Mengapa Integrasi DRR dan Urban Planning Jadi Isu Strategis?
Perkembangan kota yang pesat, perubahan iklim, dan pertumbuhan penduduk telah meningkatkan kerentanan kawasan urban terhadap bencana. Tidak hanya banjir, kekeringan, dan kebakaran, namun juga bencana sosial seperti epidemi dan kecelakaan industri kini menjadi ancaman nyata bagi kota-kota besar dunia, termasuk di Afrika Selatan. Dalam konteks ini, integrasi pengurangan risiko bencana (Disaster Risk Reduction/DRR) ke dalam kurikulum perencanaan kota dan wilayah (Urban and Regional Planning/UP) menjadi sangat krusial. Artikel karya Koen, Coetzee, Kruger, dan Puren (2024) membedah secara kritis status integrasi DRR dalam kurikulum perencanaan di universitas Afrika Selatan, mengungkap tantangan, peluang, dan rekomendasi strategis yang sangat relevan untuk negara berkembang lain, termasuk Indonesia.
Latar Belakang: Urbanisasi, Risiko Bencana, dan Kesenjangan Kompetensi
Fakta dan Tren Global
- Urbanisasi dan perubahan iklim memperbesar paparan risiko bencana di kawasan perkotaan.
- Infrastruktur yang padat dan pertumbuhan permukiman informal memperparah dampak bencana.
- Banyak komunitas urban yang kekurangan modal sosial, ekonomi, dan lingkungan untuk menghadapi bencana secara mandiri.
Relevansi Integrasi DRR dalam Pendidikan Perencana Kota
- Integrasi DRR dalam UP diyakini mampu mencetak perencana kota yang lebih siap menghadapi tantangan masa depan.
- Banyak solusi pembangunan kota gagal karena pendekatan sektoral dan minim kolaborasi lintas disiplin.
- Integrasi ini telah menjadi agenda global sejak awal 2000-an, didorong oleh dokumen seperti SDGs (khususnya SDG 11 tentang kota berkelanjutan) dan Sendai Framework for Disaster Risk Reduction.
Kerangka Teori dan Kebijakan: Kenapa DRR Harus Masuk Kurikulum UP?
Perspektif Akademik
- Urban planning memiliki peran strategis dalam mengatasi penyebab utama risiko bencana: tata ruang, degradasi lingkungan, tata kelola yang lemah, dan ketimpangan sosial.
- Integrasi DRR membantu perencana kota memahami dan mengelola risiko, bukan sekadar merespons bencana setelah terjadi.
- Praktik baik: penataan ulang fungsi lahan, penguatan standar bangunan, dan pengurangan paparan masyarakat terhadap zona rawan.
Perspektif Kebijakan
- SDGs menekankan pengurangan korban dan kerugian ekonomi akibat bencana, terutama bagi kelompok rentan.
- Sendai Framework mendorong integrasi DRR dalam jalur pendidikan dan pengembangan profesional, serta penegakan aturan tata ruang berbasis risiko.
- Kebijakan nasional Afrika Selatan (SPLUMA) dan National Disaster Management Framework menuntut integrasi DRR dalam perencanaan dan pengembangan wilayah.
Studi Kasus: Implementasi Integrasi DRR di Universitas Afrika Selatan
Metodologi Penelitian
- Studi ini menggunakan desain eksploratori kualitatif dengan survei daring kepada 18 dosen dari 11 universitas yang menawarkan program perencanaan kota dan wilayah.
- Kriteria partisipan: dosen yang telah mengintegrasikan aspek DRR dalam modul yang diajarkan.
- Analisis dilakukan dengan thematic analysis untuk mengidentifikasi pola, tantangan, dan peluang integrasi DRR dalam kurikulum.
Temuan Kunci
1. Kesadaran dan Komitmen Tinggi
- Seluruh partisipan sepakat bahwa DRR sangat relevan untuk calon perencana kota.
- Mayoritas menilai perencana kota berperan vital dalam menata permukiman, infrastruktur, dan tata ruang agar lebih tahan bencana.
- DRR dianggap penting untuk membangun kota yang adaptif terhadap perubahan iklim dan bencana masa depan.
2. Praktik Integrasi di Kurikulum
- DRR telah diintegrasikan dalam beberapa modul, seperti sustainable development, environmental planning, spatial planning, flood planning, urban design, hingga city safety.
