Arsitektur & Desain Tradisional
Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah pada 15 Mei 2025
Pendahuluan
Kampung Kauman di Yogyakarta dikenal bukan hanya sebagai pusat pergerakan Islam, tetapi juga sebagai kawasan hunian yang merepresentasikan identitas arsitektur tradisional urban Jawa dengan nuansa religius. Rumah-rumah di kampung ini menyimpan narasi sejarah, keagamaan, dan budaya yang terwujud dalam bentuk ruang, tata letak, dan orientasi bangunan.
Dalam paper ini, I Gede Wira Dharma menyajikan studi mendalam mengenai bagaimana karakteristik ruang pada rumah tinggal di Kauman tidak hanya dibentuk oleh kebutuhan fungsional, namun juga nilai-nilai keislaman, adat Jawa, dan interaksi sosial. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan arsitektural dan sosiokultural, yang memperkaya wacana tentang pelestarian kawasan historis urban.
Metode dan Pendekatan
Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan studi kasus terhadap beberapa rumah tinggal yang masih mempertahankan struktur tradisional di Kauman. Data dikumpulkan lewat observasi langsung, wawancara dengan penghuni rumah, serta dokumentasi visual dan denah rumah. Penekanan diberikan pada:
Tata ruang rumah dan orientasi bangunan.
Hubungan antar ruang (privat, semi privat, dan publik).
Makna simbolik dari penempatan ruang dan elemen arsitektural.
Dampak nilai-nilai Islam terhadap pengorganisasian ruang.
Metode ini sangat relevan karena rumah tradisional bukan sekadar entitas fisik, melainkan juga manifestasi nilai dan ideologi yang hidup dalam keseharian penghuninya.
Temuan Kunci
1. Pola Tata Ruang Tradisional Jawa-Islami
Rumah di Kauman secara umum mengadopsi pola rumah Jawa dengan penyesuaian nilai-nilai Islam. Pembagian ruang terdiri dari:
Pendopo (ruang publik/tamu),
Pringgitan (ruang transisi atau seremonial),
Dalem (ruang keluarga atau privat),
Gandok (ruang tambahan untuk anggota keluarga),
serta Senthong (ruang tidur dan penyimpanan benda-benda sakral).
Namun, dalam konteks Kauman, orientasi rumah banyak menghadap ke arah barat sebagai bentuk penghormatan terhadap arah kiblat, berbeda dengan rumah Jawa pada umumnya yang mengikuti arah mata angin secara ketat.
2. Fungsi Ganda: Religius dan Sosial
Ruang tidak hanya digunakan untuk kegiatan domestik, tetapi juga mengakomodasi pengajian, tadarus, hingga diskusi keagamaan, mencerminkan fungsi sosial dan religius dari ruang. Ini menandakan bahwa rumah adalah bagian dari jaringan sosial dan ideologis masyarakat Kauman, bukan sekadar tempat tinggal.
Contoh konkrit: banyak rumah yang memiliki ruang semi-terbuka untuk menerima tamu laki-laki, sementara ruang perempuan berada di area yang lebih privat. Ini adalah bentuk penerapan nilai segregasi gender dalam arsitektur domestik Islam.
3. Transisi Ruang: Publik ke Privat
Transisi ruang dalam rumah Kauman sangat jelas dan bertingkat. Pendopo sebagai area terbuka untuk umum, sementara ruang dalam lebih bersifat eksklusif. Hal ini menunjukkan adanya hierarki ruang yang menghormati privasi dan etika bertamu. Dalam wawancara, penghuni menyebutkan bahwa ruang depan adalah ‘panggung’ sosial yang mencerminkan citra keluarga.
Analisis Tambahan
Konservasi vs. Modernisasi
Salah satu tantangan yang diangkat oleh penulis, meski secara implisit, adalah tekanan modernisasi yang membuat banyak rumah kehilangan elemen tradisionalnya. Banyak rumah telah mengalami renovasi dengan material modern seperti keramik atau atap genteng pabrikan, yang mengubah estetika dan karakter asli rumah.
Namun, studi ini memperlihatkan bahwa nilai-nilai dasar—seperti orientasi kiblat, pembagian ruang gender, dan penghormatan terhadap tamu—tetap bertahan meski wujud fisiknya berubah. Hal ini menjadi titik penting dalam wacana konservasi: bahwa pelestarian nilai bisa lebih penting daripada pelestarian bentuk.
Contoh Perbandingan
Menarik jika dibandingkan dengan rumah adat lain seperti Rumah Betawi, yang memiliki teras depan sebagai ruang sosial. Dalam Kauman, fungsi serupa diambil oleh pendopo, namun dengan struktur sosial dan tata nilai yang berbeda. Di Betawi, keterbukaan adalah simbol keramahan, sementara di Kauman, keterbukaan tetap dibatasi oleh norma keislaman.
Implikasi Praktis dan Rekomendasi
1. Perencanaan Kawasan Berbasis Nilai Budaya
Hasil studi ini penting bagi perencana kota dan arsitek dalam menata kawasan historis urban seperti Kauman. Desain yang tidak memahami nilai lokal bisa menimbulkan alienasi dan merusak kohesi sosial. Dengan mempertimbangkan karakteristik ruang tradisional, kita bisa merancang kawasan hunian yang lebih inklusif dan bermakna.
2. Edukasi Masyarakat dan Pemerintah
Penting adanya sosialisasi tentang nilai arsitektur lokal kepada masyarakat dan pemangku kebijakan. Pelestarian tidak harus menolak modernitas, tetapi perlu proses mediasi dan kompromi. Misalnya, penggunaan material baru bisa diimbangi dengan tetap mempertahankan pola ruang dan nilai-nilai dasar.
Kritik dan Nilai Tambah
Meski penelitian ini sangat kaya dalam konteks spasial dan nilai budaya, akan lebih lengkap jika:
Disertakan peta persebaran rumah yang diteliti untuk memahami skala ruang dan pola permukiman secara menyeluruh.
Analisis lebih lanjut mengenai perubahan fungsi ruang dalam konteks ekonomi, misalnya rumah yang kini dijadikan homestay atau tempat usaha.
Adanya perbandingan dengan kampung urban religius lain seperti Kauman di Solo atau kampung pesantren di Jawa Timur.
Kesimpulan
Penelitian ini mengajarkan bahwa rumah bukan hanya tempat berteduh, tetapi juga cerminan nilai, kepercayaan, dan sejarah. Di Kampung Kauman, struktur rumah tidak dibentuk oleh arsitek profesional, melainkan oleh pengalaman kolektif, adat, dan ajaran agama yang berurat dalam kehidupan masyarakatnya.
Studi ini sangat relevan dalam konteks arsitektur kontemporer yang seringkali mengabaikan akar budaya dan lokalitas. Di tengah arus globalisasi, rumah-rumah Kauman mengingatkan kita bahwa arsitektur harus berpijak pada manusia, bukan sekadar bentuk.
Sumber
Wira Dharma, I Gede. (2015). Studi Karakteristik Ruang pada Bangunan Rumah Tinggal di Kampung Kauman Yogyakarta. Jurnal Arsitektur NALARs Vol. 14 No. 2. Universitas Diponegoro