²⁺ dan Mg²⁺ yang akan menggantikan Na⁺ dan K⁺, sehingga menurunkan plastisitas tanah dan potensi pengembangan secara signifikan.
  5. Stabilisasi dengan sekam padi, abu kayu, dan semen telah mencatat beberapa keberhasilan, sehingga juga dapat digunakan.
  6. Usaha pemadatan tinggi harus digunakan selama pemadatan untuk mencapai kekuatan geser yang lebih besar.

Signifikansi dan Implikasi Penelitian

Penelitian ini memiliki signifikansi penting karena beberapa alasan:

  1. Pendekatan Terpadu: Penelitian ini menunjukkan keberhasilan menggunakan pendekatan terpadu geofisika, geoteknik, dan hidrogeologi untuk menyelidiki masalah fondasi. Pendekatan ini memberikan pemahaman komprehensif tentang kondisi subsurface dan mekanisme yang menyebabkan kegagalan fondasi.
  2. Peran Fluktuasi Air Tanah: Tidak seperti kebanyakan penelitian sebelumnya, studi ini menekankan peran penting fluktuasi air tanah dalam ketidakstabilan fondasi di tanah ekspansif. Pemahaman tentang zona fluktuasi air tanah sangat penting untuk desain fondasi yang tepat.
  3. Karakterisasi Geoteknik Pertama: Ini adalah pertama kalinya sifat-sifat geoteknik Giza dinilai, temuan ini dapat digunakan oleh insinyur untuk desain fondasi yang tepat.
  4. Solusi Praktis: Penelitian ini tidak hanya mengidentifikasi masalah tetapi juga memberikan solusi praktis untuk stabilisasi fondasi di tanah ekspansif.

Kesimpulan

Penelitian ini telah berhasil mengidentifikasi penyebab ketidakstabilan fondasi di komunitas Giza menggunakan teknik geofisika, geoteknik, dan hidrogeologi yang terintegrasi. Hasil investigasi geofisika mengungkapkan resistivitas rendah, lempung jenuh yang tidak kompeten mendasari fondasi di zona retak, sementara zona tanpa retak ditopang oleh pasir lempungan yang relatif lebih kompeten.

Hasil geoteknik dari zona retak mengungkapkan kandungan lempung tinggi pada tanah, yang menunjukkan plastisitas tinggi dan permeabilitas rendah yang menyebabkan drainase buruk. Zona fluktuasi air tanah ditetapkan pada 1,1-6,1m dan berada dalam lapisan lempung. Inkompeten lempung jenuh sebagai material fondasi, plastisitas tinggi, drainase buruk, dan zona fluktuasi air tanah dangkal dapat bertanggung jawab atas kegagalan geser material fondasi, yang mengakibatkan tekanan pada struktur teknik seperti bangunan dan perkerasan.

Dengan membandingkan plastisitas dan sifat geoteknik lainnya dari zona retak dengan tanah ekspansif lain yang terdokumentasi dengan baik di sekitar Palung Benue, area studi memiliki salah satu tanah ekspansif tertinggi (shale Awgu) di dalam Palung Benue. Temuan ini dapat digunakan oleh insinyur untuk desain fondasi yang tepat di area tersebut.

Sumber: Ibrahim Idris Giza, Ogbonnaya Igwe. "Assessment of Foundation Instability Using Integrated Geotechnical and Geophysical Techniques: A Case Study of Giza, Keana LGA, Nasarawa State, North Central Nigeria." American Scientific Research Journal for Engineering, Technology, and Sciences (ASRJETS) (2018) Volume 41, No 1, pp 85-108.

Selengkapnya
Penggunaan Teknik Terpadu Geoteknik dan Geofisika untuk Menilai Ketidakstabilan Fondasi: Studi Kasus Giza, Nigeria

Rekayasa Pondasi

Karakteristik Beragam Tanah Pasir dalam Teknik Fondasi: Analisis Daya Dukung untuk Desain Pondasi yang Optimal

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 23 April 2025


Penelitian yang dilakukan oleh Josef Musílek, Petr Hrubý, dan Ondrej Stopka, dosen dari Institute of Technology and Business di České Budějovice, Republik Ceko, mengeksplorasi secara mendalam karakteristik tanah pasir sebagai tanah dasar fondasi bangunan. Artikel yang berjudul "Diversity of Characteristics of Sandy Soils in Relation to Foundation Engineering" ini dipresentasikan pada World Multidisciplinary Earth Sciences Symposium (WMESS) 2016 dan diterbitkan dalam IOP Conference Series: Earth and Environmental Science. Penelitian ini memfokuskan pada analisis daya dukung tanah pasir, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan memberikan rekomendasi praktis untuk teknik fondasi.

Pendahuluan dan Klasifikasi Tanah Pasir

Tanah pasir merupakan salah satu jenis tanah non-kohesif yang memiliki karakteristik beragam dalam konteks rekayasa fondasi. Musílek dkk. menjelaskan bahwa tanah pasir didefinisikan sebagai kelompok tanah dengan ukuran butir antara 0,06 hingga 2 mm. Dalam konteks fondasi bangunan, tanah pasir dapat dibagi menjadi lima kelas berbeda, yaitu S1 hingga S5, masing-masing dengan karakteristik dan nilai daya dukung yang bervariasi.

Standar CSN 73 1001 (Standar Republik Ceko tentang Fondasi Struktur, Tanah Dasar di bawah Fondasi Dangkal) digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini untuk menilai kesesuaian tanah pasir sebagai tanah dasar fondasi. Para peneliti berfokus pada kategori geoteknik 1, yang mencakup struktur kecil dan sederhana dengan risiko yang minimal. Dalam kategori ini, penilaian desain fondasi bangunan dilakukan berdasarkan pengalaman dan survei geoteknik tanpa perlu pengujian lapangan yang mahal.

Karakteristik Daya Dukung Tanah Pasir

Daya dukung tanah pasir sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Nilai perkiraan daya dukung ditentukan berdasarkan standar CSN 73 1001 dan berlaku hingga kedalaman fondasi 1 meter. Untuk struktur yang lebih kompleks dan kedalaman fondasi yang lebih besar, pengujian di lokasi (in situ) diperlukan.

