Pendahuluan: Urgensi Konstruksi Hijau di Era Krisis Iklim
Di tengah maraknya isu perubahan iklim dan kelangkaan sumber daya alam, dunia konstruksi dihadapkan pada tantangan besar: bagaimana membangun tanpa merusak? Industri konstruksi global menyumbang sekitar 40% konsumsi energi dunia dan 31,5 juta ton limbah setiap tahun hanya di Amerika Serikat. Dalam konteks ini, konsep konstruksi hijau (green construction) bukan lagi sekadar tren, melainkan kebutuhan mendesak.
Indonesia pun menghadapi tantangan serupa. Dengan pertumbuhan penduduk dan kebutuhan perumahan yang terus meningkat, dibutuhkan pendekatan baru yang tidak hanya efisien secara teknis dan ekonomis, tetapi juga ramah lingkungan. Paper karya Mohammad Imran dari STITEK Bina Taruna Gorontalo hadir sebagai refleksi penting atas persoalan ini. Lewat tulisan berjudul "Teknologi Tepat Guna, Alternatif Material Konstruksi Hijau", Imran menyodorkan solusi konkret yang bisa diterapkan secara luas, terutama melalui pemanfaatan teknologi tepat guna dan material bangunan alternatif yang lebih lestari.
Teknologi Tepat Guna: Solusi Kontekstual untuk Pembangunan Inklusif
Salah satu konsep kunci yang diangkat dalam paper ini adalah teknologi tepat guna. Bukan teknologi tinggi (hi-tech), melainkan inovasi yang relevan, sederhana, ekonomis, dan kontekstual—cocok dengan kemampuan masyarakat lokal. Karakteristiknya meliputi:
Hemat energi dan sumber daya
Mudah dirawat dan diproduksi secara lokal
Minim polusi
Mampu menyerap tenaga kerja lokal (padat karya)
Teknologi tepat guna bukanlah solusi murahan, tetapi justru solusi bijak. Misalnya, dalam pembangunan rumah sederhana di daerah rural, pemanfaatan bahan lokal seperti bambu, batu bata ringan, atau panel EPS bukan hanya menekan biaya, tetapi juga mempercepat proses konstruksi dan mengurangi jejak karbon.
Material Alternatif: Bukan Sekadar Pengganti, Tapi Solusi Masa Depan
Dalam papernya, Imran mengidentifikasi sejumlah material alternatif yang terbukti ramah lingkungan dan mulai banyak diterapkan:
1. Baja Ringan
Digunakan sebagai pengganti kayu dalam struktur atap dan bangunan. Keunggulannya:
Tahan rayap, lentur, ringan, dan tidak korosif
Bisa didesain presisi sesuai kalkulasi arsitektur
Mengurangi illegal logging
2. Aluminium
Sering digunakan untuk kusen jendela dan pintu. Keunggulan:
Tahan lama, bebas perawatan, tidak beracun
Dapat didaur ulang dan insulatif terhadap panas dan suara
3. Batu Bata Ringan & Batu Bata Alami
Efisien dalam menyerap panas, tahan tekanan, dan memiliki insulasi suara yang baik. Ini penting dalam mengurangi kebutuhan pendingin ruangan (A/C), yang menurut data, menyumbang hingga 40% konsumsi listrik di rumah tangga Indonesia.
4. Expanded Polystyrene System (EPS)
EPS sebagai panel bangunan menawarkan keunggulan sebagai insulator termal dan akustik, serta mendukung efisiensi energi. Meski umumnya dikenal sebagai limbah, dalam bentuk panel konstruksi EPS menjadi teknologi yang tepat guna dan sangat ramah lingkungan jika digunakan dengan sistem closed loop recycling, seperti di Jepang yang mendaur ulang 90% EPS.
Studi Kasus: Efisiensi Energi Lewat Panel EPS
Dalam portofolio proyek EPS panel yang telah dilaksanakan di Indonesia (lebih dari 50 proyek), tercatat penghematan emisi karbon hingga 10 kiloton per tahun. Ini dimungkinkan karena:
Konsumsi A/C berkurang signifikan (hingga 30%)
EPS memiliki sifat fire retardant, aman, tidak beracun
Proses produksinya minim limbah
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian lain yang menunjukkan bahwa penghematan energi selama siklus hidup bangunan (hingga 95%) lebih besar dibanding konsumsi saat pembangunan (hanya 5–13%).
