Bencana & Mitigasi

Waspada Banjir! Analisis Mendalam Peta Risiko Jawa Timur: Siapkah Kita Menghadapi Ancaman Iklim?

Dipublikasikan oleh pada 23 Mei 2025


Membongkar Kerentanan Banjir Jawa Timur: Analisis Spasial dan Urgensi Mitigasi Bencana

Banjir, sebagai ancaman alam yang kian tak terduga, telah menjadi mimpi buruk berulang bagi banyak wilayah, termasuk di Indonesia. Dampaknya yang multi-sektoral—mulai dari hilangnya nyawa, kerusakan infrastruktur, hingga gonjang-ganjing ekonomi—menuntut upaya mitigasi yang tidak hanya reaktif, tetapi juga prediktif dan komprehensif. Dalam konteks ini, artikel ilmiah berjudul "Peta Spasial Indeks Rawan Bencana Banjir Jawa Timur Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG)" oleh Ristika Pramadita Rosa, Irma Prasetyowati, dan Ni'mal Baroya, menawarkan perspektif krusial tentang pemetaan risiko banjir di salah satu provinsi terpadat di Pulau Jawa.

Penelitian ini tidak sekadar menyajikan data mentah, melainkan sebuah analisis mendalam yang menggabungkan informasi kejadian bencana dari tahun 1908 hingga 2012 dengan kemampuan visualisasi Sistem Informasi Geografis (SIG). Ini adalah langkah maju dalam memahami dinamika kerawanan banjir, yang pada gilirannya dapat menjadi landasan bagi kebijakan penanggulangan bencana yang lebih efektif dan efisien di Jawa Timur.

Banjir: Ancaman Universal yang Terus Meningkat

Fenomena bencana di seluruh dunia menunjukkan tren peningkatan yang mengkhawatirkan. Perubahan iklim global, dengan segala manifestasinya seperti peningkatan suhu bumi, melelehnya es kutub, kenaikan permukaan air laut, dan pola iklim yang tidak menentu, menjadi indikator utama potensi bencana yang akan datang. Banjir, khususnya, telah menjadi momok global, melanda berbagai negara dan menyebabkan kerugian besar. Kita bisa melihat bagaimana banjir merenggut ribuan nyawa dan menghancurkan puluhan ribu rumah di Pyongyang, Korea Selatan, atau menewaskan setidaknya 50 penduduk di Filipina. Pakistan pun tak luput dari amukan banjir pada 2011, yang menewaskan 266 orang, termasuk anak-anak dan wanita.

Di Indonesia sendiri, hampir seluruh wilayah memiliki potensi banjir, dengan Pulau Jawa menjadi salah satu pulau yang paling sering dilanda. Kepadatan penduduk seringkali menjadi pemicu utama intensitas dan dampak bencana ini. Jawa Timur, sebagai salah satu provinsi padat di Jawa, kerap menjadi langganan banjir, terutama di daerah yang dilalui Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo di wilayah utara. Kabupaten Bojonegoro dan Pasuruan menjadi contoh nyata daerah yang paling sering mengalami bencana ini, dengan Bojonegoro mencatat 37 kejadian banjir antara tahun 2002-2010, dan Pasuruan dengan 30 kejadian dalam periode yang sama.

Dampak Multifaset Banjir: Lebih dari Sekadar Kerusakan Fisik

Dampak banjir melampaui kerusakan fisik semata. Artikel ini secara lugas memaparkan bagaimana banjir merugikan berbagai aspek kehidupan, termasuk:

  • Aspek Kependudukan: Korban jiwa, luka-luka, hilangnya orang, pengungsian, hingga merebaknya wabah penyakit seperti diare, leptospirosis, muntaber, dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Bahkan, dampak psikologis seperti trauma dan depresi pun seringkali menyertai.
  • Aspek Pemerintahan: Kerusakan atau hilangnya dokumen, arsip, peralatan kantor, serta terganggunya roda pemerintahan.
  • Aspek Ekonomi: Hilangnya mata pencarian, lumpuhnya pasar tradisional, kerusakan harta benda dan ternak, serta terganggunya perekonomian masyarakat. Bayangkan saja, jika sebagian besar penduduk Jawa bergantung pada sektor pertanian, kegagalan panen akibat banjir dapat menggoyahkan ketahanan pangan nasional dan menyebabkan hilangnya sumber pendapatan.