Penelitian ini menemukan bahwa nilai daya dukung tanah pasir sangat bergantung pada:

  1. Kelas tanah pasir (S1-S5)
  2. Lebar fondasi
  3. Kandungan butir halus
  4. Tingkat kepadatan tanah

Hasil analisis menunjukkan pola yang menarik dalam nilai daya dukung tanah pasir berdasarkan lebar fondasi dan kelas tanah:

Pengaruh Lebar Fondasi

Penelitian menganalisis empat lebar fondasi yang berbeda: 0,5 meter, 1 meter, 3 meter, dan 6 meter. Fondasi dengan lebar 3 meter secara konsisten menunjukkan nilai daya dukung tertinggi untuk semua kelas tanah pasir (S1-S5). Nilai maksimum daya dukung mencapai 800 kPa untuk tanah pasir bergradasi baik (S1/SW).

Untuk fondasi dengan lebar 6 meter, nilai daya dukung lebih rendah, dengan nilai tertinggi mencapai 600 kPa (75% dari nilai maksimum) untuk kelas S1. Tren penurunan nilai daya dukung berlanjut untuk lebar fondasi 1 meter, dengan nilai tertinggi 500 kPa (62,5%) untuk kelas S1, dan mencapai nilai terendah untuk lebar fondasi 0,5 meter, dengan nilai tertinggi hanya 300 kPa (37,5%) untuk kelas S1.

Data menunjukkan bahwa fondasi dengan lebar 3 meter adalah yang paling optimal dalam kaitannya dengan daya dukung untuk semua kelas tanah pasir. Secara keseluruhan, perbedaan antara nilai daya dukung tertinggi dan terendah (antara kelas S1 dan S5) mencapai 575 kPa (72%) untuk lebar fondasi 3 meter.

Pengaruh Kelas Tanah Pasir

Penelitian ini menunjukkan bahwa kelas S1 (SW, pasir bergradasi baik) memiliki nilai daya dukung tertinggi untuk semua lebar fondasi, sedangkan kelas S5 (SC, pasir lempungan) memiliki nilai daya dukung terendah. Penurunan nilai daya dukung terjadi secara bertahap dari kelas S1 hingga S5:

  • Untuk lebar fondasi 3 meter, nilai daya dukung menurun dari 800 kPa (S1) hingga 225 kPa (S5), penurunan sebesar 575 kPa (72%).
  • Penurunan terbesar terjadi antara kelas S1 (SW) dan S2 (SP), juga antara S2 (SP) dan S3 (S-F), masing-masing sekitar 200 kPa (25%).
  • Penurunan lebih kecil terjadi antara kelas S3 (S-F) dan S4 (SM) sebesar 100 kPa (12,5%), serta antara S4 (SM) dan S5 (SC) sebesar 75 kPa (9,4%).

Pola serupa juga diamati untuk lebar fondasi lainnya, meskipun dengan nilai absolut yang berbeda dan perbedaan antar kelas yang kurang signifikan.

Pengaruh Kandungan Butir Halus

Para peneliti mengidentifikasi bahwa kandungan butir halus merupakan faktor kunci yang mempengaruhi daya dukung tanah pasir. Berdasarkan kandungan butir halus, tanah pasir dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama:

  1. Kelompok dengan kandungan butir halus 0-5%: Meliputi pasir bergradasi baik (SW) dan pasir bergradasi buruk (SP). Kelompok ini memiliki kondisi paling menguntungkan dalam hal daya dukung.
  2. Kelompok dengan kandungan butir halus 5-15%: Meliputi pasir dengan campuran tanah berbutir halus (S-F). Nilai daya dukung pada kelompok ini secara signifikan lebih rendah daripada kelompok pertama, tetapi masih lebih baik daripada kelompok ketiga.
  3. Kelompok dengan kandungan butir halus 15-35%: Meliputi pasir lempungan (SC) dan pasir lanau (SM). Kelompok ini mewakili kelompok dengan daya dukung terendah dalam konteks tanah pasir.

Penelitian mencatat bahwa selain kandungan butir halus, tingkat gradasi butir pasir juga memainkan peran penting. Pasir heterogen dengan butiran berbagai ukuran (bergradasi baik) memiliki sifat yang jauh lebih baik daripada pasir bergradasi buruk (dengan ukuran butir yang seragam).

Analisis Perbandingan dan Implikasi Praktis

Studi ini memberikan wawasan berharga tentang perilaku tanah pasir sebagai tanah dasar fondasi. Beberapa temuan penting yang dapat diterapkan dalam praktik rekayasa fondasi meliputi:

  1. Optimalisasi Lebar Fondasi: Lebar fondasi 3 meter secara konsisten memberikan nilai daya dukung tertinggi untuk semua kelas tanah pasir. Namun, pemilihan lebar fondasi harus mempertimbangkan berbagai faktor lain seperti jenis struktur, beban, dan kondisi tanah spesifik.
  2. Seleksi Tanah Dasar: Bila memungkinkan, pemilihan lokasi dengan tanah pasir bergradasi baik (S1/SW) akan memberikan daya dukung yang optimal. Daerah dengan tanah pasir lempungan (S5/SC) mungkin memerlukan strategi fondasi alternatif atau perbaikan tanah.
  3. Pertimbangan Kandungan Butir Halus: Kandungan butir halus yang lebih tinggi secara signifikan mengurangi daya dukung tanah pasir. Oleh karena itu, analisis komposisi tanah menjadi penting dalam tahap perencanaan.
  4. Variabilitas dalam Perilaku Tanah: Kelas S1 (SW) menunjukkan variabilitas terbesar dalam nilai daya dukung terkait dengan lebar fondasi (perbedaan hingga 500 kPa atau 62,5% antara lebar fondasi 3 m dan 0,5 m). Sebaliknya, kelas S5 (SC) menunjukkan variabilitas terkecil (perbedaan 100 kPa atau 12,5%).

Konteks yang Lebih Luas

Penelitian ini memberikan kontribusi signifikan pada bidang teknik fondasi, terutama untuk bangunan dalam kategori geoteknik 1. Namun, penting untuk mencatat bahwa nilai-nilai yang disajikan berlaku untuk kedalaman fondasi hingga 1 meter. Untuk struktur yang lebih kompleks atau fondasi yang lebih dalam, diperlukan pengujian lapangan yang lebih ekstensif.

Pendekatan yang diambil oleh Musílek dkk. melengkapi penelitian sebelumnya oleh Mayerhof (1950, 1974), Schmertmann (1970), dan De Beer (1965, 1970) yang juga menyelidiki daya dukung tanah pasir tetapi dengan fokus yang berbeda. Penelitian ini menyediakan referensi praktis untuk para insinyur dan perencana yang bekerja dengan proyek-proyek kecil dan sederhana, memungkinkan mereka untuk membuat keputusan berdasarkan data tanpa perlu pengujian lapangan yang mahal.

