Evaluasi Kinerja Proyek Konstruksi: Studi Kasus Implementasi PMPK Kementerian PUPR

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj

05 Mei 2025, 11.43

pexels.com

Pendahuluan: Mengapa Evaluasi Kinerja Proyek Itu Krusial?

Dalam dunia konstruksi yang kompleks, dinamis, dan penuh risiko, keberhasilan sebuah proyek tidak hanya dinilai dari selesai atau tidaknya pembangunan, tetapi juga dari seberapa efektif proses manajemen yang diterapkan. Di sinilah peran evaluasi kinerja menjadi krusial.

Artikel ini membedah bagaimana Panduan Manajemen Proyek Konstruksi (PMPK) dari Kementerian PUPR menjadi alat evaluasi dalam proyek pembangunan Kantor Pusat Komando Pangkalan TNI AU Haluoleo di Kendari. Penelitian ini tidak hanya menilai hasil akhir proyek, tetapi juga menelusuri ketercapaian proses dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pengendalian.

Metodologi: Studi Kasus Terapan dengan Pendekatan Kuantitatif-Kualitatif

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dan kualitatif dengan metode studi kasus. Data dikumpulkan melalui:

  • Observasi langsung di lapangan

  • Wawancara dengan pelaku proyek

  • Dokumentasi proyek dan checklist berbasis PMPK

PMPK sendiri merupakan panduan terstruktur yang mencakup lima fase utama manajemen proyek:

  1. Inisiasi

  2. Perencanaan

  3. Pelaksanaan

  4. Pengendalian

  5. Penutupan

Evaluasi dilakukan dengan membandingkan pelaksanaan proyek terhadap indikator dalam PMPK, menghasilkan penilaian dalam tiga kategori:

  • Baik (≥76%)
  • Cukup (56–75%)
  • Kurang (≤55%)

Hasil Temuan: Evaluasi Menyeluruh Berdasarkan Lima Tahapan PMPK

1. Inisiasi (93,75%) – Sangat Baik

Proses awal proyek menunjukkan kinerja optimal. Dokumen studi kelayakan, lingkup pekerjaan, dan analisis risiko telah dipenuhi sesuai standar. Ini menunjukkan keseriusan pihak proyek dalam memulai dengan fondasi yang kuat.

2. Perencanaan (71,93%) – Cukup

Tahapan ini justru menunjukkan celah terbesar. Meskipun aspek waktu, biaya, dan mutu direncanakan, dokumentasi manajemen risiko dan strategi pengadaan belum optimal. Hal ini bisa berdampak pada ketidaksiapan dalam menghadapi perubahan selama pelaksanaan.

3. Pelaksanaan (84,09%) – Baik

Implementasi di lapangan cukup berhasil. Namun, terdapat kekurangan dalam integrasi pengawasan dan komunikasi antar stakeholder, yang bisa menimbulkan keterlambatan atau miskomunikasi.

4. Pengendalian (81,25%) – Baik

Proses kontrol menunjukkan keberhasilan dalam memonitor anggaran dan waktu. Sayangnya, pengendalian risiko belum maksimal karena tidak adanya sistem early warning.

5. Penutupan (83,33%) – Baik

Proses akhir proyek ditutup dengan baik—dokumentasi lengkap, pelaporan disampaikan, dan hasil akhir proyek sesuai kontrak.

Analisis Tambahan: Apa yang Bisa Dipelajari?

Ketimpangan antara Inisiasi dan Perencanaan

Skor tinggi pada tahap inisiasi yang kontras dengan perencanaan menunjukkan adanya “semangat awal” yang tidak diimbangi dengan kesiapan implementasi. Dalam banyak proyek di Indonesia, semangat eksekusi sering kali tidak diiringi dengan ketelitian perencanaan.

Kebutuhan Digitalisasi Manajemen Risiko

Tidak adanya sistem pengendalian risiko yang terdigitalisasi menyebabkan keterlambatan dalam mitigasi masalah. Implementasi sistem seperti BIM (Building Information Modeling) atau software manajemen proyek seperti Primavera bisa menjadi solusi konkret.

Pengaruh terhadap Efisiensi Biaya dan Waktu

Dengan kinerja perencanaan yang hanya “cukup”, potensi pembengkakan biaya dan deviasi waktu sangat besar. Data BPS menunjukkan bahwa 30% proyek konstruksi pemerintah di Indonesia mengalami keterlambatan karena perencanaan yang tidak matang (BPS, 2023).

Studi Kasus Pendukung: Proyek Tol Cisumdawu

Sebagai perbandingan, proyek Tol Cisumdawu juga mengalami hambatan besar di tahap perencanaan karena masalah pembebasan lahan yang tidak dipetakan secara strategis sejak awal. Akibatnya, proyek molor hampir 3 tahun.

Bandingkan dengan proyek TNI AU dalam artikel ini: meskipun dalam lingkup militer, proyek tetap mengalami kendala serupa. Artinya, sektor dan institusi berbeda tetap menghadapi masalah manajemen proyek yang mirip.

Opini Kritis: PMPK Perlu Diperbarui?

PMPK versi Kementerian PUPR sudah menjadi pedoman utama, tetapi masih ada ruang untuk pembaruan. Misalnya:

  • Tidak adanya indikator ESG (Environmental, Social, Governance) dalam evaluasi proyek. Padahal, aspek keberlanjutan kini krusial dalam proyek-proyek modern.

  • Kurangnya penekanan pada transformasi digital dalam manajemen proyek.

  • Belum ada mekanisme pembobotan risiko dan kompleksitas proyek.

Penambahan parameter-parameter tersebut akan membuat PMPK lebih adaptif terhadap kebutuhan industri konstruksi saat ini.

Implikasi Praktis bagi Manajer Proyek

  1. Manajemen Risiko Harus Proaktif
    Buat sistem deteksi dini risiko, bukan hanya sistem pelaporan setelah masalah terjadi.

  2. Dokumentasi Wajib Digital
    Gunakan platform seperti Microsoft Project, BIM 360, atau Trello untuk manajemen dokumen dan koordinasi.

  3. Pendidikan Berkelanjutan Bagi Tim Proyek
    Banyak proyek gagal bukan karena teknologi, tapi karena SDM tidak memahami prinsip dasar manajemen proyek.

Kesimpulan: Apakah PMPK Efektif?

Secara umum, PMPK terbukti sebagai alat evaluasi kinerja yang cukup efektif. Namun efektivitasnya sangat bergantung pada konsistensi implementasi oleh tim proyek. PMPK tidak akan berdaya jika hanya digunakan sebagai formalitas tanpa komitmen dari pelaku proyek.

Studi kasus proyek pembangunaEvaluasi proyek konstruksi dengan PMPK PUPR: studi kasus TNI AU Kendari, temuan kinerja, kritik metode, dan solusi digital yang aplikatif.n Komando TNI AU menunjukkan bahwa meskipun proyek mencapai kategori “baik”, masih ada ruang besar untuk perbaikan, terutama di aspek perencanaan dan manajemen risiko.

Sumber Resmi Artikel

Rahmatullah, Muh. Chaiddir Hajia, dan Muhammad Rusmin. Evaluasi Kinerja Proyek Konstruksi Berdasarkan Panduan Manajemen Proyek Konstruksi (PMPK) Kementerian PUPR. Jurnal Media Ilmiah Teknik Sipil, Vol. 10, No. 1, 2023.
Akses jurnal: https://ejournal.uho.ac.id/index.php/MITS/article/view/135