Ketahanan Pangan Regional
Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah pada 02 Mei 2025
Pendahuluan
Distribusi bahan pangan di Indonesia masih menghadapi tantangan serius, terutama di wilayah kepulauan seperti Provinsi Maluku Utara. Dengan kondisi geografis yang mayoritas berupa laut dan keterbatasan infrastruktur transportasi, distribusi bahan pangan menjadi mahal dan tidak efisien. Paper berjudul "Penentuan Lokasi Lumbung Pangan Berdasarkan Gravity Location Models dengan Koordinat UTM di Provinsi Maluku Utara" karya Nafisah Riskya Hasna, Adi Setiawan, dan Hanna Arini Parhusip, yang dipublikasikan dalam Jurnal Sains dan Edukasi Sains Vol.1 No.2 (2018), menyajikan pendekatan matematis berbasis model spasial untuk menyelesaikan problem ini.
Tujuan Penelitian dan Signifikansinya
Penelitian ini bertujuan menentukan lokasi paling optimal untuk lumbung pangan di Maluku Utara dengan pendekatan Gravity Location Models (GLM). Model ini berguna untuk menentukan lokasi fasilitas distribusi yang ideal dengan mempertimbangkan jumlah produksi pangan, kebutuhan penduduk, dan biaya transportasi. Keunggulannya adalah mengurangi biaya logistik secara signifikan, sekaligus memastikan pemerataan distribusi pangan antar wilayah.
Metodologi: Kombinasi Matematika, Spasial, dan Transformasi Koordinat
Sistem Koordinat
Penelitian ini menggunakan data geografis dari Google Maps yang kemudian ditransformasikan ke dalam sistem koordinat UTM (Universal Transverse Mercator). Transformasi ini penting karena sistem UTM menawarkan presisi lebih tinggi dalam perhitungan spasial berbasis peta datar.
Gravity Location Models (GLM)
GLM bekerja dengan prinsip gaya tarik gravitasi antara lokasi sumber (produksi) dan lokasi pasar (kebutuhan). Semakin besar kebutuhan atau produksi suatu daerah dan semakin dekat jaraknya ke pusat distribusi, semakin besar pengaruhnya dalam penentuan lokasi ideal.
Rumus-Rumus Kunci:
Perhitungan kebutuhan pangan:
K = (P × m × T) / 1000
(P: jumlah penduduk, m: konsumsi harian, T: waktu [hari])
Lokasi optimal ditentukan dengan:
x = (ΣViXi) / (ΣVi) dan y = (ΣViYi) / (ΣVi)
(Vi = volume produksi yang akan didistribusikan)
Data yang Digunakan: Studi Kasus Maluku Utara
Kabupaten yang Diteliti
Dari 10 kabupaten/kota di Maluku Utara, 7 kabupaten dianalisis secara detail: Halmahera Barat, Halmahera Tengah, Halmahera Utara, Halmahera Timur, Pulau Morotai, Kota Ternate, dan Tidore Kepulauan.
Statistik Penting (Tahun 2014)
Kebutuhan tertinggi: Ternate (22.752,8 ton/tahun) meski tidak memiliki produksi signifikan.
Produksi tertinggi: Halmahera Utara (56.447 ton).
Kabupaten defisit pangan: Ternate (−21.101 ton).
Lokasi dengan surplus terbesar: Halmahera Utara dan Halmahera Timur.
Temuan Utama: Lokasi Optimal Lumbung Pangan
Pendekatan Grid vs Perhitungan Rumus
Metode Grid:
Titik optimal berada di koordinat UTM: Easting = 415000 E, Northing = 156000 N
Diproyeksikan ke koordinat geografis: 1.4113 LU, 128.2359 BT
Metode Rumus (38 & 39):
Hasil koordinat: Easting = 416836.14, Northing = 155106.34
Diproyeksikan: 1.4031 LU, 128.2523 BT
Kesimpulan: Kedua metode mengarah ke lokasi yang hampir identik—Kabupaten Halmahera Timur. Selisih hasil hanya 0,0081 derajat lintang dan 0,0164 derajat bujur, menunjukkan validitas pendekatan ganda.
Analisis dan Nilai Tambah
1. Relevansi Praktis
Penelitian ini memberikan blueprint berbasis data bagi pemerintah daerah untuk menetapkan kebijakan infrastruktur distribusi pangan. Dengan menempatkan lumbung pangan di lokasi optimal, Maluku Utara dapat:
Mengurangi biaya logistik hingga jutaan rupiah per tahun.
Menjamin ketahanan pangan lintas wilayah secara merata.
Mengatasi kesenjangan produksi dan kebutuhan pangan antardaerah.
2. Studi Pembanding
Penelitian ini melanjutkan dan menyempurnakan studi sebelumnya:
Ama dkk (2015): Tanpa konversi UTM.
Yunitasari (2015): Fokus area industri, bukan pangan.
Rosita dkk (2010): Simulasi logistik urban.
Perbedaan penting pada penelitian ini adalah penyempurnaan akurasi lokasi melalui konversi koordinat UTM dan integrasi kebutuhan pangan aktual.
3. Potensi Implementasi Digital
Dengan berkembangnya teknologi GIS dan big data logistik, hasil dari penelitian ini bisa diintegrasikan ke dalam sistem digital pemantauan rantai pasok nasional. Platform seperti SigPangan milik Kementerian Pertanian dapat mengadopsi pendekatan GLM untuk penentuan titik distribusi.
Kritik dan Rekomendasi
Kritik
Keterbatasan Data: Hanya menggunakan data tahun 2014. Dinamika penduduk dan pertanian sangat mungkin berubah dalam 5–10 tahun terakhir.
Asumsi Biaya Transportasi Tetap: Dalam kenyataan, biaya transportasi antar kabupaten di Maluku Utara sangat bervariasi tergantung moda, kondisi geografis, dan infrastruktur.
Faktor Sosial-Ekonomi: Penelitian tidak mempertimbangkan resistensi sosial terhadap pembangunan infrastruktur baru atau tantangan dalam pembebasan lahan.
Rekomendasi
Perlu integrasi data multi-tahun agar model lebih dinamis.
Penambahan variabel spasial seperti ketinggian, akses jalan, dan moda transportasi akan meningkatkan akurasi.
Perlu pengujian model di wilayah lain seperti Nusa Tenggara Timur atau Papua Barat untuk validasi skala nasional.
Kesimpulan
Penelitian ini merupakan kontribusi strategis dalam bidang logistik dan ketahanan pangan. Dengan memanfaatkan pendekatan kuantitatif melalui Gravity Location Models dan transformasi koordinat UTM, lokasi optimal lumbung pangan di Provinsi Maluku Utara berhasil ditentukan di Halmahera Timur. Penelitian ini bisa menjadi model bagi daerah lain yang menghadapi tantangan logistik serupa.