- Namun, tidak ada satu pun universitas yang memiliki mata kuliah khusus DRR. Integrasi hanya terjadi pada 1–2 modul, dengan porsi materi DRR rata-rata hanya 5%–20% dari total konten modul.
- Integrasi lebih banyak terjadi di tingkat pascasarjana, sehingga sebagian besar mahasiswa S1 tidak mendapat paparan cukup tentang DRR.
3. Studi Kasus Modul dan Materi
- Di University E, mahasiswa belajar memantau floodplain, pengelolaan limbah, hingga analisis kontur untuk mencegah banjir.
- Di University F, kelas Urban Infrastructure membahas kegagalan infrastruktur dan respons komunitas, sedangkan kelas Metropolitan Planning mengulas peran pemerintah lokal dalam manajemen bencana.
- University H mengintegrasikan DRR pada tiga modul di tingkat S1 dan S2, namun tetap hanya 50% dari konten modul yang membahas DRR.
4. Tantangan Utama Integrasi
- Keterbatasan waktu dan ruang dalam kurikulum: Kurikulum sudah penuh, sulit menambah materi baru tanpa mengorbankan konten lain.
- Keterbatasan dana dan SDM: Minimnya anggaran menghambat perekrutan dosen dengan keahlian DRR.
- Kurangnya pemahaman dan pelatihan: Banyak dosen spesialis di bidang tertentu enggan atau kesulitan memperluas kompetensi ke DRR.
- Minimnya materi dan best practice: Kurangnya bahan ajar dan contoh nyata integrasi DRR dalam perencanaan kota.
5. Dampak Integrasi yang Terbatas
- Paparan mahasiswa tentang DRR masih sangat terbatas, terutama di jenjang S1.
- Hanya sebagian kecil lulusan yang benar-benar memahami dan mampu menerapkan prinsip DRR dalam praktik profesional.
- Potensi besar untuk memperluas integrasi, namun butuh strategi nasional dan dukungan institusi.
Analisis Kritis: Kelebihan, Keterbatasan, dan Perbandingan Global
Kelebihan Studi
- Memberikan gambaran nyata tentang status integrasi DRR dalam pendidikan perencana kota di Afrika Selatan.
- Mengungkap tantangan struktural dan kultural yang juga dialami banyak negara berkembang.
- Menawarkan dasar untuk reformasi kurikulum dan kebijakan pendidikan perencana kota.
Keterbatasan
- Studi berbasis self-report dari dosen, sehingga ada potensi bias persepsi.
- Tidak membahas secara mendalam dampak integrasi DRR terhadap outcome lulusan di dunia kerja.
- Belum mengeksplorasi inovasi digital atau kolaborasi dengan industri dalam pengembangan materi DRR.
Perbandingan dengan Negara Lain
- Di India, hanya sedikit universitas yang mengintegrasikan DRR dalam kurikulum perencanaan, meski risiko bencana sangat tinggi.
- Di Australia dan Jepang, integrasi DRR lebih maju, didorong kolaborasi antara universitas, pemerintah, dan sektor swasta.
- Di Indonesia, tantangan serupa muncul: kurikulum perencanaan kota masih minim materi DRR, padahal risiko bencana sangat tinggi.
Implikasi dan Rekomendasi Strategis
1. Reformasi Kurikulum dan Materi Ajar
- DRR harus menjadi bagian inti, bukan sekadar tambahan, dalam kurikulum perencanaan kota dan wilayah.
- Pengembangan modul khusus DRR, baik teori maupun praktik, di semua jenjang pendidikan.
- Integrasi studi kasus lokal dan global, simulasi, serta proyek lapangan untuk memperkuat pemahaman aplikatif.
2. Penguatan Kapasitas Dosen dan Institusi
- Pelatihan intensif bagi dosen tentang konsep, metode, dan aplikasi DRR dalam perencanaan kota.
- Kerja sama dengan praktisi, lembaga DRR, dan industri untuk pengembangan materi dan magang mahasiswa.
- Penambahan anggaran untuk rekrutmen dosen ahli DRR dan pengembangan bahan ajar.
3. Kolaborasi Lintas Sektor dan Disiplin
- Pembentukan kelompok kerja lintas disiplin (climate task group) yang menggabungkan keahlian iklim, perencanaan, dan DRR.
