Industri konstruksi global menghadapi tekanan ganda—di satu sisi harus meningkatkan efisiensi, dan di sisi lain dituntut untuk berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan. Konsep lean construction hadir untuk meminimalisir pemborosan, sementara keberlanjutan fokus pada dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi. Namun, menurut para penulis, pendekatan ini selama ini berjalan paralel, bukan sinergis. Di sinilah pentingnya LAST Matrix—sebuah kerangka kerja yang mengintegrasikan keduanya.
LAST Matrix: Menyatukan Dua Dunia
LAST Matrix (Lean Approaching Sustainability Tools) dirancang sebagai alat bantu keputusan yang memetakan tools lean terhadap dimensi keberlanjutan. Ada tiga langkah utama dalam pengembangannya:
- Klasifikasi Tools Lean ke dalam lima kelompok: lean design, lean procurement, lean construction, lean commissioning, dan lean facility management.
- Pemetaan Tools ke Pilar Keberlanjutan: ekonomi, lingkungan, dan sosial.
- Penerapan Matrix: membantu stakeholders memilih tools yang relevan sesuai dengan prioritas proyek.
Matrix ini menawarkan pendekatan praktis dan berbasis data, menjawab kritik terhadap pendekatan teoretis yang kurang aplikatif di lapangan.
Studi Kasus: Aplikasi LAST Matrix di Proyek Infrastruktur
Salah satu bagian paling menarik dari artikel ini adalah studi kasus pada proyek konstruksi jalan raya berskala besar di Inggris. Proyek ini menghadapi tantangan efisiensi waktu dan tekanan dari regulasi keberlanjutan pemerintah.
Melalui LAST Matrix, tim proyek mengidentifikasi sejumlah tools yang efektif secara simultan untuk dua target tersebut:
- Just-in-Time (JIT) delivery mengurangi kebutuhan ruang penyimpanan dan mempercepat waktu pengerjaan.
- Design for Environment (DfE) membantu meminimalkan dampak ekologis material bangunan.
- Visual Management digunakan untuk meningkatkan transparansi dan keterlibatan pekerja, berdampak langsung pada aspek sosial keberlanjutan.
Hasilnya, proyek berhasil menghemat 12% biaya operasional, memangkas waktu konstruksi sebesar 18%, dan menurunkan limbah konstruksi hingga 25%. Angka-angka ini membuktikan nilai aplikatif dari LAST Matrix dalam mencapai efisiensi tanpa mengorbankan prinsip hijau.
Sinergi Lean dan Sustainability: Sebuah Paradigma Baru
Tradisionalnya, lean construction berfokus pada efisiensi proses, sementara keberlanjutan lebih menekankan dampak jangka panjang. LAST Matrix menyatukan keduanya, menunjukkan bahwa efisiensi dan tanggung jawab sosial-lingkungan bukan dua kutub yang harus dipertentangkan.
Para penulis menunjukkan bahwa dari 43 lean tools yang dianalisis:
- 34 tools memberikan kontribusi terhadap aspek ekonomi.
- 25 tools relevan untuk keberlanjutan lingkungan.
- 18 tools berdampak langsung pada aspek sosial (kesehatan kerja, partisipasi pekerja, keamanan).
Ini mengindikasikan bahwa sebagian besar tools lean memang memiliki potensi untuk mendukung keberlanjutan jika dimanfaatkan secara strategis.
Kritik Konstruktif dan Tantangan Implementasi
Meski menjanjikan, implementasi LAST Matrix bukan tanpa tantangan. Salah satu kekhawatiran adalah keterbatasan pemahaman di lapangan, terutama pada proyek berskala kecil yang minim SDM ahli lean maupun keberlanjutan. Oleh karena itu, pelatihan dan pendampingan menjadi aspek penting dalam diseminasi metode ini.
Penulis juga menekankan pentingnya adaptabilitas: matrix ini bukan alat statis, tapi harus dievaluasi dan diperbarui secara berkala berdasarkan dinamika proyek dan perkembangan teknologi konstruksi.
LAST Matrix dan Tren Global
Konsep integratif seperti LAST Matrix sangat relevan dengan tren global, termasuk agenda PBB SDGs (Sustainable Development Goals) dan komitmen berbagai negara terhadap zero carbon construction. Bahkan di Indonesia, implementasi green building mulai digaungkan, dan metode lean sudah masuk dalam kurikulum pendidikan teknik sipil dan arsitektur.
Dengan mengadopsi matrix ini, proyek di negara berkembang bisa mengejar ketertinggalan tanpa mengorbankan aspek lingkungan atau sosial.
Komparasi dengan Penelitian Lain
Dalam konteks akademik, LAST Matrix melampaui pendekatan sebelumnya seperti:
- Triple Bottom Line (Elkington, 1997) yang terlalu konseptual dan kurang instruktif.
- Model Green Lean oleh Koskela (2000) yang belum cukup sistematis dalam pemetaan tools.
Keunggulan LAST Matrix adalah formatnya yang langsung dapat digunakan di lapangan—sebagai check-list, panduan pemetaan, hingga dasar untuk audit keberlanjutan proyek konstruksi.
Kesimpulan: LAST Matrix Sebagai Game Changer
LAST Matrix bukan sekadar alat bantu teknis, tapi sebuah paradigma baru yang menekankan bahwa efisiensi dan keberlanjutan bisa berjalan beriringan. Dengan pendekatan berbasis data, studi kasus yang meyakinkan, dan struktur yang fleksibel, matrix ini punya potensi menjadi standar baru dalam manajemen proyek konstruksi, baik di negara maju maupun berkembang.
Para pemangku kepentingan—kontraktor, arsitek, manajer proyek, hingga pemerintah—patut menjadikan LAST Matrix sebagai referensi utama dalam menyusun strategi implementasi konstruksi lean yang ramah lingkungan dan sosial.
Rekomendasi
Bagi praktisi di Indonesia, adopsi LAST Matrix bisa dimulai dari proyek-proyek pemerintah yang sudah punya tuntutan ESG (Environmental, Social, Governance). Di sisi akademik, LAST Matrix dapat dijadikan bahan ajar untuk kuliah “Manajemen Proyek Konstruksi Berkelanjutan” atau “Sistem Lean dalam Konstruksi”.
Bagi industri, integrasi matrix ini dengan software manajemen proyek seperti BIM (Building Information Modeling) akan semakin mempercepat proses transisi menuju konstruksi yang tidak hanya hemat biaya, tetapi juga peduli pada lingkungan dan manusia.
Sumber asli artikel: Mughees Aslam, Zhili Gao, dan Gary Smith. “Development of Lean Approaching Sustainability Tools (LAST) Matrix for Achieving Integrated Lean and Sustainable Construction.” Journal of Cleaner Production, 2024.