Keterbatasan dan Arah Penelitian Masa Depan

Meskipun penelitian ini memberikan informasi yang berharga, terdapat beberapa keterbatasan yang perlu dipertimbangkan:

  1. Batasan Kedalaman: Nilai-nilai yang disajikan hanya berlaku untuk kedalaman fondasi hingga 1 meter, membatasi aplikasinya untuk struktur yang lebih besar dan kompleks.
  2. Fokus pada Kategori Geoteknik 1: Penelitian ini menargetkan bangunan kecil dan sederhana dengan risiko minimal, sehingga mungkin tidak sepenuhnya berlaku untuk proyek yang lebih kompleks.
  3. Kurangnya Pertimbangan Faktor Dinamis: Faktor seperti beban dinamis, pengaruh air tanah, dan efek seismik tidak dibahas secara mendalam dalam penelitian ini.

Penelitian masa depan dapat memperluas temuan ini dengan:

  • Menganalisis perilaku tanah pasir pada kedalaman yang lebih besar
  • Mempertimbangkan lebih banyak jenis beban dan kondisi tanah
  • Mengintegrasikan analisis numerik dan pemodelan komputer
  • Mengembangkan panduan yang lebih komprehensif untuk berbagai kategori geoteknik

Kesimpulan

Penelitian yang dilakukan oleh Josef Musílek, Petr Hrubý, dan Ondrej Stopka memberikan analisis mendalam tentang karakteristik tanah pasir dalam konteks rekayasa fondasi. Temuan utama penelitian menunjukkan bahwa daya dukung tanah pasir sangat dipengaruhi oleh kelas tanah, lebar fondasi, dan kandungan butir halus.

Pasir bergradasi baik (S1/SW) dengan lebar fondasi 3 meter menunjukkan nilai daya dukung tertinggi hingga 800 kPa, sementara pasir lempungan (S5/SC) dengan lebar fondasi 0,5 meter menunjukkan nilai terendah 125 kPa. Penurunan signifikan dalam daya dukung terjadi dengan peningkatan kandungan butir halus, yang membagi tanah pasir menjadi tiga kelompok utama berdasarkan persentase butir halus (0-5%, 5-15%, dan 15-35%).

Penelitian ini menyediakan dasar yang kuat untuk pengambilan keputusan dalam rekayasa fondasi, terutama untuk bangunan kecil dan sederhana dalam kategori geoteknik 1. Dengan memahami karakteristik beragam tanah pasir, para insinyur dan perencana dapat mengoptimalkan desain fondasi, meningkatkan keamanan, dan mengurangi biaya konstruksi.

Sumber: Musílek, J., Hrubý, P., & Stopka, O. (2016). Diversity of Characteristics of Sandy Soils in Relation to Foundation Engineering. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 44, 022017.

Selengkapnya
Karakteristik Beragam Tanah Pasir dalam Teknik Fondasi: Analisis Daya Dukung untuk Desain Pondasi yang Optimal

Rekayasa Pondasi

Studi menyajikan simulasi numerik kerentanan likuifaksi tanah berinteraksi dengan tiang tunggal, memberikan wawasan penting untuk desain fondasi tahan gempa dalam wilayah seismik.

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 23 April 2025


Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Asaadi dan Mohammad Sharifipour, dosen dari Departemen Teknik Sipil Universitas Razi, Iran, hadir sebagai kontribusi penting dalam upaya memahami fenomena likuifaksi tanah dan interaksinya dengan fondasi tiang tunggal. Artikel berjudul "Numerical simulation of liquefaction susceptibility of soil interacting by single pile" yang diterbitkan pada Juni 2015 di International Journal of Mining and Geo-Engineering (IJMGE) ini menyajikan analisis mendalam tentang perilaku dinamis sistem tanah-tiang selama gempa bumi dengan fokus khusus pada kerentanan terhadap likuifaksi.

Latar Belakang dan Signifikansi Penelitian

Likuifaksi tanah telah lama dikenal sebagai salah satu penyebab utama kegagalan struktur selama gempa bumi besar. Catatan sejarah dari berbagai gempa bumi signifikan seperti Niigata (1964), Loma-Prieta (1989), Kobe (1995), dan Tohoku (2011) menunjukkan bahwa likuifaksi menyebabkan kerusakan parah pada banyak struktur yang didukung oleh fondasi tiang. Mengingat konsekuensi serius dari fenomena ini, kemampuan untuk memprediksi potensi ketidakstabilan yang disebabkan oleh peningkatan tekanan air pori menjadi pertimbangan penting dalam desain fondasi dalam yang tahan terhadap gempa.

Asaadi dan Sharifipour menekankan bahwa pengalaman lapangan dari gempa bumi masa lalu mengindikasikan bahwa likuifaksi umumnya terjadi pada kedalaman kurang dari 15 meter. Pemahaman tentang batasan kedalaman ini menjadi dasar untuk parameter model yang digunakan dalam penelitian mereka.

Metodologi dan Pendekatan Numerik

Penelitian ini menggunakan pendekatan simulasi numerik melalui metode elemen hingga dengan program FLAC2D. Para peneliti mengembangkan model dua dimensi dengan menggunakan konstitutif Mohr-Coulomb elastoplastis nonlinear untuk mewakili perilaku tanah dan elemen elastis linear untuk tiang beton.

Geometri model terdiri dari 600 zona dalam 12 baris dan 50 kolom dengan dimensi 60 m secara lateral dan 15 m secara vertikal. Tiang dimodelkan dengan 12 elemen dengan tiga derajat kebebasan (dua perpindahan dan satu rotasi) pada setiap node, dan ditetapkan pada bagian bawah dalam kedua arah translasi dan rotasi untuk mensimulasikan tiang ujung tetap.

Salah satu aspek penting dari penelitian ini adalah pemodelan interaksi tanah-tiang melalui elemen antarmuka yang tersedia dalam perangkat lunak FLAC2D. Elemen-elemen ini dimodelkan melalui pegas penghubung geser dan normal, yang dipilih sekitar sepuluh kali kekakuan ekuivalen dari zona tetangga yang paling kaku.

