Empat Karya Arsitektur Kontemporer Berbahan Kayu, Berkontribusi Rendah terhadap Emisi Gas Rumah Kaca

Dipublikasikan oleh Muhammad Ilham Maulana

24 April 2024, 07.23

Sumber: Forte Living di Melbourne, Australia(The New York Times)

Pengajar Arsitektur Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta James Erich Dominggus Rilatupa mengulas karakter kayu dalam memengaruhi suatu bangunan. Hal tersebut tercantum dalam tulisannya yang berjudul ‘Ekspresi Bahan Bangunan Kayu Pada Karya Arsitektur’ pada September 2021. James mengatakan, material kayu merupakan salah satu solusi untuk memenuhi struktur berkelanjutan pada arsitektur modern dan arsitektur digital. Karena kayu dapat menawarkan emisi gas rumah kaca (CO2) yang lebih rendah, polusi udara dan air juga lebih sedikit. Kemudian volume limbah padat juga lebih rendah dan penggunaan sumber daya ekologis yang lebih sedikit daripada material bangunan lainnya.

Peningkatan proporsi kayu dalam konstruksi dapat memfasilitasi pengurangan dalam penggunaan material konstruksi lainnya, seperti beton, baja dan batu bata. Material konstruksi ini tidak berasal dari bahan baku terbarukan, membutuhkan banyak energi untuk produksinya dan memerlukan emisi CO2 yang lebih tinggi. Sementara, material kayu yang telah direkayasa menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Berarti potensi untuk membangun gedung pencakar langit ramah lingkungan sekarang menjadi hal nyata yang dapat digunakan para arsitek. Kayu yang dilapis silang (CLT), yang dibuat dengan merekatkan tiga, lima atau tujuh bagian kayu pada sudut yang tepat, kuat dan dapat digunakan untuk membuat struktur masif.

Saat ini sudah banyak arsitektur modern yang menggunakan material kayu sebagai bagian bahan bangunannya. Umumnya bangunan-bangunan post-modern telah banyak menggunakan kayu rekayasa sebagai material bangunannya, meskipun demikian masih ada juga yang menggunakan kayu solid. Penggunaan kayu rekayasa lebih menguntungkan, karena dapat dibentuk sesuai dengan keinginan arsitek atau pemilik bangunan. Hal ini disebabkan kayu rekayasa memiliki desain, kekuatan struktural, sifat maupun bentuk sesuai dengan kebutuhan atau keinginan dari pengguna kayu olahan tersebut. Berikut ini beberapa bangunan dengan gaya arsitektur post-modern yang menggunakan kayu sebagai material bangunannya.

Microlibrary Warak KayuMicrolibrary Warak Kayu(Dok. SHAU)

1. Microlibrary Warak Kayu di Semarang

Microlibrary Warak Kayu memiliki luas 90 meter persegi dengan tinggi 6,65 meter. Menggabungkan desain rumah panggung tradisional Indonesia yang terbuka dengan sistem konstruksi fasad dari Jerman. Yaitu Zollinger Bauweise yang dikembangkan pada tahun 1920 an. Teknik ini mengatur alur ventilasi udara, pencahayaan dan multifungsi suatu ruangan. Sebuah perpustakaan kecil di Semarang mencuri perhatian dunia.

Microlibrary Warak Kayu, yang terletak di samping Taman Kasmaran, tidak jauh dari Kampung Pelangi, menjadi salah satu finalis 'Architizer A+ Awards' untuk arsitektur perpustakaan terbaik di dunia. SHAU (Suryawinata Haizelman Architecture Urbanism) Indonesia merancang arsitektur bangunan. Kemudian, PT Kayu Lapis Indonesia memasok kayu-kau prefabrikasi hasil olahan kayu limbah pabrik yang sudah tidak terpakai.

Sementara pemerintah daerah Semarang menyediakan lahan dan ijin pembangunan, dan sebuah perusahaan swasta menanggung biaya pembangunannya. Ada pula Harvey Center, sebuah kelompok derma yang mengelola perpustakaan ini agar dapat dipergunakan warga tanpa biaya sama sekali.

Gedung Mjøstårnet di NorwegiaGedung Mjøstårnet di Norwegia(Ricardo Foto/Archdaily)

2. Mjøstårnet di Norwegia

Mjøstårnet dinobatkan sebagai 'Bangunan Kayu Tertinggi Dunia' oleh Council of Tall Building and Urban Habitat (CTBUH) pada September 2018. Sekaligus sebagai bangunan tertinggi ketiga di Norwegia. Struktur kayu yang dirancang oleh Voll Arkitekter ini merupakan bangunan mixed-use yang akan difungsikan sebagai hunian, perkantoran, dan hotel itu dibangun dengan 18 lantai atau setinggi 85,4 meter di Brumunddal, Norwegia.

Gedung ini terletak tepat di daerah Norwegia yang dikenal dengan industri kehutanan dan pengolahan kayu, atau hanya beberapa meter dari Mjøsa, danau terbesar di negara itu. Menurut CTBUH, gedung ini memenuhi beberapa syarat bangunan kayu, yakni elemen struktur vertikal atau lateral harus dibangun dari kayu.