  • Aspek Sarana dan Prasarana: Kerusakan rumah penduduk, jembatan, jalan, bangunan perkantoran, fasilitas sosial dan umum, instalasi listrik, air minum, hingga jaringan komunikasi.

  • Aspek Lingkungan: Kerusakan ekosistem, objek wisata, persawahan/lahan pertanian, sumber air bersih, dan kerusakan tanggul/jaringan irigasi.

Melihat skala kerugian ini, urgensi untuk memiliki peta indeks rawan bencana menjadi sangat jelas. Peta semacam ini tidak hanya berfungsi sebagai alat perencanaan, tetapi juga sebagai sistem kewaspadaan dini (Early Warning System) yang vital.

SIG: Kunci Pemetaan Risiko Bencana yang Efisien

Penelitian ini secara cerdas memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk memetakan tingkat kerawanan bencana banjir di setiap kabupaten/kota di Jawa Timur. SIG memungkinkan analisis data spasial dan non-spasial secara terpadu, memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang risiko bencana. Proses pemetaan didasarkan pada parameter bencana seperti jumlah kejadian dan besaran dampak yang ditimbulkan selama periode waktu yang panjang (104 tahun, dari 1908-2012).

Metodologi penelitian ini bersifat deskriptif, dengan populasi mencakup seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur. Data sekunder yang digunakan berasal dari Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI) yang dipublikasikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), meliputi data kejadian banjir, korban meninggal, korban luka-luka, kerusakan rumah, kerusakan fasilitas umum dan infrastruktur, serta data kepadatan penduduk dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Analisis data dilakukan melalui penghitungan Indeks Rawan Bencana Indonesia 2011, yang melibatkan klasifikasi data, pembobotan, dan skoring. Tahapan selanjutnya adalah mengklasifikasikan wilayah ke dalam tingkatan kerawanan tinggi, sedang, dan rendah. Penting untuk dicatat bahwa keterbatasan penelitian ini terletak pada fokus dampak yang terbatas pada korban meninggal, luka-luka, kerusakan rumah, serta fasilitas umum dan infrastruktur, sehingga mungkin belum mencakup keseluruhan kerugian. Selain itu, penggunaan data sekunder dari DIBI juga membatasi kesesuaian data dengan kondisi aslinya di lapangan.

Mengungkap Tren dan Sebaran Kerawanan Banjir di Jawa Timur

Hasil penelitian ini menyajikan gambaran yang menarik tentang tren dan sebaran kejadian banjir di Jawa Timur:

  • Fluktuasi Kejadian Banjir: Data menunjukkan fluktuasi kejadian banjir antara tahun 1908-2012. Puncak kejadian banjir terjadi pada tahun 2010, yang kemudian mengalami penurunan hingga 2012. Meskipun demikian, prediksi perubahan iklim global menunjukkan bahwa ancaman banjir akan terus menjadi perhatian di masa mendatang.
  • Bojonegoro, Sang Langganan Banjir: Kabupaten Bojonegoro menjadi wilayah dengan frekuensi kejadian banjir terbanyak, mencapai 63 kali selama kurun waktu 1908-2012. Hal ini sejalan dengan Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana (RAN-PRB) dan Rencana Nasional Penanggulangan Bencana (RNPB) yang mengkategorikan Bojonegoro sebagai daerah berisiko tinggi terhadap banjir. Lokasi Bojonegoro yang dilalui Sungai Bengawan Solo, sungai terpanjang di Jawa, serta topografinya yang merupakan dataran rendah (floodplain area), menjadi faktor kunci kerentanan ini.
  • Dampak Bencana: Angka Bicara: Selama periode 1908-2012, banjir di Jawa Timur telah mengakibatkan 764 orang meninggal dunia, 53.024 orang luka-luka, 32.948 rumah rusak, serta 180 kerusakan pada fasilitas umum dan infrastruktur. Angka-angka ini menjadi bukti nyata betapa besar kerugian yang diakibatkan oleh bencana banjir.

