Normalisasi Sungai

Sistem Pompa Sungai Bendung: Solusi Teknis untuk Banjir Kronis Palembang

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 27 Mei 2025


Ketika Saluran Tak Mampu Lagi, Saatnya Air Dipompa Keluar

Banjir di kota besar seperti Palembang bukan hanya bencana musiman—ia adalah masalah struktural yang meresap ke akar tata ruang, sistem drainase, dan topografi perkotaan. Salah satu daerah paling terdampak di kota ini adalah kawasan Sungai Bendung, anak Sungai Musi yang mengalami banjir tahunan akibat kombinasi hujan lokal dan aliran balik (terpencil) dari Sungai Musi.

Dalam konteks tersebut, penelitian Apriadi dkk. (2021) menghadirkan solusi teknis berbasis sistem pompa dan normalisasi saluran sungai . Pendekatan ini bukan hanya reaktif, tetapi mencakup analisis berbasis numerik untuk menemukan kombinasi infrastruktur yang paling efektif.

Apa Masalah Utamanya?

Sungai Bendung membentang sepanjang 5,4 km dengan daerah aliran sungai (DAS) seluas 15,4 km² dan berada di dataran rendah (+2 m hingga +18 m dari permukaan laut). Topografi datar membuat aliran lambat, ditambah sedimentasi yang menyaring bagian sungai. Namun, persoalan utamanya justru datang dari hilir: backwater dari Sungai Musi menyebabkan udara tak bisa mengalir keluar ketika permukaan Musi naik.

Akibatnya, saat hujan deras datang, air tak hanya sulit mengalir ke Musi, tapi justru terdorong kembali ke dalam kota. Dampaknya? Banjir dengan tinggi muka air mencapai lebih dari 1,3 meter dan durasi konsentrasi lebih dari 19 jam di beberapa titik.

Solusi yang Ditawarkan: Sistem Pompa Terintegrasi

Penelitian ini mengkaji empat alternatif penanganan banjir melalui simulasi dengan perangkat lunak MIKE 11 (1D) dan MIKE Flood (2D), yaitu:

  1. Alternatif 1: 6 pompa di hilir Sungai Bendung.
  2. Alternatif 2: 6 pompa di hilir + 2 pompa di hulu (udik).
  3. Alternatif 3: 6 pompa di hilir + normalisasi dasar sungai.
  4. Alternatif 4: Gabungan lengkap—pompa hulu dan hilir serta normalisasi saluran Bendung.

Hasil Kunci: Seberapa Efektif Sistem Pompa Ini?

✅ Luas Genangan Banjir Berkurang Signifikan

  • Tanpa intervensi , luas keseluruhan tercatat 1,93 km².
  • Dengan Alternatif 4 , luas pemukiman menyusut hingga 1,19 km².
  • Ini berarti penurunan luas genangan sebesar 38,3% .

✅ Kedalaman Maksimum Genangan Menurun

  • Pada kondisi awal, kedalamannya bisa mencapai 1.303 meter .
  • Alternatif 4 mampu menurunkan ketinggian genangan menjadi hanya 0,656 meter , atau hampir 50% lebih rendah .

✅ Durasi Genangan Drastis Menurun

  • Genangan di daerah hulu : dari 19,11 jam turun menjadi 4,33 jam.
  • Di area hilir , bahkan dari 8,49 jam menjadi 0 jam —artinya, tak ada akumulasi yang tersisa di area ini pompa setelah beroperasi.

Analisis: Mengapa Alternatif 4 Paling Efektif?

Kombinasi antara sistem pompa di dua titik dan pengerukan (normalisasi) dasar sungai memberikan dampak sinergis. Tanpa normalisasi, pompa tetap bekerja keras karena saluran udara tetap dangkal dan lambat. Tanpa pompa, normalisasi pun tidak cukup karena debit besar tidak bisa keluar akibat backwater dari Sungai Musi.

Pompa-pompa dirancang tipe submersible dengan kapasitas 6 m³/s per unit , total 6 unit di hilir dan 2 unit tambahan di hulu. Dengan total kapasitas 36 m³/s, sistem ini mampu menangani debit banjir dari kejadian ulang 10 tahun.