Untuk mensimulasikan likuifaksi, peneliti menggunakan model Finn yang tersedia di FLAC2D, yang menggabungkan persamaan empiris Byrne (1991) ke dalam model plastisitas Mohr-Coulomb standar. Model ini memungkinkan perhitungan tekanan air pori berlebih selama pembebanan gempa dengan mengukur regangan volumetrik yang tidak dapat dipulihkan.

Parameter Studi dan Variasi Model

Penelitian ini mempertimbangkan tiga jenis tanah dengan kepadatan relatif berbeda:

  • Pasir lepas (Dr = 35%)
  • Pasir semi-padat (Dr = 55%)
  • Pasir padat (Dr = 75%)

Selain itu, tiga riwayat waktu gempa bumi yang tercatat dengan frekuensi predominan berbeda diterapkan pada dasar model:

  • Gempa Kocaeli (Turki) dengan frekuensi predominan 0,29 Hz
  • Gempa Kobe (Jepang) dengan frekuensi predominan 0,95 Hz
  • Gempa Bam (Iran) dengan frekuensi predominan 4,1 Hz

Setiap riwayat waktu percepatan gempa bumi diskalakan sebagai 0,2g dan 0,4g untuk nilai percepatan puncak, memungkinkan analisis pengaruh intensitas gempa.

Temuan Utama

1. Pengaruh Kepadatan Relatif Tanah

Hasil simulasi menunjukkan bahwa kerentanan likuifaksi tanah menurun dengan kedalaman seiring dengan peningkatan kepadatan relatif tanah. Untuk semua kasus, ditemukan bahwa kerentanan likuifaksi pada kedalaman rendah lebih tinggi dibandingkan dengan kedalaman tinggi. Ketika kepadatan tanah meningkat, wilayah yang mengalami likuifaksi bergeser ke permukaan.

Temuan penting lainnya adalah bahwa tanah di sekitar tiang mengalami tekanan air pori berlebih yang lebih rendah, yang merupakan hasil dari deformasi geser yang lebih kecil karena efek perkuatan dari fondasi tiang. Di dekat tiang, jumlah maksimum rasio tekanan pori berlebih (Ru) kurang dari 0,95 dalam semua kasus, menunjukkan bahwa likuifaksi tanah secara teoritis tidak terjadi di sekitar tiang.

2. Pengaruh Amplitudo Maksimum Gempa

Gempa Kobe dengan dua amplitudo maksimum berbeda (PGA = 0,2g dan 0,4g) digunakan untuk menganalisis efek percepatan puncak gempa. Hasil menunjukkan bahwa tanah mengalami likuifaksi untuk kedua nilai amplitudo maksimum, tetapi inisiasi likuifaksi lebih cepat untuk PGA = 0,4g.

Perpindahan horizontal pada kepala tiang dan sejarah waktu penurunan tanah di sekitar tiang juga dianalisis. Seperti yang diharapkan, dengan meningkatnya amplitudo maksimum gempa, deformasi meningkat baik secara horizontal maupun vertikal. Perpindahan horizontal maksimum pada kepala tiang adalah 34 mm untuk PGA = 0,2g dan 44 mm untuk PGA = 0,4g (nilai puncak absolut). Penurunan tanah di sekitar tiang setelah goncangan adalah 13 mm (untuk PGA = 0,2g) dan 15 mm (untuk PGA = 0,4g), yang secara signifikan lebih kecil daripada nilai-nilai untuk lapangan bebas, masing-masing 80 dan 100 mm.

3. Pengaruh Frekuensi Predominan Gempa

Tiga riwayat waktu gempa bumi yang berbeda (Kocaeli, Kobe, dan Bam) dengan frekuensi predominan berbeda (0,29, 0,95, dan 4,1 Hz) diterapkan pada model untuk mempertimbangkan efek konten frekuensi.

Hasil menunjukkan bahwa kerentanan likuifaksi tanah untuk kedua area, di dekat tiang dan lapangan bebas, menurun ketika nilai frekuensi predominan gempa meningkat, dan tingkat disipasi meningkat dengan peningkatan frekuensi. Waktu utama di mana perubahan utama dalam tekanan air pori dimulai tidak berkorelasi dengan frekuensi predominan gempa, tetapi sepenuhnya bergantung pada peningkatan pertama dalam amplitudo gempa.

Hasil perhitungan juga menunjukkan bahwa frekuensi yang lebih rendah menyebabkan deformasi yang lebih besar baik secara horizontal maupun vertikal. Perpindahan horizontal maksimum kepala tiang dan penurunan maksimum tanah di sekitarnya terjadi pada gempa Kocaeli dan masing-masing sama dengan 170 mm dan 24 mm (nilai puncak absolut).

Implikasi untuk Desain Fondasi Tahan Gempa

Temuan dari studi ini memiliki implikasi penting untuk desain fondasi dalam yang tahan terhadap gempa, terutama di daerah dengan potensi likuifaksi tinggi. Beberapa implikasi utama meliputi:

  1. Efek Perkuatan Tiang: Hasil simulasi menunjukkan bahwa kehadiran tiang dapat mengurangi potensi likuifaksi di sekitar tiang. Ini menunjukkan bahwa fondasi tiang dapat memberikan beberapa perlindungan terhadap likuifaksi dengan mencegah deformasi geser besar melalui perkuatan tanah.
  2. Pertimbangan Kedalaman: Karena likuifaksi lebih mungkin terjadi pada kedalaman yang lebih rendah, insinyur harus memberikan perhatian khusus pada lapisan tanah dangkal saat mendesain fondasi tiang di daerah rawan gempa.
  3. Pemilihan Parameter Gempa: Amplitudo dan frekuensi gempa memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku sistem tanah-tiang. Insinyur harus mempertimbangkan karakteristik gempa bumi lokal saat mengevaluasi kerentanan likuifaksi dan mendesain fondasi tahan gempa.
  4. Reduksi Penurunan: Fondasi tiang dapat secara signifikan mengurangi penurunan tanah selama gempa bumi, yang merupakan pertimbangan penting untuk stabilitas struktur.

Keterbatasan dan Arah Penelitian Masa Depan

Meskipun studi ini memberikan wawasan berharga tentang kerentanan likuifaksi tanah yang berinteraksi dengan tiang tunggal, beberapa keterbatasan perlu diakui:

  1. Model ini menggunakan simulasi dua dimensi, yang mungkin tidak sepenuhnya menangkap perilaku tiga dimensi kompleks dari sistem tanah-tiang selama gempa bumi.
  2. Studi ini tidak menemukan hubungan yang signifikan antara frekuensi predominan gempa dan deformasi objektif, yang mungkin disebabkan oleh karakteristik seismik lain seperti intensitas Arias atau durasi signifikan. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menyelidiki hubungan ini.
  3. Model tidak mempertimbangkan efek dari kelompok tiang atau struktur atas, yang dapat mempengaruhi respons dinamis sistem secara keseluruhan.