    Peta Spasial Indeks Rawan Bencana: Visualisasi Risiko yang Jelas

Salah satu luaran terpenting dari penelitian ini adalah peta spasial indeks rawan bencana banjir di Jawa Timur. Peta ini menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Jawa Timur (33 kabupaten/kota) berada pada tingkat kerawanan sedang, dengan persentase sebesar 48,48% (ditunjukkan dengan warna kuning). Sementara itu, tingkat kerawanan tinggi sebesar 6,06% (warna merah) dan tingkat kerawanan rendah sebesar 45,45% (warna hijau).

Secara spesifik, Kabupaten Situbondo dan Pasuruan diidentifikasi sebagai wilayah dengan tingkat kerawanan tinggi. Meskipun Bojonegoro memiliki frekuensi kejadian banjir tertinggi, ia masuk dalam kategori kerawanan sedang karena jumlah kerugian yang diakibatkan (korban meninggal, luka-luka, kerusakan rumah, fasilitas umum) tidak menunjukkan angka yang terlalu besar, sehingga skor penghitungannya lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi kejadian tidak selalu berbanding lurus dengan tingkat kerugian yang ditimbulkan, dan kedua faktor ini perlu dipertimbangkan secara komprehensif dalam penilaian risiko.

Peta ini dibuat dengan menggunakan perangkat lunak Quantum GIS 1.7.0, melalui tahapan pembobotan dan skoring data bencana. Data spasial diperoleh dari hasil scan peta administratif Jawa Timur, kemudian didigitalisasi menggunakan tiga jenis layer: poligon (batas wilayah dan penggunaan lahan), titik (label nama kawasan), dan garis. Setiap objek pada peta ditambahkan atribut seperti nama kabupaten/kota, jumlah kejadian, jumlah korban meninggal, jumlah korban luka-luka, jumlah kerusakan rumah, jumlah kerusakan fasilitas umum dan infrastruktur, kepadatan penduduk, dan skor kerawanan. Sistem pewarnaan juga diterapkan: merah untuk skor 58-65 (kerawanan tinggi), kuning untuk skor 46-57 (kerawanan sedang), dan hijau untuk skor 34-45 (kerawanan rendah). Wilayah tanpa data banjir dikategorikan sebagai missing data.

Analisis Spasial: Mengapa Ini Penting?

Penggunaan analisis spasial dalam penelitian ini tidak sekadar untuk memvisualisasikan data, tetapi juga untuk memahami letak dan sebaran permasalahan kesehatan terkait bencana. Dalam konteks kesehatan masyarakat, analisis spasial adalah sinergi antara ilmu geografi dan ilmu kesehatan, yang memungkinkan identifikasi determinan kesehatan yang spesifik, input untuk pengambilan keputusan dalam surveilans, intervensi, dan strategi pencegahan penyakit, serta analisis epidemiologi. Kemajuan teknologi, terutama dengan adanya SIG, telah merevolusi kemampuan kita dalam menganalisis data spasial.

Penelitian ini menegaskan bahwa kondisi geografis, frekuensi kejadian, besaran dampak, dan kepadatan penduduk adalah faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan tingkat kerawanan bencana banjir di Jawa Timur. Oleh karena itu, analisis eksploratif wilayah-wilayah persebaran indeks rawan banjir sangat penting untuk memperkirakan potensi bencana di masa depan, sehingga penanggulangan banjir dapat dilakukan secara lebih efektif dan efisien.

