Mengapa Estimasi Kerusakan Banjir Penting dan Masih Penuh Ketidakpastian?
Banjir adalah bencana alam paling sering dan paling merugikan di Kanada, dengan lebih dari 1,5 juta rumah berada di zona risiko tinggi dan proyeksi kerugian tahunan akibat banjir bisa melonjak hingga $5,5 miliar pada pertengahan abad ini. Namun, estimasi kerugian akibat banjir di sektor perumahan masih sangat bergantung pada satu variabel utama: kedalaman genangan (inundation depth). Padahal, kerusakan nyata di lapangan jauh lebih kompleks, dipengaruhi puluhan faktor lain yang sering diabaikan dalam model konvensional. Paper Bernard Deschamps dkk. (2025) menawarkan terobosan dengan mengidentifikasi dan memprioritaskan 40 faktor penyebab kerusakan rumah akibat banjir berdasarkan konsensus 45 pakar lintas sektor di Kanada. Artikel ini mengulas temuan utama, studi kasus, angka-angka kunci, serta relevansi hasilnya untuk kebijakan dan praktik manajemen risiko banjir di era perubahan iklim.
Latar Belakang: Keterbatasan Model Kerusakan Konvensional
Model estimasi kerusakan banjir di Kanada umumnya menggunakan kurva kerusakan berdasarkan kedalaman air (depth-damage curves). Kurva ini memang praktis dan banyak digunakan untuk analisis risiko, perencanaan mitigasi, hingga justifikasi investasi proteksi banjir. Namun, pendekatan ini menghadapi tiga masalah utama:
- Tingkat ketidakpastian tinggi: Hubungan antara kedalaman air dan tingkat kerusakan sangat bervariasi antar bangunan, lokasi, dan jenis banjir.
- Kurangnya faktor pelengkap: Banyak variabel penting lain (misal kecepatan arus, durasi banjir, kualitas bangunan, kontaminasi air) tidak masuk dalam model.
- Keterbatasan data mikro: Kurva ini gagal menjelaskan variasi kerusakan di tingkat rumah tangga, padahal keputusan mitigasi sering diambil di level ini.
Studi ini bertujuan mengisi gap tersebut dengan mengidentifikasi faktor-faktor tambahan yang signifikan, sekaligus menyoroti peran sentral pemerintah kota dalam mengurangi risiko banjir.
Metode: Konsultasi dan Survei Pakar Nasional
Penelitian ini menggunakan pendekatan dua tahap ala Delphi, melibatkan 45 pakar (adjuster, insinyur, estimator, kontraktor) dari sektor asuransi, konstruksi, restorasi bencana, dan teknik. Konsultasi dilakukan dalam 31 sesi video (Februari–April 2023), diikuti survei daring dengan 35 responden pada April–Mei 2023. Setiap pakar diminta mengidentifikasi dan memprioritaskan faktor penyebab kerusakan rumah akibat banjir, tanpa dibatasi jenis banjir (pluvial, fluvial, kegagalan infrastruktur, dsb). Standarisasi dilakukan dengan menggunakan profil rumah referensi: rumah keluarga tunggal, 1–2 lantai, dibangun 2022 ke atas, dengan basement semi-finished.
Hasil konsultasi dan survei kemudian dianalisis dengan metode weighted average untuk menentukan ranking dan bobot relatif setiap faktor.
Temuan Utama: Sepuluh Faktor Penyebab Kerusakan Banjir Paling Penting
Dari 40 faktor yang diidentifikasi, berikut 10 teratas menurut para pakar (beserta angka mention rate dan ranking):
- Jarak bangunan ke sungai/tinggi lahan (31% mention rate, ranking 1)
- Faktor utama yang menentukan probabilitas dan tingkat kerusakan. Semakin dekat ke sungai atau semakin rendah elevasi, risiko makin besar.
- Kecepatan dan arus air (7%, ranking 2)
- Kecepatan arus (misal 3 m/s dengan head 1 m) bisa menyebabkan kerusakan struktural serius pada dinding rumah.
- Waktu respons penanganan (36%, ranking 3)
- Semakin cepat tim restorasi tiba dan melakukan mitigasi (pengeringan, pembersihan), kerusakan bisa ditekan signifikan.
- Basement yang diubah jadi ruang tinggal (40%, ranking 4)
- Basement yang difungsikan sebagai ruang tinggal (dengan material organik, karpet, drywall) jauh lebih rentan terhadap kerusakan dan jamur.
- Kewajiban mengikuti kode bangunan baru (31%, ranking 5)
- Rehabilitasi rumah pasca-banjir seringkali harus mengikuti kode bangunan terbaru, menambah biaya dan kompleksitas.
- Durasi kejadian banjir (49%, ranking 6)
- Semakin lama air menggenang, semakin besar kerusakan akibat kapilaritas, kelembaban, dan kontaminasi.
- Desain dan pemeliharaan sistem drainase dan air limbah (44%, ranking 7)
- Drainase yang buruk atau tidak terawat menyebabkan backflow, limpasan, dan kerusakan lebih besar.
- Penataan lahan dan lanskap (49%, ranking 8)
- Topografi, tingkat mineralisasi, vegetasi, dan kemiringan lahan sangat mempengaruhi arah dan akumulasi air.
- Kesiapan dan kompetensi pemerintah kota (11%, ranking 9)
- Kota yang siap dan kompeten dalam respons serta edukasi risiko mampu menekan kerugian lebih baik.
