Etika Keinsinyuran dan Tantangan Program Unggulan Daerah: Belajar dari Kasus PPPUD di Madiun

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

11 April 2025, 09.22

Pixabay.com

Profesi insinyur selama ini identik dengan kemampuan teknis dan rekayasa. Namun, dalam realitas kerja, keberhasilan seorang insinyur tidak hanya ditentukan oleh keahlian teknis, tetapi juga oleh integritas dan etika. Pelanggaran terhadap kode etik dalam proyek keinsinyuran dapat berdampak pada banyak aspek, mulai dari inefisiensi, konflik sosial, hingga kerugian ekonomi dan keselamatan publik.

Penelitian yang dilakukan oleh Yudha Adi Kusuma dan Alim Citra Aria Bima dari Universitas PGRI Madiun memberikan gambaran nyata bagaimana etika keinsinyuran berperan dalam kegiatan pengabdian masyarakat, khususnya dalam Program Pengembangan Produk Unggulan Daerah (PPPUD). Studi ini tidak hanya menyoroti pentingnya etika profesi, tetapi juga menawarkan solusi konkret berbasis prinsip Catur Karsa dan Sapta Dharma Insinyur Indonesia.

Latar Belakang Program PPPUD dan Tantangan Etis di Lapangan

PPPUD merupakan program dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas produk lokal unggulan di berbagai daerah. Dalam studi ini, lokasi pelaksanaan program berada di Desa Banjar Sari Wetan, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun, dengan fokus pada pengembangan usaha peternakan lebah madu.

Secara teori, program ini memiliki potensi besar karena 40 persen wilayah Kabupaten Madiun merupakan hutan yang cocok untuk budidaya lebah madu. Namun, pelaksanaannya menghadapi berbagai tantangan, baik dari sisi teknis maupun non-teknis. Penelitian ini memetakan tujuh permasalahan utama yang dikelompokkan ke dalam tiga tahap kegiatan: awal, pelaksanaan, dan pelaporan.

Permasalahan di tahap awal

  • Mitra program, yaitu peternak lebah, menunjukkan ketidaktertarikan mengikuti program secara rutin. Salah satu sebabnya adalah tidak adanya insentif transportasi.
  • SKPD atau dinas terkait tidak memberikan dukungan karena kelompok sasaran bukan merupakan binaan resmi mereka.
  • Proses pencairan anggaran mengalami keterlambatan akibat miskomunikasi antara LPPM dan LLDIKTI serta gangguan akibat pandemi COVID-19.

Permasalahan dalam pelaksanaan

  • Bantuan program, seperti peralatan atau fasilitas, tidak digunakan atau dirawat oleh mitra.
  • Lokasi penanaman kebun bunga tidak sesuai dengan MoU yang disepakati dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Lokasi tersebut sulit dijangkau dan tidak tersedia sistem penyiraman yang memadai.

Permasalahan dalam pelaporan

  • Banyak bukti pembelian dan dokumen administrasi yang hilang, menyebabkan proses pelaporan menjadi tidak efisien.
  • Terdapat perbedaan pemahaman mengenai pelaporan pajak, diperburuk oleh tidak adanya pelatihan dari kampus terkait prosedur pajak untuk kegiatan pengabdian masyarakat.

Menjawab Masalah dengan Prinsip Catur Karsa dan Sapta Dharma Insinyur

Sebagai bagian dari etika profesi yang dirumuskan oleh Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Catur Karsa dan Sapta Dharma menjadi landasan penting dalam menyelesaikan persoalan etis dalam kegiatan keinsinyuran. Dalam studi ini, penulis menggunakan prinsip-prinsip tersebut untuk merumuskan alternatif solusi dari setiap masalah yang muncul.

Catur Karsa berisi empat prinsip dasar yang meliputi keluhuran budi, kesejahteraan umat manusia, tanggung jawab sosial, serta peningkatan martabat dan kompetensi profesional. Sementara itu, Sapta Dharma mencakup tujuh tuntunan sikap, seperti menjunjung keselamatan publik, bekerja sesuai kompetensi, dan menghindari konflik kepentingan.