Arah penelitian masa depan dapat mencakup:

  • Pengembangan model tiga dimensi untuk simulasi yang lebih realistis
  • Penyelidikan pengaruh karakteristik seismik lainnya seperti intensitas Arias atau durasi signifikan
  • Analisis respons kelompok tiang dan interaksinya dengan struktur atas
  • Validasi model numerik dengan pengujian laboratorium atau data lapangan

Kesimpulan

Studi yang dilakukan oleh Asaadi dan Sharifipour memberikan kontribusi signifikan untuk pemahaman kita tentang kerentanan likuifaksi tanah yang berinteraksi dengan tiang tunggal selama gempa bumi. Melalui serangkaian simulasi numerik, mereka menunjukkan bahwa kerentanan likuifaksi tanah dipengaruhi oleh kepadatan relatif tanah, amplitudo maksimum gempa, dan frekuensi predominan gempa.

Secara khusus, mereka menemukan bahwa tiang dapat secara efektif mengurangi potensi likuifaksi di sekitarnya dengan mencegah deformasi geser besar melalui perkuatan tanah. Hasil ini memiliki implikasi praktis untuk desain fondasi dalam yang tahan terhadap gempa, terutama di daerah dengan potensi likuifaksi tinggi.

Meskipun model numerik yang digunakan dalam studi ini memiliki beberapa keterbatasan, pendekatan yang digunakan memberikan dasar yang kuat untuk penelitian lebih lanjut tentang interaksi kompleks antara tanah yang mengalami likuifaksi dan fondasi tiang selama gempa bumi.

Dengan meningkatnya frekuensi dan intensitas peristiwa seismik di seluruh dunia, penelitian semacam ini menjadi semakin penting untuk pengembangan pedoman desain yang lebih baik untuk infrastruktur tahan gempa, yang pada akhirnya dapat membantu mengurangi kerugian akibat gempa bumi di masa depan.

Sumber: Asaadi, A., & Sharifipour, M. (2015). Numerical simulation of liquefaction susceptibility of soil interacting by single pile. International Journal of Mining and Geo-Engineering, 49(1), 47-56.

Selengkapnya
Studi menyajikan simulasi numerik kerentanan likuifaksi tanah berinteraksi dengan tiang tunggal, memberikan wawasan penting untuk desain fondasi tahan gempa dalam wilayah seismik.

Rekayasa Pondasi

Peran Teknik Geoteknik dalam Mewujudkan Kota Berkelanjutan dan Tangguh: Studi Kasus dan Analisis Mendalam

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 23 April 2025


Teknik geoteknik memegang peranan krusial dalam perencanaan dan pembangunan kota yang berkelanjutan serta tangguh terhadap berbagai tantangan lingkungan dan geologi. Paper oleh S.M. Haeri dari Sharif University of Technology ini mengupas secara mendalam bagaimana penerapan teknik geoteknik dapat menjamin stabilitas dan keamanan berbagai proyek pembangunan, mulai dari gedung, jalan, hingga infrastruktur bawah tanah, terutama di daerah rawan bencana dan kondisi tanah bermasalah.

Pentingnya Teknik Geoteknik dalam Pembangunan Kota

Sebelum melakukan pembangunan, sangat penting untuk menjawab beberapa pertanyaan mendasar terkait kondisi tanah, seperti apakah tanah mampu menahan beban konstruksi, apakah perpindahan tanah yang terjadi dapat diterima, dan bagaimana pengaruhnya terhadap lingkungan sekitar. Tanpa investigasi geoteknik yang tepat, pembangunan yang berkelanjutan dan tahan bencana tidak dapat dicapai.

Jenis Tanah Bermasalah dan Dampaknya

Paper ini mengidentifikasi berbagai jenis tanah bermasalah yang sering ditemui, seperti:

  • Tanah mengembang (swelling soils): Menyebabkan tekanan angkat pada fondasi dan kerusakan struktur akibat pergerakan tanah yang tidak merata.
  • Tanah kolapsibel (collapsible soils): Contohnya tanah loess di Gorgan, Iran, yang mengalami penurunan tiba-tiba saat terkena air, menyebabkan kerusakan berat pada bangunan.
  • Tanah lunak dan lempung cepat (soft or quick clays): Menimbulkan penurunan tanah jangka panjang yang dapat merusak struktur.

Studi kasus yang dilakukan di Gorgan menunjukkan bahwa tanah loess memiliki struktur berpori besar dan rapuh yang mudah runtuh saat terpapar air, berdasarkan uji double oedometer yang menunjukkan besarnya penurunan tanah akibat pembasahan.

Stabilitas Lereng dan Risiko Longsor

Lereng yang tidak stabil menjadi ancaman serius, terutama di daerah perbukitan dan pegunungan. Longsor dapat dipicu oleh hujan lebat atau gempa bumi, seperti yang terjadi di Pakistan, Brasil, dan Jepang. Contoh nyata di Iran adalah longsor yang terjadi di jalan bebas hambatan Tehran-Chalus akibat penggalian yang tidak didukung studi geoteknik memadai, menyebabkan kerusakan infrastruktur dan gangguan lalu lintas.

Tantangan Ekskavasi Dalam Kota

Ekskavasi dalam untuk pembangunan gedung bertingkat tinggi di kawasan padat penduduk menghadirkan risiko besar, seperti kerusakan dinding penahan, gangguan pada bangunan sekitar, dan perubahan rezim air tanah. Proyek Tuba di Tehran menjadi contoh sukses di mana kedalaman ekskavasi mencapai 28,5 meter dengan pengawasan ketat dan desain penahan tanah yang cermat menggunakan tiang beton kontinyu dan sistem tieback untuk menahan deformasi bangunan sekitar.

Implikasi dan Rekomendasi

  • Kebutuhan studi geoteknik komprehensif: Tanpa investigasi dan desain yang tepat, risiko kegagalan konstruksi dan kerusakan lingkungan meningkat drastis.
  • Penggunaan teknologi monitoring: Pengawasan deformasi dan kondisi tanah secara real-time sangat penting untuk memastikan keamanan proyek.
  • Perencanaan mitigasi risiko: Di daerah rawan gempa dan tanah bermasalah, solusi teknis seperti perkuatan tanah dan desain fondasi khusus harus diterapkan.

