Finlandia Bangun Sistem Keamanan Air Terpadu untuk Hadapi Tantangan Energi dan Pangan

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati

30 Juni 2025, 09.24

pixabay.com

Pendahuluan
Keamanan air (water security) kini menjadi isu sentral dalam pembangunan berkelanjutan. Artikel “A Framework for Assessing Water Security and the Water–Energy–Food Nexus—The Case of Finland” oleh Marttunen et al. (2019) menawarkan pendekatan sistemik dan partisipatif untuk mengevaluasi keamanan air secara nasional, khususnya di Finlandia, dengan mempertimbangkan keterkaitan erat antara air, energi, dan pangan (nexus WEF). Artikel ini tidak hanya mengajukan kerangka kerja evaluasi, tetapi juga menguji langsung framework tersebut dalam konteks Finlandia tahun 2018 dan proyeksi 2030.

1. Latar Belakang & Tujuan Penelitian

Konsep keamanan air sering kali sulit diukur karena menyangkut aspek ekonomi, sosial, lingkungan, dan risiko. Penilaian biasanya hanya berdasarkan indeks kuantitatif yang sering menyederhanakan isu kompleks. Untuk menjawab kekosongan tersebut, penulis merancang framework berbasis hierarki kriteria serta melibatkan aktor-aktor kunci melalui workshop dan wawancara.

Tujuannya adalah:

  • Membangun kerangka yang memadukan penilaian kualitatif dan kuantitatif.
  • Menilai hubungan antara kriteria keamanan air dengan energi dan pangan.
  • Melibatkan stakeholder untuk memastikan relevansi dan penerimaan kebijakan.

2. Struktur Kerangka & Dimensi Penilaian

Framework ini terdiri dari 4 pilar utama:

  1. Kondisi lingkungan air
  2. Kesehatan dan kesejahteraan manusia
  3. Keberlanjutan mata pencaharian
  4. Stabilitas dan tanggung jawab sosial

Masing-masing terdiri dari 18 kriteria spesifik, seperti status ekologis air, kualitas air minum, infrastruktur, dan manajemen risiko bencana. Penilaian dilakukan menggunakan 5 dimensi:

  • Kondisi saat ini
  • Tren hingga 2030
  • Fungsi legislasi
  • Tingkat pengetahuan
  • Keterkaitan dengan energi & pangan

Framework ini juga dilengkapi alat bantu visual (Excel tool) untuk mempermudah pemetaan dan diskusi antar pemangku kepentingan.

3. Studi Kasus: Finlandia (2018–2030)

3.1 Temuan Utama

  • 35% sungai, 15% danau, dan 75% pesisir laut belum memenuhi target kualitas ekologis (WFD).
  • Kualitas air minum masih baik, tetapi terancam oleh utang perbaikan infrastruktur pipa yang membengkak.
  • Pertanian dan ekstraksi gambut menyebabkan beban nutrien tinggi ke perairan.
  • Zat berbahaya baru seperti mikroplastik, hormon, dan farmasi merupakan ancaman yang belum terpetakan.
  • Infrastruktur drainase pertanian sangat tertinggal sejak 1990, memperburuk risiko erosi dan limpasan nutrien.

3.2 Tren ke 2030

  • Krisis iklim berpotensi memperburuk status air: peningkatan suhu dan hujan mempercepat eutrofikasi dan penyebaran spesies invasif.
  • Investasi infrastruktur air yang rendah (0,5–1% dari nilai aset) jauh di bawah kebutuhan minimal (2–3%).
  • Beberapa undang-undang terkait air dinilai usang dan perlu revisi segera.

3.3 Studi Angka & Fakta:

  • Investasi infrastruktur air Finlandia: hanya €120 juta per tahun, idealnya minimal €320 juta.
  • Area ekstraksi gambut: 40.000–60.000 ha per tahun.
  • 90% penduduk Finlandia terhubung ke sistem air pusat, namun sistemnya makin tua.
  • 6 wawancara ahli dan 4 lokakarya multi-sektor digunakan untuk menguji framework.

4. Analisis Nexus Air–Energi–Pangan (WEF)

Framework ini juga menilai keterkaitan dua arah antara air dan sektor energi serta pangan.

Energi → Air

  • Produksi listrik dari PLTA dan nuklir berdampak pada suhu dan aliran air, mempengaruhi biota.
  • Regulasi air untuk PLTA mengganggu habitat ikan migrasi dan ekosistem sungai.

Air → Energi

  • Peningkatan aliran ekologis demi ekosistem air mengurangi efisiensi energi dari PLTA.
  • Peningkatan kualitas air → menguntungkan bagi pendinginan reaktor.

Pangan → Air

  • Praktik pertanian intensif menyebabkan pencemaran nutrien dan beban organik tinggi.
  • Irigasi mempengaruhi kuantitas air di anak sungai kecil.

Air → Pangan

  • Kualitas air yang baik mendukung produksi makanan dan perikanan.
  • Infrastruktur air yang buruk menurunkan kualitas irigasi dan produktivitas pangan.

5. Kelebihan Framework

  • Komprehensif: mencakup dimensi lingkungan, sosial, ekonomi, dan tata kelola.
  • Visual & partisipatif: cocok untuk fasilitasi dialog lintas sektor.
  • Adaptif: dapat diterapkan di negara lain dengan penyesuaian lokal.

6. Keterbatasan & Kritik

  • Subjektivitas penilaian ahli bisa menimbulkan bias.
  • Generalisasi kriteria tertentu menyulitkan penilaian spesifik per sektor.
  • Belum ada pembobotan kuantitatif, sehingga sulit dibandingkan antar-negara.
  • Tingkat literasi data para pemangku kepentingan dapat mempengaruhi interpretasi hasil.

7. Relevansi Global dan Konteks Industri

Kerangka ini memiliki potensi diadopsi di negara-negara berkembang dan kawasan yang menghadapi tantangan serupa, seperti:

  • Indonesia: kebutuhan akan integrasi lintas sektor dalam pengelolaan DAS dan bendungan.
  • Afrika: pencatatan indeks WEF untuk wilayah rawan kelaparan dan konflik.
  • India: tekanan tinggi pada air tanah dan konflik pemakaian antar-sektor.

Di era perubahan iklim dan urbanisasi cepat, pendekatan yang menyatukan data, partisipasi, dan integrasi lintas sektor menjadi fondasi kebijakan air masa depan.

Kesimpulan

Framework yang ditawarkan Marttunen et al. memberikan pendekatan holistik dan fleksibel dalam menilai keamanan air nasional. Walau bersifat kualitatif dan subjektif, pendekatan ini tetap penting untuk menavigasi kompleksitas hubungan antar-sektor dan membantu pemangku kebijakan menyusun prioritas yang lebih tepat. Penekanan pada kerja lintas sektor, adaptasi lokal, dan sistematika partisipatif membuat model ini cocok untuk dijadikan blueprint dalam menghadapi krisis air di abad 21.

Sumber : Marttunen, M., Mustajoki, J., Sojamo, S., Ahopelto, L., & Keskinen, M. (2019). A Framework for Assessing Water Security and the Water–Energy–Food Nexus—The Case of Finland. Sustainability, 11(10), 2900.