Implementasi dan Rekomendasi: Menuju Masyarakat Tangguh Bencana

Peta rawan bencana merupakan komponen krusial dalam siklus manajemen bencana, khususnya pada tahap pra-bencana, yang meliputi kegiatan pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan. Peta kerawanan banjir berfungsi sebagai bagian dari sistem peringatan dini (Early Warning System) untuk memperkirakan dan meminimalkan dampak bencana. Tujuan utama pemetaan indeks rawan banjir adalah untuk mengidentifikasi daerah-daerah dengan tingkat kerawanan tinggi, sedang, dan rendah.

Indeks Rawan Bencana Indonesia (IRBI) memberikan informasi karakteristik wilayah dan dampak kerugian (nyawa, perumahan, luka-luka, fasilitas umum dan infrastruktur) yang dapat digunakan oleh berbagai pihak untuk pencegahan dan penanggulangan bencana. Artikel ini juga menyoroti empat strategi dasar pengelolaan daerah banjir:

  1. Modifikasi Kerentanan dan Kerugian Banjir: Penentuan zona atau pengaturan tata guna lahan.
  2. Peningkatan Kapasitas Alam: Penghijauan untuk menjaga kelestarian lingkungan.
  3. Modifikasi Dampak Banjir: Penggunaan teknik mitigasi seperti asuransi dan flood proofing.
  4. Modifikasi Banjir yang Terjadi: Pembangunan bangunan pengontrol (waduk) atau perbaikan sungai.

Studi kasus Kabupaten Pasuruan, yang masih tergolong kerawanan tinggi, menunjukkan bahwa meskipun upaya preventif seperti sosialisasi peringatan dini, normalisasi sungai, pemantauan curah hujan, dan penempatan perahu telah dilakukan oleh BPBD, besarnya kerugian akibat banjir menuntut upaya yang lebih keras dari pemerintah daerah dengan melibatkan masyarakat.

BPBD Provinsi Jawa Timur sendiri telah melakukan berbagai upaya antisipasi, seperti pengerukan seluruh daerah aliran Bengawan Solo, perbaikan pintu air, pembangunan tanggul di Lamongan dan Gresik, serta pemasangan pompa di Bojonegoro untuk menghindari luapan sungai. Pembentukan "daerah tangguh rawan bencana" juga menjadi strategi penting untuk membantu masyarakat yang rentan.

 

Penelitian ini menyimpulkan bahwa frekuensi kejadian banjir di Jawa Timur berfluktuasi, dengan puncaknya pada tahun 2010 dan jumlah kejadian terbanyak di Kabupaten Bojonegoro. Dampak banjir selama periode 1908-2012 di Jawa Timur sangat signifikan: 764 meninggal, 53.024 luka-luka, 32.948 rumah rusak, dan 180 fasilitas umum/infrastruktur rusak. Peta spasial menunjukkan bahwa sebagian besar Jawa Timur (48,48%) berada pada tingkat kerawanan sedang, dengan Kabupaten Pasuruan dan Situbondo menjadi wilayah dengan kerawanan tinggi (6,06%).

Berdasarkan temuan ini, rekomendasi yang diberikan sangat praktis dan berorientasi pada tindakan:

  • Wilayah Kerawanan Tinggi (merah): Perbaikan infrastruktur keairan, pembentukan daerah tanggap bencana, dan optimalisasi rencana kontinjensi.

     

  • Wilayah Kerawanan Sedang (kuning): Peningkatan pemeliharaan sarana prasarana keairan dan optimalisasi kegiatan pra-bencana.

     

  • Wilayah Kerawanan Rendah (hijau): Peningkatan kewaspadaan dan implementasi program/kegiatan pra-bencana untuk mencegah dampak yang lebih besar di kemudian hari.