Konstruksi Hijau: Transformasi Sistemik Bukan Sekadar Estetika
Konsep green construction yang diuraikan penulis menekankan pada pembangunan berkelanjutan yang menyeluruh, dari tahap desain hingga operasional. Beberapa prinsip pentingnya:
Penggunaan material daur ulang dan dapat diperbaharui
Pengelolaan limbah konstruksi
Pengendalian dampak lingkungan (udara, tanah, air, suara)
Efisiensi energi dan air
Penggunaan pencahayaan alami dan ventilasi silang
Kritik: Tantangan Implementasi di Lapangan
Walau secara konsep sangat kuat, penerapan konstruksi hijau di Indonesia masih terbentur oleh:
Rendahnya literasi teknis masyarakat dan pelaku konstruksi
Biaya awal (upfront cost) yang tampak lebih tinggi, meskipun biaya operasional jangka panjang jauh lebih rendah
Kurangnya kebijakan insentif dari pemerintah untuk pembangunan ramah lingkungan
Inovasi Tahan Gempa: Seismic Bearing sebagai Teknologi Adaptif
Indonesia sebagai negara rawan gempa membutuhkan konstruksi yang tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga tangguh. Dalam paper ini, Imran menyoroti teknologi seismic bearing yang menggunakan bantalan karet alam dan lempeng baja.
Keunggulan:
Mampu menyerap hingga 70% energi gempa
Menghindari keruntuhan struktural fatal
Murah dan berbahan lokal
Cocok untuk daerah rawan bencana seperti NTT, Maluku, atau Sumatra Barat
Studi dari bangunan di Jepang dan Taiwan membuktikan bahwa base isolation system ini mampu menyelamatkan banyak bangunan dari kerusakan parah selama gempa besar.
Efek Nyata: Kontribusi terhadap Perubahan Iklim dan Kesejahteraan Sosial
Dampak konstruksi hijau dengan penerapan teknologi tepat guna bukan hanya pada lingkungan, tetapi juga pada:
Pengurangan emisi gas rumah kaca
Penurunan biaya hidup masyarakat (biaya listrik, pemeliharaan)
Penyediaan lapangan kerja lokal
Pemberdayaan ekonomi melalui penggunaan bahan baku lokal
Dalam konteks global, pendekatan ini sangat sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), terutama poin 11 (kota dan pemukiman yang berkelanjutan) dan poin 13 (penanganan perubahan iklim).
Opini & Perbandingan: Bagaimana Kita Berjalan Dibanding Negara Lain?
Negara seperti Jerman dan Belanda telah menerapkan sistem sertifikasi bangunan hijau seperti DGNB dan BREEAM. Di Indonesia, kita memiliki Greenship dari Green Building Council Indonesia, namun belum diterapkan secara luas. Paper ini dapat menjadi landasan penting untuk mendorong penerapan lebih luas melalui:
Insentif fiskal bagi pengembang yang menggunakan teknologi hijau
Integrasi konsep green building ke dalam kurikulum SMK dan Perguruan Tinggi
Kolaborasi industri – akademik – pemerintah untuk pengembangan riset dan prototipe
Kesimpulan: Waktunya Bertransformasi, Bukan Sekadar Beradaptasi
Paper ini menyajikan gambaran yang sangat komprehensif tentang bagaimana teknologi tepat guna dan material alternatif dapat menjadi pilar penting dalam revolusi konstruksi hijau di Indonesia. Lewat pendekatan yang kontekstual, murah, dan relevan secara sosial, kita bisa membangun masa depan yang lebih berkelanjutan, tanpa harus mengorbankan kualitas maupun estetika.
Konstruksi hijau bukan sekadar estetika hijau, melainkan sistem hidup baru yang lebih hemat energi, lebih adil bagi semua kalangan, dan lebih peduli terhadap generasi masa depan.
Sumber:
Imran, M. (2022). Teknologi Tepat Guna, Alternatif Material Konstruksi Hijau. RADIAL - Jurnal Peradaban Sains, Rekayasa, dan Teknologi. STITEK Bina Taruna Gorontalo. [Diakses dari PDF pribadi]