- Kolaborasi antara universitas, pemerintah daerah, dan lembaga internasional untuk pengembangan kurikulum dan riset bersama.
- Integrasi DRR dalam kebijakan tata ruang, pembangunan infrastruktur, dan pengelolaan lingkungan.
4. Digitalisasi dan Inovasi Pembelajaran
- Pengembangan platform daring untuk pelatihan dan simulasi DRR berbasis kasus nyata.
- Pemanfaatan data spasial, GIS, dan teknologi digital untuk pembelajaran dan penelitian risiko bencana.
- Penguatan literasi digital mahasiswa dan dosen untuk mendukung pembelajaran adaptif.
5. Advokasi dan Pengakuan Profesi
- Mendorong asosiasi perencana kota untuk menjadikan kompetensi DRR sebagai syarat sertifikasi profesional.
- Kampanye kesadaran tentang pentingnya DRR di kalangan mahasiswa, dosen, dan pemangku kepentingan industri.
Studi Angka dan Fakta: Potret Integrasi DRR di Perguruan Tinggi
- Dari 11 universitas yang disurvei, rata-rata hanya 1–2 modul yang mengintegrasikan DRR, dengan porsi materi 5%–20% per modul.
- Tidak ada universitas yang memiliki mata kuliah khusus DRR.
- Integrasi lebih banyak terjadi di tingkat pascasarjana, sehingga sebagian besar mahasiswa S1 tidak terpapar DRR.
- Tantangan utama: keterbatasan waktu, dana, SDM, dan materi ajar.
Opini dan Kritik: Integrasi DRR, Momentum Reformasi atau Formalitas?
Integrasi DRR dalam kurikulum perencanaan kota bukan sekadar tuntutan kebijakan, tapi kebutuhan strategis di era bencana kompleks dan perubahan iklim. Namun, jika hanya dilakukan setengah hati—sekadar menambah satu-dua topik dalam modul—manfaatnya akan sangat terbatas. Reformasi kurikulum harus dilakukan secara menyeluruh, didukung pelatihan dosen, kolaborasi lintas sektor, dan inovasi pembelajaran.
Kritik utama terhadap praktik saat ini adalah minimnya komitmen institusi dan pemerintah untuk menyediakan sumber daya dan insentif bagi pengembangan kurikulum DRR. Selain itu, penguatan jejaring antara universitas, industri, dan lembaga DRR masih sangat diperlukan untuk memastikan lulusan benar-benar siap menghadapi tantangan nyata di lapangan.
Tren Masa Depan: Kompetensi DRR sebagai Standar Baru Perencana Kota
- Digitalisasi dan Big Data: Penguasaan teknologi GIS, analisis risiko spasial, dan pemodelan bencana akan menjadi syarat wajib perencana kota modern.
- Kolaborasi Global: Mobilitas tenaga kerja dan harmonisasi standar kompetensi DRR di tingkat regional dan internasional akan membuka peluang karier baru.
- Lifelong Learning: Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan tentang DRR harus menjadi bagian dari pengembangan profesional perencana kota.
- Pendekatan Komunitas: Partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan mitigasi bencana semakin diakui sebagai kunci keberhasilan pembangunan kota berkelanjutan.
Kesimpulan: Menuju Kota Tangguh Lewat Kurikulum Perencanaan Adaptif
Studi Koen dkk. menegaskan bahwa integrasi DRR dalam kurikulum perencanaan kota adalah fondasi utama membangun kota tangguh dan berkelanjutan. Tantangan integrasi memang besar—mulai dari keterbatasan waktu, dana, hingga kapasitas dosen—namun peluang reformasi juga terbuka lebar. Dengan komitmen bersama, kolaborasi lintas sektor, dan inovasi pembelajaran, universitas dapat menjadi motor penggerak transformasi kompetensi perencana kota masa depan. Indonesia dan negara berkembang lain dapat mengambil pelajaran penting dari pengalaman Afrika Selatan: investasi pada pendidikan DRR adalah investasi pada masa depan kota yang lebih aman, inklusif, dan adaptif terhadap perubahan zaman.
Sumber
Koen T, Coetzee C, Kruger L, Puren K. (2024). Assessing the integration between disaster risk reduction and urban and regional planning curricula at tertiary institutions in South Africa. J transdiscipl res S Afr. 20(1), a1451.