Industry 4.0 & Manufaktur Digital

A Review on Machine Learning Techniques for Predictive Maintenance in Industry 4.0

Dipublikasikan oleh Anjas Mifta Huda pada 09 September 2025


Paper berjudul A Review on Machine Learning Techniques for Predictive Maintenance in Industry 4.0 karya Megha Sisode dan Manoj Devare (2023) hadir sebagai salah satu kajian penting dalam memahami bagaimana machine learning (ML) dimanfaatkan untuk predictive maintenance (PdM) di era Industry 4.0. Industry 4.0 sendiri adalah istilah untuk revolusi industri keempat, di mana sistem fisik dan digital saling terintegrasi lewat Internet of Things (IoT), big data, dan otomatisasi pintar. Di dalam konteks ini, PdM menjadi topik sentral karena berhubungan langsung dengan produktivitas, efisiensi biaya, serta keberlanjutan rantai pasok industri modern. Paper ini secara khusus berusaha menelaah metode PdM berbasis ML, sekaligus menawarkan pendekatan baru menggunakan Gated Recurrent Unit (GRU) yang dioptimasi dengan Whale Optimization Algorithm (WOA) dan Seagull Algorithm (SA), yang kemudian disebut sebagai Whale Seagull Optimization Algorithm (WSOA).

Predictive maintenance adalah metode perawatan yang berusaha memprediksi kapan suatu mesin atau peralatan akan mengalami kerusakan berdasarkan data sensor real-time dan historis. Pendekatan ini berbeda dengan reactive maintenance yang hanya memperbaiki mesin setelah rusak, atau preventive maintenance yang merawat mesin secara berkala tanpa melihat kondisi sebenarnya. PdM jauh lebih unggul karena mampu mengurangi downtime yang tidak terduga, menghemat biaya perbaikan darurat, dan memperpanjang umur mesin. Namun, penerapan PdM tidaklah sederhana. Tantangan muncul dari kualitas data yang buruk, data sensor yang tidak berlabel, masalah kelangkaan data kerusakan (data sparsity), serta kompleksitas data IoT yang berukuran besar dan berdimensi tinggi. Paper ini menyoroti masalah tersebut dan menawarkan model berbasis ML untuk menjawabnya.

Dalam pendahuluannya, penulis menekankan bahwa industri modern membutuhkan sistem pemeliharaan yang mampu menyesuaikan diri dengan tingkat otomatisasi tinggi. Contohnya ada pada industri otomotif, di mana sebuah mesin pembuat komponen (automobile part manufacturing machine) bisa menjadi titik krusial. Bila mesin ini berhenti akibat kerusakan mendadak, maka seluruh lini produksi akan terganggu dan kerugian finansial bisa mencapai jutaan dolar hanya dalam hitungan jam. Oleh karena itu, PdM menjadi solusi strategis yang semakin dicari.

Paper ini juga mengulas literatur sebelumnya. Misalnya, penggunaan Dynamic Bayesian Network (DBN) yang mampu memodelkan hubungan sebab-akibat dalam kerusakan mesin, atau pendekatan lambda architecture pada prognostics and health management (PHM) yang memanfaatkan dua lapisan penyimpanan dan pemrosesan data. Ada pula penggunaan Artificial Neural Network (ANN) dan Support Vector Machine (SVM) yang populer untuk memprediksi kondisi mesin. Penelitian di industri woodworking bahkan menggunakan model pohon keputusan untuk menghitung probabilitas kegagalan mesin, sementara penelitian lain mengandalkan Random Forest (RF) untuk mendeteksi perubahan perilaku mesin (concept drift). Peneliti juga menyebut penggunaan Long Short-Term Memory (LSTM) dan Recurrent Neural Network (RNN) untuk menghitung Remaining Useful Life (RUL), atau sisa umur pakai komponen. Meski banyak metode sudah dicoba, masing-masing punya kelemahan. LSTM misalnya sering menghadapi masalah long-dependency yang membuatnya butuh waktu pelatihan lebih lama dan daya komputasi lebih tinggi.

Motivasi utama penelitian ini adalah kebutuhan untuk menciptakan sistem PdM yang lebih efisien, akurat, dan mudah diimplementasikan di industri nyata. Reactive maintenance terbukti mahal dan berisiko, sementara preventive maintenance sering tidak optimal karena bisa saja perawatan dilakukan meski mesin masih berfungsi baik. Dengan PdM berbasis ML, penulis ingin menunjukkan bagaimana data sensor bisa dianalisis untuk mengidentifikasi pola kerusakan sebelum benar-benar terjadi, sehingga perawatan bisa dilakukan tepat waktu.

Metodologi yang diusulkan dalam paper ini menarik untuk dibahas secara mendetail. Proses pertama adalah data pre-processing, di mana data dari sensor mesin butt weld dibersihkan dari outlier, data kosong diisi ulang, dan data redundan dihapus. Tahap kedua adalah feature extraction menggunakan metode Supervised Aggregative Feature Extraction (SAFE). Metode ini lebih unggul dibanding teknik statistik biasa karena mampu menangkap keterkaitan antara variabel input berbasis waktu dengan output berupa kondisi mesin. Tahap ketiga adalah pembangunan prediction network berbasis GRU. GRU adalah varian dari RNN yang lebih ringan dibanding LSTM namun tetap mampu mengelola data sekuensial. GRU memiliki dua mekanisme gerbang (update gate dan reset gate) yang memungkinkan model untuk mempelajari ketergantungan jangka panjang dengan efisiensi komputasi lebih baik.