     

Penelitian ini juga menyarankan perlunya penelitian lebih lanjut mengenai analisis risiko daerah rawan banjir berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya menggunakan SIG, demi data yang lebih akurat. Ini adalah poin krusial, karena pemahaman yang lebih mendalam tentang variabel-variabel pemicu banjir akan menghasilkan model prediksi yang lebih presisi dan strategi mitigasi yang lebih terarah.

Nilai Tambah dan Refleksi Kritis

Artikel ini memberikan kontribusi yang signifikan dalam upaya penanggulangan bencana banjir di Jawa Timur. Penggunaan SIG sebagai alat analisis bukan hanya sekadar tren, tetapi sebuah kebutuhan fundamental di era digital ini. Dengan visualisasi data yang jelas, para pembuat kebijakan dan masyarakat dapat memahami risiko secara lebih intuitif dan mengambil keputusan yang lebih tepat.

Namun, beberapa poin dapat menjadi bahan diskusi lebih lanjut:

  • Integrasi Data Real-time: Meskipun data historis sangat berharga, integrasi data real-time seperti curah hujan, ketinggian air sungai, dan data satelit terkini dapat meningkatkan akurasi dan kecepatan sistem peringatan dini. Inovasi seperti sensor IoT (Internet of Things) yang ditempatkan di titik-titik rawan banjir bisa menjadi langkah selanjutnya.
  • Partisipasi Masyarakat: Penelitian ini menyoroti pentingnya keterlibatan masyarakat dalam upaya mitigasi. Bagaimana SIG dapat menjadi alat partisipatif yang memungkinkan masyarakat lokal untuk berkontribusi dalam pengumpulan data, identifikasi risiko, atau bahkan merancang solusi berbasis komunitas? Konsep citizen science dalam pemetaan bencana memiliki potensi besar.
  • Dimensi Sosial-Ekonomi Lebih Dalam: Meskipun aspek sosial-ekonomi telah disinggung, analisis lebih dalam tentang dampak jangka panjang banjir terhadap migrasi penduduk, perubahan pola mata pencarian, atau bahkan kesehatan mental masyarakat pasca-bencana akan memberikan gambaran yang lebih holistik.
  • Perbandingan Model Prediksi: Akan menarik jika penelitian ini dapat membandingkan model prediksi kerawanan banjir yang digunakan dengan model lain, atau menguji sensitivitas model terhadap berbagai skenario perubahan iklim.
  • Kebijakan Tata Ruang: Peta kerawanan banjir yang dihasilkan adalah alat yang sangat kuat untuk mendukung kebijakan tata ruang berbasis risiko. Bagaimana pemerintah daerah dapat mengintegrasikan peta ini ke dalam rencana pembangunan wilayah, terutama dalam hal zonasi permukiman dan infrastruktur?

Secara keseluruhan, artikel ini adalah sebuah karya yang relevan dan penting. Dengan bahasa yang lugas dan didukung data yang solid, penelitian ini tidak hanya menjelaskan "apa" yang terjadi, tetapi juga "mengapa" dan "bagaimana" kita dapat bergerak maju menuju Jawa Timur yang lebih tangguh menghadapi ancaman banjir. Ini adalah panggilan untuk aksi kolektif, di mana ilmu pengetahuan, teknologi, dan kebijakan bertemu untuk melindungi kehidupan dan mata pencarian masyarakat.

Sumber Artikel:

Ristika Pramadita Rosa, Irma Prasetyowati, Ni'mal Baroya. (2013). Peta Spasial Indeks Rawan Bencana Banjir Jawa Timur Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2013. Jln. Kalimantan 1/93, Jember 68121. E-mail: irma_prasetyowati@yahoo.com

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Selengkapnya
Waspada Banjir! Analisis Mendalam Peta Risiko Jawa Timur: Siapkah Kita Menghadapi Ancaman Iklim?
page 1 of 1