Georadar Bendung

Resensi Teknologi Georadar di Bendung Pasarbaru Tangerang

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 15 Mei 2025


Pengantar: Kenapa Perlu Memetakan Bawah Permukaan Bendung?

Bendung adalah bagian vital dari sistem irigasi. Di Indonesia, ratusan bendung menopang ketahanan pangan. Namun, usia yang menua, beban air tinggi, dan sedimentasi membuat banyak bendung rentan terhadap rembesan, retak, bahkan kegagalan struktur. Salah satu solusi yang kini makin diperhitungkan adalah teknologi Georadar (Ground Penetrating Radar/GPR), metode geofisika non-destruktif yang mampu mendeteksi struktur bawah permukaan secara cepat dan presisi.

Dalam studi oleh Adang S. Soewaeli dan Nurlia Sadikin (2014), teknologi ini diterapkan di Bendung Pasarbaru, Tangerang, yang dibangun pada 1923 oleh kolonial Belanda. Paper ini mengulas bagaimana GPR digunakan untuk memantau integritas struktural bendung yang dikenal sebagai "Pintu Air Sepuluh".

Lokasi dan Signifikansi Bendung Pasarbaru

Bendung Pasarbaru membentang sepanjang 110 meter di Kali Cisadane dan mengalirkan air ke sistem irigasi kota Tangerang. Bangunan ini memiliki sepuluh pintu dengan penggerak listrik buatan HEEMAF berkekuatan 6.000 Watt. Dalam catatan historis, pernah terjadi jebolnya bendung, menyebabkan penyusutan debit air hingga 1,3 meter. Ini menjadi latar penting mengapa inspeksi bawah permukaan diperlukan.

Metode: Bagaimana Georadar Bekerja?

Georadar bekerja dengan memancarkan gelombang elektromagnetik ke dalam tanah dan merekam pantulan sinyal dari objek atau lapisan berbeda. Karakteristik refleksi ini menunjukkan:

  • Perbedaan densitas
  • Adanya fluida (rembesan)
  • Perubahan material (beton, tanah, kerikil)

Perangkat dan Parameter

  • Alat: GSSI Inc. SIR System
  • Antena: 100 MHz (kedalaman hingga 25 m)
  • Software: RADAN 2D untuk pemrosesan data

Jalur Pengukuran

  • Lintasan A, B, D: Arah memanjang sepanjang bendung
  • Lintasan C: Arah melintang antar kolom pintu air
  • Titik pengukuran tiap 5 meter menggunakan GPS

Temuan Utama: Deteksi Anomali dan Indikasi Rembesan

Hasil pemindaian GPR berupa radargram menampilkan warna intensitas berbeda. Variasi warna menunjukkan adanya perbedaan amplitudo sinyal yang mengindikasikan heterogenitas material.

Lintasan A dan B (Memanjang)

  • Kedalaman: hingga 20 meter
  • Hasil: Tidak ada anomali signifikan
  • Beberapa gangguan sinyal akibat air, namun struktur tampak homogen

Lintasan C (Melintang)

  • Refleksi acak karena pengaruh air, namun tidak ditemukan anomali besar

Lintasan D (Memanjang – sisi hilir)

  • Ditemukan anomali di kedalaman 14–22 meter
  • Lokasi: Titik pertemuan antara struktur beton dan timbunan tanah
  • Dugaan: Rembesan air atau zona lemah yang berpotensi jadi titik kerusakan

Anomali di lintasan D perlu konfirmasi lebih lanjut melalui pengeboran atau metode geofisika lain seperti geolistrik.

Studi Banding dan Relevansi Praktis

Perbandingan Global

  • Studi di Bendungan Porjus, Swedia juga menggunakan GPR dan menemukan zona rembesan yang tidak terdeteksi sebelumnya.
  • Di Norwegia, GPR berhasil memetakan rongga di bawah struktur beton dan membedakan lapisan sedimen.

Relevansi Indonesia

  • Mayoritas bendung di Indonesia belum memiliki sistem pemantauan bawah permukaan.
  • GPR memberikan alternatif murah, cepat, dan non-invasif untuk inspeksi rutin.

 

Opini dan Analisis Tambahan

Keunggulan GPR:

  • Non-destruktif dan tidak merusak struktur
  • Cepat dan efisien untuk area luas
  • Memberikan gambaran visual langsung tentang struktur bawah permukaan

Kelemahan:

  • Rentan terhadap gangguan air dan konduktivitas tinggi
  • Hasil interpretasi perlu konfirmasi uji lanjutan seperti pengeboran

Tantangan Implementasi:

  • Kurangnya sumber daya manusia yang terlatih
  • Keterbatasan dana untuk pengadaan alat di BBWS/BWS
  • Belum masuk ke standar operasional pemeliharaan bendung

Rekomendasi Praktis

  1. Integrasi GPR ke dalam SOP BBWS untuk inspeksi bendung tua
  2. Pelatihan tenaga teknis untuk pengolahan dan interpretasi data GPR
  3. Kombinasi GPR dan metode lain (geolistrik, bor uji) untuk validasi
  4. Digitalisasi hasil radargram untuk membentuk bank data kondisi bendung nasional
  5. Kebijakan prioritas anggaran untuk perawatan preventif daripada reaktif

 

Kesimpulan: Menuju Pemeliharaan Infrastruktur Air yang Cerdas

Penelitian ini menegaskan pentingnya penggunaan teknologi GPR dalam monitoring bendung tua. Deteksi dini terhadap potensi kerusakan seperti rembesan memungkinkan pengelolaan air yang lebih aman dan efisien. Dengan sistem georadar, Indonesia bisa mengurangi risiko bencana air akibat kegagalan struktur serta meningkatkan efisiensi distribusi irigasi.

Teknologi ini bukan hanya alat bantu teknis, tetapi bisa menjadi bagian integral dari sistem manajemen infrastruktur air yang modern dan berbasis data.

Sumber:
Soewaeli, A. S., & Sadikin, N. (2014). Pemetaan Kondisi Bawah Permukaan dengan Metode Geofisika (Studi Kasus: Bendung Pasarbaru, Tangerang). Jurnal Teknik Hidraulik, 5(2), 99–110.

 

Selengkapnya
Resensi Teknologi Georadar di Bendung Pasarbaru Tangerang
page 1 of 1