Meski berbahan dasar kayu, struktur bangunan kayu menurut CTBUH juga masih memperbolehkan penggunaan sistem lantai papan beton, atau lempengan beton di atas balok kayu. Karena elemen beton tidak bertindak sebagai struktur utama. Moelven Limitre, insinyur struktur proyek ini menggunakan berbagai olahan kayu seperti glulam, balok dan diagonal, poros lift CLT, tangga, dan pelat lantai. Bahan ini dipilih sebagai bahan struktural karena kemajuan inovasi dalam dunia konstruksi. Selain itu, kayu dipilih karena merupakan satu-satunya bahan bangunan yang benar-benar terbarukan di dunia, yang dapat menyerap karbon sepanjang siklus hidupnya.

Banyak arsitek kini berlomba-lomba untuk membangun gedung berbahan dasar kayu dibanding dengan baja dan besi. Selain karena strukturnya yang ringan, kayu juga mampu menyerap emisi karbonBanyak arsitek kini berlomba-lomba untuk membangun gedung berbahan dasar kayu dibanding dengan baja dan besi. Selain karena strukturnya yang ringan, kayu juga mampu menyerap emisi karbon(Steven Errico)

3. Brock Commons Tallwood House

University of British Columbia, salah satu universitas yang ada di Kanada, memiliki komitmen kuat untuk integrasi pengajaran dan penelitian yang keberlanjutan tentang bangunan kayu. Pada Mei 2017, University of British Columbia menyelesaikan bangunan perumahan kayu tinggi pertama. Bangunan tersebut memiliki tinggi 53 meter yang terdiri dari 18 lantai dan diberi nama Brock Commons Tallwood House yang berada di Vancouver (University of British Columbia, 2018).

Bangunan yang dapat menampung 404 mahasiswa ini, terdiri dari 101 unit kamar. Setiap unit kamarnya dapat mempunyai empat tempat tidur. Pada bangunan tersebut tersedia ruang belajar dan sosial, serta ruang kegiatan mahasiswa di lantai paling atas. Dengan desain dan tim konstruksi yang bekerja secara bersamaan sejak awal, proses ini disederhanakan dengan pengujian menyeluruh mengenai koneksi kayu ke kayu sebelum konstruksi di lokasi.

Dengan demikian tim dapat melakukan pengujian mengenai stabilitas struktural, tetapi juga membantu menyempurnakan ketepatan waktu dari proyek tersebut. Struktur bangunan merupakan hibrida kayu secara massal. Pondasi, lantai dasar, pelat lantai dua, dan teras tangga atau elevator terbuat dari beton.

Dinding bangunan terbuat dari kayu glulam (GLT atau Glued Laminated Timber), sedangkan bagan lantainya terbuat dari panel kayu lapis yang dilapisi secara menyilang (CLT atau Cross Laminated Timber). Sementara penutup bangunan terdiri dari bahan bangunan prefabrikasi, yaitu panel rangka baja dengan lapisan kayu laminasi.

4. Forte Living di Australia

Forte Living merupakan bangunan pertama dan tertinggi yang terbuat dari kayu di Australia. Struktur baja dan semen yang biasanya digunakan dalam bangunan gedung diganti dengan material CLT (Cross Laminated Timber). Forte Livung dirancang dan dibangun oleh Pengembang Lendlease, dan proses pembangunannya selesai dalam jangka waktu 11 bulan. Gedung ini diklaim mampu mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) hingga 1.400 ton.

Forte Living adalah bangunan apartemen 10 lantai yang terbuat dari kayu laminasi silang (CLT). Tinggi gedung ini adalah 32,2 meter dan merupakan gedung apartemen kayu modern di Australia yang dibuat dari CLT. Bangunan ini terdiri dari 759 panel CLT dari pohon cemara Eropa (Picea abies), dengan berat total 485 ton. Potongan-potongan panel untuk gedung ini dibuat seperti perabot flat pack, termasuk 5.500 sudut siku dari bahan logam dan 34.550 sekrup yang diperlukan untuk memasang panel-panel kayu tersebut. Lantai dasar Forte dan lantai pertama dibangun dari beton geopolimer.

Hal ini dilakukan untuk menjauhkan kayu dari tanah. Begitu beton telah dipasang, panel CLT diangkut dari tempat penyimpanannya dan ditempatkan ke posisi yang telah ditentukan. Panel-panel CLT tersebut kemudian dihubungkan bersama dengan sekrup dan logam yang berbentuk sudut. Panel pertama yang didirikan adalah yang membentuk tangga dan mengangkat core, yang berdiri secara vertikal. Setelah core berada di tempat, panel ditempatkan pada sisi core untuk membentuk dinding internal dan eksternal.

Lebar panel CLT adalah tinggi dari setiap lantai gedung Forte Living. Panel kemudian diletakkan di atas dinding untuk membentuk lantai. Proses itu diulang sampai ketinggian gedung tersebut tercapai. Atapnya dibangun dengan metode yang sama dengan setiap lantai.

Selain bangunan-bangunan yang telah disebutkan, masih banyak bangunan-bangunan kayu lainnya yang telah terbangun maupun yang akan dibangun. Contoh bangunan yang telah terbangun adalah Superior Dome di Michigan, Tamedia Office Building di Zurich, Community Church of Knarvik di Norway (Skandinavia), Murray Grove di London, dan sebagainya. Sementara itu bangunan-bangunan kayu yang sedang dan akan dibangun antara lain, 5 King Street di Brisbane, Dalstone Lane di London, proyek W350 di Tokyo, Kampus NTU di Singapura, dan sebagainya.
 

Sumber: www.kompas.com