Tahap keempat yang menjadi kontribusi utama adalah optimisasi bobot jaringan menggunakan Whale Seagull Optimization Algorithm (WSOA). Whale Optimization Algorithm terinspirasi dari perilaku paus dalam berburu mangsa dengan bubble-net feeding, sedangkan Seagull Algorithm meniru pola spiral attack burung camar ketika menyerang mangsanya. Kedua mekanisme ini digabung untuk menghasilkan algoritma optimisasi yang lebih kuat dalam menjelajahi ruang pencarian global, sekaligus lebih cepat mencapai konvergensi. Dengan cara ini, GRU yang digunakan mampu bekerja lebih stabil, lebih cepat, dan lebih akurat. Tahap terakhir adalah decision output, yaitu hasil prediksi yang dipakai untuk menentukan jadwal maintenance mesin.

Hasil yang ditampilkan dalam paper menunjukkan bahwa model GRU + WSOA lebih akurat dibanding model LSTM tradisional maupun RNN standar. Penulis menyatakan bahwa model ini mampu mengatasi masalah long dependency dan memperbaiki kelemahan training time yang lama. Selain itu, framework ini lebih cocok digunakan dalam skala industri karena lebih efisien secara komputasi, sehingga tidak membebani sumber daya perusahaan. Meski demikian, paper ini tidak banyak menyajikan angka detail seperti root mean square error (RMSE) atau perbandingan akurasi dalam persentase, yang sebetulnya penting untuk memperkuat klaim.

Kalau dibawa ke dunia nyata, model ini punya relevansi besar. Dalam industri otomotif, kerusakan mendadak satu mesin bisa menghentikan seluruh lini produksi. Dengan PdM, perusahaan bisa mengatur maintenance tepat sebelum mesin benar-benar rusak. Hal ini tidak hanya mengurangi downtime, tapi juga menekan biaya spare part dan tenaga kerja yang biasanya membengkak ketika terjadi kerusakan besar. PdM juga meningkatkan keselamatan kerja karena potensi kecelakaan akibat mesin rusak mendadak bisa dihindari. Dampak lainnya adalah optimalisasi sumber daya manusia, karena teknisi tidak lagi harus melakukan inspeksi rutin tanpa arah, melainkan fokus pada mesin yang benar-benar berisiko rusak.

Namun, implementasi nyata tidak sesederhana yang dijelaskan di paper. Ada beberapa tantangan yang tidak banyak dibahas penulis. Pertama, investasi awal untuk IoT, sensor, dan infrastruktur data tidaklah murah, sehingga perusahaan kecil mungkin akan keberatan. Kedua, perusahaan membutuhkan tim data scientist yang mampu membangun, melatih, dan memelihara model ML. Ketiga, ada faktor manusia, di mana operator atau teknisi senior mungkin resistensi terhadap teknologi baru karena terbiasa dengan cara lama. Paper ini juga kurang membahas aspek Return on Investment (ROI), padahal itu sangat penting agar manajemen perusahaan yakin berinvestasi di PdM.

Secara akademis, paper ini memberikan kontribusi yang solid dengan memperkenalkan kombinasi GRU dan WSOA. Penulis berhasil menunjukkan bahwa pendekatan hybrid ini bisa mengatasi keterbatasan model-model sebelumnya. Tetapi, seperti yang sudah disinggung, kurangnya detail angka hasil eksperimen membuat klaim masih butuh pembuktian lebih lanjut. Kritik lain adalah cakupan penelitian masih terbatas pada satu jenis mesin (butt weld machine di industri otomotif). Untuk bisa diterapkan secara luas, model ini sebaiknya diuji juga pada industri lain seperti aerospace, konstruksi, atau energi, di mana mesin besar dan kritis juga sangat membutuhkan PdM.

Kesimpulannya, paper ini menegaskan pentingnya predictive maintenance dalam Industry 4.0. Konsepnya jelas: dengan memanfaatkan data sensor dan algoritma machine learning, perusahaan bisa mengurangi downtime, menghemat biaya, dan meningkatkan keberlanjutan produksi. Pendekatan GRU + Whale Seagull Optimization yang diusulkan menawarkan solusi yang lebih efisien dan akurat dibanding metode lama. Meski demikian, tantangan implementasi nyata seperti biaya awal, kesiapan SDM, dan resistensi budaya kerja masih perlu dipecahkan. Bagi dunia industri, penelitian ini bisa menjadi landasan awal yang kuat, tapi perlu ada studi lanjutan dengan data nyata berskala besar serta analisis biaya-manfaat yang konkret.

Paper ini dipublikasikan dalam prosiding ICAMIDA 2022, ACSR 105, pp. 774–783 oleh Springer dan bisa diakses melalui tautan resmi DOI berikut: https://doi.org/10.2991/978-94-6463-136-4_67.

Selengkapnya
A Review on Machine Learning Techniques for Predictive Maintenance in Industry 4.0
page 1 of 1