Hubungan dengan Tren Industri dan Penelitian Lain

Penelitian ini sangat relevan dengan tren global pembangunan kota pintar dan berkelanjutan yang menekankan ketahanan terhadap bencana alam. Integrasi teknik geoteknik dengan teknologi digital dan sensor monitoring menjadi kunci dalam mengoptimalkan keamanan dan efisiensi pembangunan perkotaan masa depan. Selain itu, pendekatan ini sejalan dengan prinsip green engineering yang mengutamakan keberlanjutan lingkungan.

Kesimpulan

Paper ini menegaskan bahwa teknik geoteknik bukan hanya aspek teknis, melainkan pilar utama dalam mewujudkan kota yang berkelanjutan dan tahan bencana. Studi kasus nyata dan data eksperimen yang disajikan memperlihatkan bagaimana pendekatan ilmiah dan rekayasa yang tepat dapat mengatasi tantangan tanah bermasalah, stabilitas lereng, dan ekskavasi dalam kota. Dengan demikian, penerapan geoteknik yang matang harus menjadi bagian integral dari setiap proyek pembangunan perkotaan modern.

Sumber: Haeri, S.M. "The role of geotechnical engineering in sustainable and resilient cities," Scientia Iranica, Transactions A: Civil Engineering, Sharif University of Technology, 2016.

Selengkapnya
Peran Teknik Geoteknik dalam Mewujudkan Kota Berkelanjutan dan Tangguh: Studi Kasus dan Analisis Mendalam

Rekayasa Pondasi

Rekayasa Geoteknik: Fondasi Keilmuan untuk Infrastruktur Modern yang Kokoh

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 23 April 2025


Rekayasa geoteknik merupakan pilar utama dalam bidang teknik sipil yang membahas penggunaan material bumi (tanah dan batuan) untuk kepentingan konstruksi dan infrastruktur. Berbeda dengan cabang teknik sipil lainnya, rekayasa geoteknik memerlukan pemahaman mendalam tentang perilaku kompleks tanah yang bervariasi secara geografis. Artikel oleh Robbins, Stephens, dan Marcuson III menyajikan pandangan komprehensif tentang bidang ini, mulai dari sejarah, karakterisasi lokasi, hingga aplikasi desain dan tren masa depan.

Sejarah Singkat Rekayasa Geoteknik

Rekayasa geoteknik modern seperti yang kita kenal sekarang baru berkembang sekitar satu abad yang lalu, meskipun praktik rekayasa tanah sederhana telah dilakukan sejak zaman kuno. Tanggul dan bendungan dibangun di sepanjang sungai Nil, Tigris dan Eufrat, Kuning, dan Indus untuk melindungi pemukiman dari banjir dan mengairi tanaman. Namun, hingga sekitar tahun 1700, rekayasa geoteknik masih bersifat empiris tanpa landasan ilmiah yang kuat.

Kemajuan signifikan dalam rekayasa geoteknik dimulai pada 1800-an dan awal 1900-an. Rankine mempublikasikan karyanya tentang stabilitas tanah longgar pada tahun 1857. Karl Terzaghi, yang dikenal sebagai "Bapak Mekanika Tanah", menerbitkan karyanya tentang konsolidasi dan kuat geser sekitar tahun 1925. Konferensi internasional pertama tentang mekanika tanah dan rekayasa fondasi diselenggarakan di Universitas Harvard pada tahun 1936, menandai awal era modern rekayasa geoteknik.

Karakterisasi Lokasi: Langkah Awal yang Krusial

Sebelum memulai desain, pemahaman mendalam tentang kondisi lokasi sangat penting. Pendekatan bertahap dalam investigasi geoteknik meliputi:

  1. Studi literatur dan rekognisi lokasi - Mengumpulkan data geologi dan tanah yang tersedia
  2. Investigasi lokasi pendahuluan - Mengidentifikasi kedalaman, ketebalan, dan komposisi tanah secara umum
  3. Investigasi lokasi detail - Menyediakan data kuantitatif dari pengukuran
  4. Monitoring berkelanjutan - Verifikasi kondisi lokasi dan desain proyek

Pengujian In-Situ

Beberapa pengujian dapat dilakukan langsung di lokasi untuk mengukur sifat tanah tanpa perlu mengambil sampel. Contohnya termasuk Standard Penetration Test (SPT), Cone Penetration Test (CPT), uji geser baling-baling lapangan, dilatometer, pressure meter, dan uji pemompaan sumur. CPT sangat berguna karena memberikan pengukuran kontinyu dengan kedalaman secara cepat, berbeda dengan pengambilan sampel pada kedalaman tertentu menggunakan teknik pengeboran lain.

Pengeboran dan Pengambilan Sampel

Pengeboran memungkinkan identifikasi visual dan klasifikasi tanah di lokasi. Teknologi yang umum digunakan adalah rotary wash dan hollow-stem augers. Sampel yang dikumpulkan umumnya diklasifikasikan sebagai terganggu dan tidak terganggu. Standard Penetration Test (SPT) adalah metode umum untuk mengumpulkan sampel terganggu sekaligus memberikan pengukuran kekuatan dan kepadatan tanah di tempat.

Penentuan Sifat Tanah

Sifat tanah yang penting untuk rekayasa geoteknik meliputi konduktivitas hidrolik, angka pori, densitas, derajat kejenuhan, berat jenis, ukuran partikel tanah, dan kadar air. Sistem klasifikasi yang umum digunakan adalah Unified Soil Classification System (USCS) dan American Association of State Highway and Transportation Officials (AASHTO) Soil Classification System.

Desain dalam Rekayasa Geoteknik

Setelah karakterisasi lokasi yang menyeluruh, insinyur geoteknik harus merancang pekerjaan rekayasa yang dapat diandalkan dalam berbagai kondisi. Kriteria desain untuk aspek geoteknik proyek rekayasa biasanya berfokus pada pengendalian deformasi tanah yang berlebihan dan/atau aliran air melalui tanah.

Fondasi

Fondasi merupakan komponen integral dari semua proyek teknik sipil. Dari perspektif desain, masalah utama adalah mengendalikan deformasi tanah. Fondasi harus menunjukkan deformasi yang dapat diterima (baik vertikal maupun horizontal) di bawah beban desain tertentu. Fondasi struktur dapat dibagi menjadi dua kategori utama: fondasi dangkal dan fondasi dalam.