Studi Banding: Penggunaan Sistem Pompa di Kota Lain

Penelitian ini sejalan dengan pendekatan pengendalian banjir yang telah diterapkan di kota-kota besar lainnya:

  • Jakarta: Sistem pompa di Waduk Pluit dan Manggarai digunakan untuk menahan limpasan dari DAS Ciliwung.
  • Semarang: Polder dan pompa digunakan di wilayah pesisir timur untuk menangani banjir rob.
  • Jambi: Studi Rusli dkk. (2016) juga menyarankan kombinasi pompa dan pintu air sebagai solusi paling ekonomis.

Kesamaan dari semua studi ini adalah satu: normalisasi saja tidak cukup. Sistem pompa menjadi tulang punggung pengendalian banjir, terutama saat gravitasi tidak lagi mampu mengalirkan udara.

Tantangan Implementasi di Lapangan

1. Biaya dan Energi

Pompa besar memerlukan biaya investasi dan operasional tinggi. Jika tidak disertai manajemen operasional yang cerdas, sistem ini dapat menjadi beban APBD, terutama untuk biaya listrik.

2. Pemeliharaan

Sistem pompa harus rutin dicek. Lumpur, sampah, dan korosi menjadi ancaman nyata terhadap efisiensi dan usia pompa.

3. Kesadaran Publik

Sampah domestik yang menyumbat saluran masih menjadi masalah klasik. Tanpa edukasi masyarakat dan pengelolaan limbah yang baik, pompa apapun tidak akan efektif.

Solusi Tambahan yang Disarankan

  1. Smart Pump System: Integrasikan pompa dengan sensor muka air dan sistem kontrol berbasis AI untuk pengoperasian otomatis.
  2. Energi Terbarukan: memperingatkan penggunaan panel surya untuk memasok listrik cadangan pompa, terutama saat bencana memutus aliran PLN.
  3. Peta Bahaya Digital: Memasang sensor banjir dan membuat dashboard publik agar masyarakat dapat memantau area rawan secara real-time.
  4. Sistem Peringatan Dini: Kombinasikan pompa dengan sistem sirine dan notifikasi agar warga bisa membantu sebelum air menggenang tinggi.

Dampak Luas: Ekonomi, Sosial, dan Tata Ruang

🔹 Ekonomi

Waktu berkumpul yang lebih singkat berarti gangguan terhadap transportasi, bisnis, dan sekolah bisa diminimalkan. Ini meningkatkan produktivitas kota dan mengurangi biaya tanggap darurat.

🔹 Sosial

Sistem pompa yang andal menumbuhkan rasa aman di masyarakat. Ini penting terutama bagi kelompok rentan seperti lansia dan anak-anak.

🔹 Tata Ruang

Pompa dan normalisasi dapat diintegrasikan dengan proyek penataan kota, seperti jalur hijau atau ruang terbuka publik yang multifungsi sebagai kolam retensi darurat.

Kritik dan Catatan Tambahan

Penelitian ini sangat kuat dari sisi teknis dan metodologi, terutama karena menggabungkan model hidrolik 1D dan 2D serta menguji beberapa skenario. Namun, ada beberapa catatan:

  • Belum ada integrasi sosial-budaya. Misalnya, bagaimana penerimaan warga terhadap pembangunan rumah pompa atau relokasi saat normalisasi?
  • Studi belum mencakup prediksi perubahan iklim. Debit sungai bisa meningkat jika curah hujan ekstrem menjadi lebih sering.
  • Kapasitas operasional SDM lokal belum didiskusikan. Siapa yang akan mengoperasikan pompa saat banjir terjadi?

Kesimpulan: Kombinasi Strategi adalah Kunci

Penelitian Heru Gunawan Apriadi dkk. memberikan gambaran nyata bahwa penanganan banjir tidak bisa hanya mengandalkan satu pendekatan. Sistem pompa memang efektif, tapi harus dikombinasikan dengan normalisasi sungai dan tata kelola udara perkotaan yang baik.

Dengan hasil nyata berupa:

  • Pengurangan tinggi akumulasi hingga 50% ,
  • Penurunan luas mencakup hampir 40% , dan
  • Durasi terakumulasi yang ditekan hingga 0 jam di area hilir,

kombinasi pompa dan normalisasi layak dijadikan prioritas strategi pengendalian banjir di Palembang dan kota-kota dataran rendah lainnya.

Referensi

Apriadi, HG, Saggaf, A., & Sarino. (2021). Kajian penanganan banjir dengan sistem pompa di Sungai Bendung, Kota Palembang. Jurnal Sumber Daya Air, 17 (1), 49–58.

 

Selengkapnya
Sistem Pompa Sungai Bendung: Solusi Teknis untuk Banjir Kronis Palembang
page 1 of 1