Beberapa contoh implementasi prinsip ini dalam studi kasus PPPUD antara lain:

  • Untuk mengatasi kurangnya antusiasme mitra, tim melakukan pendekatan personal melalui kunjungan langsung dan membangun hubungan emosional. Selain itu, kegiatan dilengkapi dengan media interaktif agar lebih menarik dan membumi.
  • Untuk mendorong keterlibatan SKPD, diberikan edukasi mengenai alur dan tata cara pengajuan program, sekaligus membantu peternak lebah mendapatkan legalitas sebagai kelompok usaha resmi.
  • Ketika anggaran terlambat cair, tim tidak menunda program. Mereka mencari alternatif pembiayaan dari kampus dan memprioritaskan kegiatan yang bisa dilaksanakan dengan biaya minimal.
  • Ketidaksesuaian lokasi penanaman bunga diselesaikan dengan meninjau ulang draf MoU, melakukan studi kelayakan terhadap lahan, serta merancang metode penyiraman berbasis teknologi.
  • Dalam pelaporan, tim menerapkan sistem pengarsipan digital dan manual, mengisi jurnal kegiatan secara berkala, dan memberikan pelatihan pelaporan perpajakan untuk menghindari kesalahan administratif.

Catatan Penting: Etika Bukan Hanya Prinsip, Tapi Praktik Harian

Yang menarik dari kajian ini adalah bagaimana nilai-nilai etika bukan diposisikan sebagai teori normatif, tetapi sebagai alat kerja nyata dalam menyelesaikan masalah di lapangan. Prinsip seperti bekerja sesuai kompetensi, menjaga integritas, dan mengutamakan kesejahteraan masyarakat terbukti mampu menyelesaikan konflik, meningkatkan kolaborasi, dan memperkuat hasil program.

Namun, untuk memperluas dampak, perlu langkah tambahan:

  1. Perguruan tinggi perlu menyelenggarakan pelatihan wajib tentang etika profesi dan manajemen program bagi dosen dan mahasiswa peserta pengabdian masyarakat.
  2. Kolaborasi formal antara kampus, pemerintah daerah, dan kelompok masyarakat perlu difasilitasi sejak tahap perencanaan hingga evaluasi.
  3. Sistem pelaporan berbasis digital perlu dikembangkan secara lebih menyeluruh, termasuk integrasi dengan database lembaga pendana seperti BRIN dan LLDIKTI.
  4. Kode etik perlu dibumikan melalui contoh nyata, studi kasus lokal, dan diskusi terbuka di lingkungan akademik.

Relevansi Luas: Dari Proyek Desa hingga Proyek Nasional

Meski penelitian ini fokus pada satu desa, implikasinya bersifat nasional. Apa yang terjadi dalam PPPUD di Madiun juga terjadi dalam berbagai proyek pembangunan lain di Indonesia, dari proyek desa wisata, pemberdayaan ekonomi, hingga pembangunan infrastruktur strategis.

Di banyak proyek, masalah muncul bukan karena kekurangan dana atau teknologi, tetapi karena kelalaian terhadap etika profesi: ketidaksesuaian prosedur, rendahnya komitmen, dan minimnya komunikasi antarpihak. Studi ini menunjukkan bahwa penerapan etika bisa menjadi solusi strategis untuk meningkatkan kualitas hasil dan efektivitas anggaran.

Penutup: Etika Sebagai Pilar Keberlanjutan Program

Dalam era ketika transparansi, akuntabilitas, dan kolaborasi menjadi pilar utama pembangunan, peran insinyur sebagai agen perubahan tidak lagi cukup hanya dengan keahlian teknis. Mereka juga harus menjadi teladan dalam integritas, kepemimpinan, dan tanggung jawab sosial.

Studi ini mengajarkan bahwa keberhasilan program seperti PPPUD tidak ditentukan oleh besar kecilnya anggaran, tetapi oleh kualitas etika dan kepemimpinan pelaksana di lapangan. Dan jika prinsip-prinsip etika keinsinyuran diterapkan secara konsisten, bukan tidak mungkin Indonesia akan memiliki lebih banyak program yang tidak hanya sukses di atas kertas, tapi juga membawa dampak nyata dan berkelanjutan.

Sumber asli
Yudha Adi Kusuma & Alim Citra Aria Bima. Penerapan Kode Etik Keinsinyuran untuk Mengatasi Permasalahan Kegiatan Program Pengembangan Produk Unggulan Daerah (PPPUD). Journal of Industrial View, Volume 04, Nomor 01, 2022, Halaman 1–8.