- Jenis program kompensasi dan syarat klaim (13%, ranking 10)
- Proses klaim yang lambat dan rumit memperparah kerusakan karena penundaan perbaikan.
Menariknya, tujuh dari sepuluh faktor teratas berada di bawah kewenangan pemerintah kota (penataan ruang, kode bangunan, drainase, kesiapsiagaan), menegaskan pentingnya peran pemerintah lokal dalam manajemen risiko banjir.
Studi Kasus dan Angka-Angka Kunci
- Basement: Studi di Quebec (2011) pada 1.639 rumah terdampak banjir Richelieu menunjukkan 18% rumah tanpa basement, 25% unfinished, dan 57% finished basement. Basement finished jauh lebih rentan dan mahal diperbaiki.
- Kode Bangunan: Koefisien kerusakan untuk rumah sebelum 1965 adalah 130 (basis 100 untuk rumah setelah 2022), artinya rumah tua 30% lebih rentan rusak.
- Jenis tanah: Tanah liat (clay) memiliki koefisien kerusakan 120 (20% lebih tinggi dari pasir/sand).
- Nilai bangunan: Nilai pengganti (replacement cost) rata-rata 1,5 kali nilai penilaian properti oleh kota (koefisien 150), sedangkan nilai isi rumah sekitar 35% dari nilai bangunan.
- Durasi klaim: Rata-rata waktu penyelesaian klaim banjir di Quebec mencapai 221 hari (2019) dan 521 hari (2017), menunda pemulihan dan memperbesar kerugian sekunder.
Analisis Kritis: Implikasi dan Inovasi
1. Mengapa Inundation Depth Bukan Segalanya?
Meskipun kedalaman air tetap penting, para pakar Kanada justru menempatkannya di urutan ke-11. Ini menegaskan bahwa model kerusakan berbasis satu variabel sangat rentan bias dan tidak cukup akurat di tingkat rumah tangga. Faktor-faktor seperti kecepatan arus, waktu respons, dan kualitas bangunan seringkali lebih menentukan besarnya kerugian.
2. Peran Sentral Pemerintah Kota
Sebagai pemegang otoritas utama penataan ruang, perizinan bangunan, dan pengelolaan infrastruktur, pemerintah kota dapat menekan risiko banjir secara signifikan. Contohnya:
- Melarang pembangunan di zona rawan banjir,
- Mewajibkan standar bangunan tahan banjir,
- Investasi pada sistem drainase dan edukasi publik.
3. Koefisien Penyesuaian untuk Estimasi Kerusakan
Studi ini mengusulkan penggunaan koefisien penyesuaian (misal: jenis tanah, tahun bangunan, nilai bangunan, distribusi nilai antar lantai) untuk memperbaiki akurasi estimasi kerusakan. Contoh:
- Rumah di tanah liat: kerusakan 20% lebih tinggi dari rumah di pasir.
- Rumah tua (sebelum 1965): kerusakan 30% lebih tinggi dari rumah baru.
- Basement finished: kerugian lebih besar dibanding unfinished.
4. Keterbatasan dan Tantangan
- Mayoritas pakar berasal dari industri asuransi, sehingga ada potensi bias pada faktor yang sering muncul di klaim.
- Studi fokus pada rumah tinggal; perlu riset lebih lanjut untuk bangunan komersial dan infrastruktur.
- Data mikro seperti jenis basement, kode bangunan, dan detail lanskap masih tersebar di banyak basis data, belum terintegrasi.
Perbandingan dan Relevansi Global
Temuan ini sejalan dengan studi di AS, Eropa, dan Asia yang menyoroti pentingnya faktor fisik bangunan, kualitas infrastruktur, dan kesiapsiagaan pemerintah lokal dalam menekan risiko banjir. Negara-negara seperti Belanda dan Jepang juga mulai mengintegrasikan variabel-variabel ini ke dalam model risiko dan kebijakan penataan ruang.
Rekomendasi Praktis
- Integrasi data mikro: Pemerintah kota perlu mengumpulkan dan mengintegrasikan data jenis basement, tahun bangunan, kode bangunan, jenis tanah, dan lanskap ke dalam sistem penilaian properti.
- Reformasi penilaian risiko: Model estimasi kerusakan harus memasukkan koefisien penyesuaian untuk faktor-faktor utama, bukan hanya kedalaman air.
- Peningkatan kesiapsiagaan kota: Investasi pada sistem drainase, edukasi risiko, dan percepatan proses klaim sangat krusial.
- Kolaborasi lintas sektor: Asuransi, pemerintah, dan masyarakat harus bekerja sama mengembangkan sistem mitigasi dan kompensasi yang lebih responsif.
Penutup: Menuju Estimasi Kerusakan Banjir yang Lebih Akurat dan Responsif
Studi Deschamps dkk. menegaskan bahwa estimasi kerusakan banjir yang hanya mengandalkan kedalaman air sudah tidak memadai untuk era risiko iklim ekstrem. Integrasi faktor-faktor fisik, sosial, dan kelembagaan—serta peran aktif pemerintah kota—adalah kunci untuk memperbaiki akurasi estimasi, memperkuat mitigasi, dan mempercepat pemulihan. Temuan ini sangat relevan untuk negara-negara lain, termasuk Indonesia, yang menghadapi tantangan serupa dalam manajemen risiko banjir perkotaan.
Sumber asli:
Bernard Deschamps, Mathieu Boudreault, Philippe Gachon. (2025). Flooding: Contributing factors to residential flood damage in Canada. International Journal of Disaster Risk Reduction, 120, 105348.