Tanah lempung lunak dikenal sebagai salah satu jenis tanah bermasalah yang sering menjadi hambatan utama dalam pembangunan infrastruktur, terutama di kawasan pesisir dan delta sungai. Sifatnya yang mudah terkompresi dan memiliki kekuatan geser rendah menyebabkan risiko penurunan dan kerusakan struktur. Salah satu solusi yang semakin populer adalah teknik deep soil mixing (DSM) dengan penambahan kapur atau semen. Namun, kehadiran air asin (mengandung ion Cl−, SO₄²⁻, dan Mg²⁺) di lingkungan pesisir menimbulkan tantangan baru karena dapat menurunkan efektivitas stabilisasi1.
Dasar Teori dan Inovasi DSM
DSM merupakan metode pencampuran bahan stabilisasi (kapur/semen) ke dalam tanah secara mendalam untuk meningkatkan kekuatan dan menurunkan kompresibilitas. Teknik ini diaplikasikan pada berbagai proyek, mulai dari sub-grade jalan, fondasi bangunan, hingga tanggul dan dinding penahan tanah.
Keunggulan DSM:
- Meningkatkan kekuatan geser dan tekan tanah.
- Mengurangi potensi pengembangan volume dan penyusutan.
- Menurunkan indeks plastisitas dan permeabilitas.
- Meningkatkan ketahanan terhadap siklus beku-cair dan erosi.
Namun, penggunaan kapur/semen juga memiliki kelemahan, seperti emisi CO₂ tinggi dan potensi reaksi negatif dengan garam tanah, terutama sulfat yang dapat memicu ekspansi berlebihan dan pembentukan mineral merusak seperti ettringite dan thaumasite1.
Pengaruh Garam Terhadap Stabilisasi Tanah
Studi kasus utama dalam paper ini menguji pengaruh air asin terhadap tanah lempung lunak yang distabilisasi dengan berbagai rasio kapur/semen. Sampel diuji pada umur 7, 28, dan 56 hari menggunakan uji tekan tak terkonfinsi dan triaxial.
Temuan penting:
- Kehadiran sulfat (SO₄²⁻) menurunkan kekuatan tekan tanah yang distabilisasi, terutama jika menggunakan kapur atau semen berbasis kalsium.
- Klorida (Cl−) dan magnesium (Mg²⁺) juga berkontribusi pada penurunan kekuatan dan mempercepat kerusakan struktur tanah.
- Pada kadar sulfat hingga 3.000 ppm, penggunaan kapur masih efektif, namun di atas itu risiko ekspansi dan kerusakan meningkat drastis.
- Kombinasi kapur dan semen lebih efektif daripada kapur saja untuk meningkatkan kekuatan dan menurunkan pengembangan volume pada tanah dengan kadar garam sedang hingga tinggi.
Data Eksperimen dan Angka Kunci
- Kenaikan kekuatan tekan (UCS): Sampel dengan campuran semen 10% menunjukkan peningkatan UCS hingga 250% setelah 56 hari curing pada tanah tanpa garam, namun hanya 120% pada tanah dengan kadar sulfat tinggi.
- Penurunan indeks plastisitas: Penambahan kapur/semen menurunkan indeks plastisitas rata-rata 35–55%.
- Efek curing: Kekuatan tanah terus meningkat seiring waktu curing, tetapi laju peningkatan melambat pada lingkungan dengan air asin.
- Kombinasi optimal: Pada tanah dengan kadar sulfat 2.000 ppm, kombinasi semen 8% + kapur 2% menghasilkan kekuatan tekan terbaik dan ekspansi minimum.
Studi Kasus Lapangan
Proyek jalan di Delta Mesir:
DSM dengan semen 10% pada lempung lunak berhasil menahan beban lalu lintas berat tanpa penurunan signifikan selama 2 tahun, meski lingkungan mengandung garam sedang. Namun, pada lokasi dengan kadar sulfat >3.500 ppm, terjadi retak dan penurunan kekuatan setelah 18 bulan, membuktikan pentingnya penyesuaian komposisi stabilisator sesuai kadar garam lokal.
Perbandingan dengan Penelitian Lain
Penelitian ini sejalan dengan temuan Puppala et al. (2020) yang merekomendasikan penggunaan semen tipe V (sulfate-resistant) dan fly ash kelas F untuk tanah bersulfat tinggi. Penambahan GGBFS (slag) juga terbukti efektif menekan ekspansi ettringite. Namun, penelitian Bakr menekankan perlunya pengujian lokal karena variasi mineralogi tanah dan jenis garam sangat memengaruhi hasil akhir.
Kritik dan Opini
Kekuatan utama paper ini adalah pendekatan laboratorium yang komprehensif dan analisis mendalam terhadap interaksi kimia antara tanah, bahan stabilisasi, dan garam. Namun, masih terdapat ruang untuk eksplorasi lebih lanjut, seperti pengujian jangka panjang di lapangan dan penggunaan bahan stabilisasi ramah lingkungan (misal: geopolimer atau enzim).
Kritik:
- Paper ini masih terbatas pada uji laboratorium; studi jangka panjang di lapangan sangat diperlukan.
- Belum membahas aspek ekonomi dan emisi karbon secara detail, padahal ini penting untuk aplikasi berkelanjutan.
Relevansi dengan Tren Industri
Dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan adaptasi perubahan iklim, teknik DSM yang disesuaikan dengan kondisi lokal (terutama kadar garam) sangat relevan untuk proyek infrastruktur pesisir dan delta. Inovasi bahan stabilisasi ramah lingkungan dan monitoring digital akan menjadi tren utama di masa depan.
Kesimpulan
Stabilisasi tanah lempung lunak dengan DSM, kapur, dan semen efektif meningkatkan kekuatan dan ketahanan tanah, namun efektivitasnya sangat dipengaruhi oleh kadar garam dalam air tanah. Pemilihan jenis dan dosis stabilisator harus disesuaikan dengan karakteristik tanah dan lingkungan setempat. Studi ini memberikan panduan praktis bagi insinyur sipil dan pengambil keputusan untuk merancang fondasi yang lebih aman, tahan lama, dan berkelanjutan.
Sumber : Rami Mahmoud Bakr (2024). Stabilization of Soft Clay Soil by Deep Mixing with Lime and Cement in the Presence of Salt Water. Civil Engineering and Architecture, 12(1), 78-96. DOI: 10.13189/cea.2024.120107.