Edukasi & Kebijakan Publik

Pendidikan Tinggi di Bali Masih Belum Merata? Ini Fakta, Angka, dan Solusi Nyatanya!

Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah pada 22 Mei 2025


Pendahuluan: Urgensi Evaluasi Pendidikan Tinggi di Bali

Dalam konteks pembangunan nasional, pendidikan tinggi tidak hanya menjadi wahana peningkatan kualitas SDM, tetapi juga cerminan kesiapan daerah dalam menghadapi kompetisi global. Provinsi Bali, dengan segala keunggulan geokulturalnya, ternyata masih menyimpan persoalan mendasar dalam sektor pendidikan tinggi, terutama dalam aspek pemerataan dan mutu. Artikel ilmiah karya Ida Kintamani Dewi Hermawan ini menganalisis secara mendalam kondisi pendidikan tinggi di Bali berdasarkan dua pilar strategis: pemerataan akses dan peningkatan mutu, sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis Pendidikan Nasional 2005–2009.

Metodologi & Sumber Data: Integrasi Data Pendidikan dan Non-Pendidikan

Studi ini menggunakan data dari tahun akademik 2008/2009 dan mengombinasikannya dengan data non-pendidikan (demografi, geografi, dan sosial ekonomi). Dengan pendekatan kuantitatif-deskriptif, indikator kinerja pendidikan tinggi seperti APK (Angka Partisipasi Kasar), rasio mahasiswa per dosen, animo masuk perguruan tinggi, dan persentase dosen layak mengajar dianalisis untuk menilai performa daerah terhadap standar nasional dan standar ideal.

Profil Wilayah dan Kondisi Pendidikan Tinggi di Bali

Gambaran Umum Non-Pendidikan

Bali terbagi atas 8 kabupaten dan 1 kota, dengan populasi usia kuliah (19–24 tahun) sebanyak 333.300 jiwa. Wilayah ini memiliki topografi pegunungan dan karakter geografis yang memengaruhi distribusi akses ke fasilitas pendidikan tinggi, terutama di wilayah perbukitan dan kepulauan kecil seperti Nusa Penida dan Nusa Lembongan.

Lembaga Pendidikan Tinggi dan Distribusinya

Bali memiliki 36 institusi pendidikan tinggi: 11 universitas, 3 institut, 15 sekolah tinggi, 4 akademi, dan 3 politeknik. Dari total ini, hanya 4 institusi berstatus negeri, sisanya swasta. Mahasiswa terbanyak berada di universitas (70,88%), diikuti sekolah tinggi (18,83%), dan paling sedikit di akademi (1,72%).

Pilar 1: Pemerataan dan Perluasan Akses Pendidikan Tinggi

1. APK Masih di Bawah Nasional

Angka Partisipasi Kasar di Bali hanya 11,22%, lebih rendah dibanding APK nasional sebesar 12,9% dan jauh dari standar ideal 100%. APK laki-laki (11,74%) sedikit lebih tinggi dari perempuan (10,67%), mengindikasikan ketimpangan gender dengan indeks paritas gender (IPG) 0,91 (idealnya = 1).

2. Rasio Mahasiswa terhadap Dosen dan Lembaga

  • Rasio Mahasiswa per Dosen (R-M/D) di Bali sebesar 13, yang berarti satu dosen melayani 13 mahasiswa. Namun, terjadi kesenjangan ekstrem:

    • PT Negeri: 1 dosen melayani 6 mahasiswa.

    • PT Swasta: 1 dosen melayani hingga 47 mahasiswa.

  • Rasio Mahasiswa per Lembaga (R-M/Lbg) sebesar 1.039. Angka ini lebih rendah dari rerata nasional (1.342), menandakan ketimpangan kapasitas antar lembaga.

3. Tingginya Animo tapi Keterbatasan Daya Tampung

Meskipun animo ke PT di Bali sebesar 147,67%, banyak pendaftar gagal masuk karena daya tampung terbatas. PT Negeri menjadi primadona dengan animo mencapai 192,59%, sementara PT Swasta hanya 113,05%.

Pilar 2: Mutu, Relevansi, dan Daya Saing Pendidikan Tinggi

1. Rendahnya Dosen Berkualifikasi Layak

Hanya 50,55% dosen di Bali yang layak mengajar (memiliki S2 atau S3), masih jauh dari ideal 100%. PT Negeri memiliki persentase yang lebih baik (55,49%) dibandingkan PT Swasta (27,83%). Ketimpangan gender juga muncul: dosen perempuan memiliki kualifikasi lebih rendah dengan IPG sebesar 0,90.