Fondasi Dangkal

Fondasi dangkal mengacu pada semua fondasi yang ditempatkan pada kedalaman terbatas dari permukaan tanah. Fondasi dangkal harus dirancang agar: (i) aman terhadap kegagalan geser keseluruhan, dan (ii) dapat menahan beban desainnya tanpa menunjukkan perpindahan yang berlebihan.

Untuk memastikan keamanan terhadap kegagalan geser keseluruhan, beban fondasi tidak boleh melebihi kapasitas dukung ultimit tanah (q₁). Persamaan umum untuk memprediksi kapasitas dukung ultimit fondasi dangkal terdiri dari kombinasi faktor teoretis dan empiris:

q₁ = c'NₛFₛₓFₛₙFₛᵢ + q₀NₑFₑₓFₑₙFₑᵢ + 0.5γBNᵧFᵧₓFᵧₙFᵧᵢ

Faktor-faktor bentuk, kedalaman, dan kemiringan beban ditentukan dari hubungan empiris. Kapasitas dukung yang diizinkan (qₐₗₗ) diperoleh dengan membagi kapasitas dukung ultimit dengan faktor keamanan (biasanya > 3).

Penurunan fondasi dangkal terdiri dari penurunan elastis yang hampir seketika dan penurunan konsolidasi yang terjadi secara bertahap karena air diperas keluar dari tanah di bawah beban baru. Total penurunan adalah jumlah dari penurunan elastis dan konsolidasi.

Fondasi Dalam

Fondasi dalam biasanya mengacu pada fondasi tiang pancang atau tiang bor. Keduanya mahal untuk dipasang tetapi seringkali diperlukan untuk memperoleh kapasitas beban yang diperlukan, memberikan ketahanan horizontal yang besar, atau memastikan fondasi melewati lapisan tanah lemah.

Kapasitas tiang ultimit (Q₁) terdiri dari tahanan ujung tiang (Qₚ) dan gesekan kulit tiang (Qₛ). Kapasitas tiang yang diizinkan diperoleh dengan membagi kapasitas ultimit dengan faktor keamanan yang biasanya berkisar antara 2,5 hingga 4,0 tergantung pada ketidakpastian perhitungan.

Lereng dan Tanggul

Kegagalan lereng, baik pada tanggul buatan manusia maupun lereng alami, menimbulkan bahaya signifikan bagi aktivitas manusia. Untuk menilai stabilitas lereng dan tanggul, bidang kegagalan terlemah dalam lereng harus diidentifikasi. Stabilitas lereng sering dievaluasi menggunakan teknik kesetimbangan batas yang menilai kesetimbangan gaya dan/atau momen dari berbagai massa kegagalan.

Bendungan dan Tanggul

Meskipun bendungan tanah dan tanggul mungkin terlihat seperti tanggul jalan raya, keduanya sangat berbeda karena harus menahan air untuk jangka waktu yang lama. Kehadiran air yang lama pada tipe tanggul ini dapat menyebabkan erosi. Sekitar separuh dari kegagalan bendungan tanah historis disebabkan oleh overtopping; separuh lainnya disebabkan oleh erosi internal.

Untuk mencegah erosi internal tanggul, perlu disediakan filter dan drainase di bagian bendungan. Filter dan drainase mencegah material tererosi sambil menyalurkan rembesan dan/atau kebocoran keluar dari bendungan dengan cara yang aman dan terkendali.

Dinding Penahan

Dinding penahan berfungsi menahan tanah di belakangnya tetap di tempatnya ketika tidak ada ruang yang cukup untuk membuat lereng yang stabil. Beberapa jenis dinding penahan meliputi dinding gravitasi, dinding tiang pancang, dinding kantilever, dan dinding jangkar.

Dinding penahan harus dirancang dengan mempertimbangkan mode kegagalan berikut:

  1. Kegagalan kapasitas dukung
  2. Kegagalan geser lateral
  3. Kegagalan rotasi dinding
  4. Stabilitas global

Tekanan tanah aktif (σₐ') yang bekerja pada dinding dapat dihitung sebagai σₐ' = σ₀'Kₐ - 2c'√Kₐ, di mana σ₀' adalah tegangan efektif vertikal, Kₐ adalah koefisien tekanan tanah aktif, dan c' adalah kohesi efektif tanah.

Pengeringan (Dewatering)

Dalam kasus di mana struktur akan ditempatkan jauh di bawah muka air tanah, perlu dilakukan pengeringan di lokasi konstruksi. Sumur titik (well points) biasanya dipasang untuk memompa air tanah keluar, menghasilkan penurunan lokal muka air tanah.

Terowongan, Struktur Lepas Pantai, dan Dinamika Tanah

Artikel ini juga membahas berbagai aspek lain dari rekayasa geoteknik, termasuk:

  • Terowongan: Insinyur geoteknik harus mengendalikan tingkat air tanah di terowongan sambil meminimalkan deformasi yang dihasilkan dari menciptakan ruang kosong dalam di bumi.
  • Struktur Lepas Pantai: Rekayasa geoteknik lepas pantai memiliki perbedaan signifikan dengan rekayasa daratan, termasuk klien dan badan regulasi yang berbeda, struktur yang lebih besar, biaya perbaikan tanah yang lebih mahal, dan beban lingkungan yang lebih tinggi.
  • Dinamika Tanah: Tiga subset rekayasa geoteknik yang melibatkan beban dinamis adalah jalan dan jalan raya, masalah pembebanan gempa, dan getaran mesin.

Longsoran Batu dan Tanah

Longsoran batu sering terjadi di sepanjang koridor transportasi di mana potongan dalam telah dibuat pada lereng batuan. Longsoran tanah sering terjadi di dekat perubahan antropogenik dalam lanskap. Dari 2004 hingga 2010, 2620 longsoran fatal terjadi di seluruh dunia menyebabkan total 32.322 korban jiwa (Petley, 2012).

Perbaikan Tanah

Perbaikan tanah didefinisikan sebagai perubahan tanah fondasi lokasi atau struktur tanah proyek untuk memberikan kinerja yang lebih baik dalam kondisi pembebanan desain dan/atau operasional. Beberapa teknologi perbaikan tanah yang umum digunakan termasuk pemadatan dinamik dalam, pemadatan vibro, dan pencampuran tanah dalam.

Konstruksi dan Pengendalian Kualitas

Selama konstruksi, perlu dilakukan validasi asumsi desain melalui observasi, pengukuran, dan pengujian. Ini meliputi:

  • Inspeksi Fondasi: Memastikan material yang ada sesuai dengan yang diharapkan.
  • Pengendalian Pekerjaan Tanah: Memastikan material pengisi yang benar ditempatkan dengan kadar air dan kepadatan yang tepat.
  • Pengendalian Erosi dan Drainase: Mencegah erosi tanah yang terekspos dan masalah lingkungan terkait.

Arah Masa Depan

Artikel ini menutup dengan diskusi tentang arah masa depan rekayasa geoteknik, termasuk pendidikan dan teknologi:

Pendidikan

Saat ini, persyaratan tingkat masuk pendidikan untuk insinyur geoteknik adalah gelar Master (MS). Para penulis mendorong Dewan Registrasi negara bagian untuk bergerak ke arah registrasi spesialisasi, yang memerlukan gelar MS bersama dengan pengalaman sebelum menjadi insinyur geoteknik terdaftar.

Teknologi

Teknologi komputer modern telah menambah nilai bagi insinyur geoteknik, memungkinkan visualisasi kondisi bawah permukaan dalam dua dan tiga dimensi. Kemajuan masa depan dalam kemampuan komputasi dan visualisasi akan mengubah dan meningkatkan praktik rekayasa geoteknik lebih lanjut, termasuk visualisasi 3-D kondisi bawah permukaan, penggunaan "big data" dalam geoteknik, penerapan algoritma pembelajaran mesin, dan analisis otomatis ketidakpastian dan risiko.

Kesimpulan

Rekayasa geoteknik adalah sub-disiplin teknik sipil yang mengandalkan aplikasi penilaian rekayasa secara terus-menerus. Penilaian ini dapat dikembangkan dengan baik melalui studi cermat tentang keberhasilan dan kegagalan masa lalu, serta pengalaman bertahun-tahun. Melalui pendidikan berkelanjutan dan bimbingan, pengalaman diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, mengarah pada kemajuan berkelanjutan profesi ini.

Sebagai komponen kritis dari hampir semua upaya terkait infrastruktur, rekayasa geoteknik memainkan peran penting dalam setiap proyek konstruksi. Seorang insinyur geoteknik yang baik harus memahami prinsip-prinsip dasar tanah, memiliki keahlian dalam karakterisasi lokasi, dan mampu menerapkan prinsip-prinsip desain untuk berbagai aplikasi, sambil tetap mempertimbangkan konstruktivitas dan tren masa depan dalam praktek.

Sumber: Robbins, B.A., Stephens, I.J., and Marcuson III, W.F. (2020). Geotechnical Engineering. Earth Systems and Environmental Sciences.

Selengkapnya
Rekayasa Geoteknik: Fondasi Keilmuan untuk Infrastruktur Modern yang Kokoh

Rekayasa Pondasi

Inovasi Analisis Risiko di Industri Lepas Pantai: Pendekatan Bayesian Network untuk Keandalan Sistem

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 23 April 2025


 Latar Belakang dan Signifikansi Penelitian 

Industri lepas pantai, khususnya dalam eksplorasi minyak dan gas, menghadapi risiko tinggi seperti kebocoran, kebakaran, dan ledakan. Penelitian oleh Samir Massoud Deyab (2017) berfokus pada analisis risiko komponen proses lepas pantai dengan menggunakan Bayesian Network (BN) untuk mengatasi keterbatasan metode konvensional seperti Bow-Tie (BT). Studi ini menawarkan solusi inovatif untuk menangani ketidakpastian data dan ketergantungan antar faktor penyebab kegagalan, yang sering diabaikan dalam analisis tradisional. 

 Metodologi dan Studi Kasus 

Penelitian ini menggabungkan dua pendekatan utama: 

1. Analisis Sensitivitas untuk Kompresor dan Heat Exchanger: 

   - Menggunakan Bayesian Network untuk memodelkan ketergantungan antar penyebab kegagalan. 

   - Hasil Kunci: 

     - Probabilitas kegagalan kompresor meningkat dari 5×10⁻³ menjadi 7.32×10⁻³ (naik 46%) saat ketergantungan antar faktor dipertimbangkan. 

     - Probabilitas kegagalan heat exchanger naik dari 4×10⁻³ menjadi 7.32×10⁻³ (naik 75%). 

2. Pemetaan Bow-Tie ke Bayesian Network: 

   - Studi kasus kebocoran pipa bawah laut dengan tiga logika: OR, Noisy-OR, dan Leaky Noisy-OR. 

   - Temuan Penting: 

     - Probabilitas kebocoran pipa: 1.43×10⁻² (OR), 3.75×10⁻³ (Noisy-OR), dan 5.12×10⁻² (Leaky Noisy-OR). 

     - Seabed soil erosion dan seabed movement adalah penyebab paling kritis, dengan peningkatan probabilitas hingga 85.78% dan 76.11%. 

 Analisis dan Nilai Tambah 

1. Kelebihan Bayesian Network: 

   - Mampu menangani ketidakpastian data dan ketergantungan kompleks antar faktor. 

   - Noisy-OR dan Leaky Noisy-OR memungkinkan analisis risiko dengan data terbatas. 

2. Kritik terhadap Metode Konvensional: 

   - Bow-Tie dinilai statis dan tidak mampu memodelkan evolusi skenario risiko secara dinamis. 

3. Aplikasi Industri: 

   - Cocok untuk pemantauan real-time menggunakan IoT

   - Studi kasus kebocoran pipa bawah laut relevan untuk proyek di wilayah dengan geologi kompleks, seperti Laut Utara atau Teluk Meksiko. 

 Kesimpulan dan Rekomendasi 

- BN terbukti lebih unggul dalam akurasi dan fleksibilitas dibanding metode tradisional. 

- Rekomendasi: 

  - Integrasi BN dengan data real-time untuk pemantauan terus-menerus. 

  - Pelatihan ahli untuk mengisi CPT (Conditional Probability Tables) dengan presisi tinggi. 

Sumber : Deyab, S.M. (2017). Failure Modeling and Analysis of Offshore Process Components. Tesis Master, Memorial University of Newfoundland. 

Selengkapnya
Inovasi Analisis Risiko di Industri Lepas Pantai: Pendekatan Bayesian Network untuk Keandalan Sistem
page 1 of 4 Next Last »