2. Produktivitas Lulusan yang Rendah

Angka Produktivitas (jumlah lulusan dibanding jumlah mahasiswa aktif) hanya mencapai 7,04% — di bawah target ideal 25%. Institut memang menonjol (19,58%), namun politeknik dan akademi masih sangat rendah (masing-masing 3,43% dan 5,13%).

3. Rasio Dosen per Lembaga: Ketimpangan Ekstrem

Rata-rata nasional rasio dosen per lembaga adalah 78. Namun, di PT Negeri Bali, angkanya mencapai 578. Sebaliknya, PT Swasta hanya mencatat 16, menunjukkan kekurangan tenaga pengajar berkualitas secara akut.

Kinerja Pendidikan Tinggi: Kombinasi Pemerataan dan Mutu

Berdasarkan konversi nilai dan pembobotan indikator:

  • Nilai Pemerataan: 54,59%

  • Nilai Mutu: 43,92%

  • Nilai Kinerja Total: 49,25% (jauh dari standar ideal 100%)

Namun jika dibandingkan dengan standar nasional, Bali justru mencatat nilai baik:

  • Pemerataan: 80,51%

  • Mutu: 100,11%

  • Kinerja total: 88,21%

Ini menandakan bahwa standar nasional masih terlalu rendah dibandingkan ekspektasi ideal, dan Bali baru unggul relatif terhadap provinsi lain, bukan mutlak.

Kritik dan Analisis Tambahan

1. Keterbatasan Infrastruktur dan Keberpihakan terhadap PT Swasta

Kesenjangan sumber daya antara PT Negeri dan Swasta harus menjadi perhatian. Swasta menyumbang 88% jumlah lembaga, tetapi kekurangan dosen berkualitas dan beban pengajaran tidak proporsional. Kebijakan afirmatif dan insentif tenaga pengajar untuk PT Swasta perlu dipertimbangkan.

2. Kebutuhan Pemerataan Akses di Kawasan Terpencil

Wilayah seperti Nusa Penida dan Karangasem cenderung tertinggal secara akses. Pembangunan PT berbasis satelit atau kelas jauh bisa menjadi solusi.

3. Ketimpangan Gender sebagai Isu Strategis

IPG yang masih di bawah 1 pada indikator mahasiswa dan dosen mengindikasikan perlunya pendekatan berbasis gender dalam perencanaan pendidikan tinggi, termasuk beasiswa khusus dan program mentoring untuk perempuan.

Rekomendasi Strategis

  1. Peningkatan APK hingga menyamai nasional (≥13%) melalui subsidi, beasiswa, dan penyebaran informasi ke pelosok.

  2. Peningkatan rasio dosen layak mengajar, khususnya di PT Swasta, dengan rekruitmen terencana dan pelatihan.

  3. Peningkatan rasio produktivitas lulusan melalui penguatan sistem akademik dan monitoring kelulusan.

  4. Kebijakan penguatan kelembagaan PT Swasta termasuk peningkatan pendanaan operasional dan akreditasi.

  5. Evaluasi animo mahasiswa secara komprehensif agar sejalan dengan daya tampung dan distribusi bidang keilmuan.

Kesimpulan

Studi ini membuka mata bahwa indikator makro seperti APK dan mutu dosen masih menunjukkan tantangan serius di Bali. Meskipun sudah cukup baik menurut ukuran nasional, pencapaian ideal masih jauh dari tuntas. Pemerintah pusat dan daerah harus bekerja sama untuk menghadirkan pendidikan tinggi yang tidak hanya dapat diakses secara adil, tetapi juga bermutu dan adaptif terhadap kebutuhan lokal dan global.

Sumber 

Hermawan, Ida Kintamani Dewi. Analisis Profil Pendidikan Tinggi Menurut Pilar Kebijakan: Kasus Provinsi Bali Tahun 2008/2009. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, No. 6, 2010.
Tautan: https://jurnaldikbud.kemdikbud.go.id/index.php/jurnaldikbud/article/view/1671

Selengkapnya
Pendidikan Tinggi di Bali Masih Belum Merata? Ini Fakta, Angka, dan Solusi Nyatanya!
page 1 of 1