Efektivitas Muza’rah Agro Financing untuk Petani Kecil di Pakistan: Peluang, Tantangan, dan Rekomendasi untuk Masa Depan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

03 Juli 2025, 06.55

pixabay.com

Mengapa Muza’rah Agro Financing Penting Dibahas?

Di tengah tantangan kemiskinan pedesaan dan keterbatasan akses keuangan formal, petani kecil di negara-negara berkembang seperti Pakistan menghadapi dilema besar: lahan sempit, modal terbatas, dan risiko gagal panen yang tinggi. Muza’rah, sebagai model pembiayaan syariah berbasis bagi hasil, kerap dipromosikan sebagai solusi adil dan inklusif untuk mengangkat kesejahteraan petani kecil. Namun, apakah benar skema ini efektif? Artikel ini mengupas temuan utama dari penelitian terbaru, membedah data, studi kasus, serta membandingkan dengan praktik di negara lain, sekaligus menawarkan analisis kritis yang relevan untuk konteks Indonesia dan Asia Tenggara.

Latar Belakang: Kemiskinan Pedesaan dan Ketimpangan Akses Lahan

Pakistan telah mencatat penurunan angka kemiskinan signifikan dalam dua dekade terakhir, dari 61,6% pada 1998-99 menjadi 21,5% pada 2018-19. Namun, kemiskinan di pedesaan masih dua kali lipat dibanding perkotaan. Sekitar 64% penduduk Pakistan tinggal di desa dan sangat bergantung pada pertanian. Sayangnya, mayoritas petani hanya memiliki lahan kecil atau bahkan tidak punya lahan sama sekali, sehingga mereka sangat rentan secara ekonomi.

Akses keuangan formal pun sangat terbatas. Dari 6,6 juta petani, hanya sekitar 2 juta yang mendapat kredit legal. Sisanya bergantung pada pinjaman informal dengan bunga sangat tinggi, antara 40–50% per tahun. Ketimpangan kepemilikan lahan dan minimnya infrastruktur semakin memperburuk situasi, membuat petani kecil sulit keluar dari jerat kemiskinan.

Apa Itu Muza’rah dan Bagaimana Harapannya?

Muza’rah adalah kontrak kerja sama antara pemilik lahan dan petani, di mana hasil panen dibagi sesuai kesepakatan. Dalam praktik modern, Muza’rah diadopsi lembaga keuangan syariah untuk memberikan akses lahan dan modal tanpa agunan bagi petani kecil. Skema ini diharapkan mampu:

  • Membuka akses lahan bagi petani tanpa tanah.
  • Memberikan pembiayaan tanpa bunga dan tanpa jaminan.
  • Meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani kecil.
  • Mengurangi ketimpangan dan kemiskinan pedesaan.

Studi Kasus dan Data: Bagaimana Muza’rah Diterapkan di Pakistan?

Penelitian ini menggunakan data dari Pakistan Social and Living Standard Survey (PSLM) tahun 2010–2011, 2014–2015, dan 2019–2020, dengan total 108.474 responden dewasa. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 5% yang terlibat dalam skema Muza’rah. Rata-rata pendapatan per kapita bulanan responden adalah 18.721 PKR (sekitar 117,5 USD pada akhir 2020). Sampel tersebar di empat provinsi utama: Punjab, Sindh, Khyber Pakhtunkhwa, dan Baluchistan.

Analisis statistik menggunakan model Heckman dua tahap untuk mengatasi bias seleksi, dengan variabel utama berupa status petani (apakah sharecropper/Muza’rah atau bukan), pendapatan per kapita, pendidikan, gender, etnis, wilayah, dan output pertanian nasional.

Temuan Utama: Muza’rah Belum Meningkatkan Pendapatan Petani Kecil

Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani yang terlibat dalam Muza’rah justru memiliki pendapatan per kapita lebih rendah dibanding petani non-Muza’rah, bahkan setelah dikontrol oleh variabel lain seperti pendidikan, gender, etnis, dan wilayah. Efek negatif ini bahkan semakin besar pada periode ketika output pertanian nasional tinggi. Artinya, ketika hasil pertanian nasional naik, petani Muza’rah tetap tidak ikut menikmati peningkatan pendapatan sebesar petani lain.

Faktor gender dan etnis juga sangat berpengaruh. Perempuan dan kelompok minoritas seperti Pashtun, Sindhi, Balochi, Saraiki, Kashmiri, dan Muhajir cenderung memiliki pendapatan lebih rendah. Sebaliknya, pendidikan terbukti meningkatkan pendapatan secara signifikan. Petani di Baluchistan, yang banyak terlibat di sektor non-pertanian seperti pertambangan dan jasa, memiliki pendapatan relatif lebih tinggi.

Studi Kasus Lapangan: Ketimpangan dalam Praktik Muza’rah

Dalam praktiknya, Muza’rah di Pakistan memperlihatkan beberapa masalah mendasar. Pemilik lahan selalu mendapat bagian hasil, sementara petani menanggung seluruh risiko gagal panen, cuaca buruk, dan fluktuasi harga. Petani Muza’rah juga sulit mendapatkan modal tambahan atau pelatihan, sehingga produktivitas mereka tetap rendah. Perempuan hampir tidak pernah terlibat dalam Muza’rah, memperparah ketimpangan ekonomi dan sosial. Mayoritas petani Muza’rah hanya mampu bertani untuk konsumsi sendiri, dengan orientasi pasar yang sangat terbatas.

Analisis Kritis: Mengapa Muza’rah Belum Efektif?

Ada beberapa alasan utama mengapa skema Muza’rah belum berhasil meningkatkan kesejahteraan petani kecil:

  1. Ketimpangan Kekuatan Tawar
    Pemilik lahan lebih dominan dalam menentukan proporsi bagi hasil, akses input, dan keputusan produksi. Petani tidak memiliki jaminan keamanan kerja atau insentif untuk meningkatkan produktivitas.
  2. Minimnya Inovasi dan Dukungan
    Tidak ada insentif bagi petani untuk investasi teknologi, benih unggul, atau praktik pertanian modern. Lembaga keuangan syariah belum aktif memberikan pendampingan atau pelatihan.
  3. Keterbatasan Akses Pasar
    Petani Muza’rah cenderung terjebak pada pertanian subsisten dan sulit menembus pasar yang lebih luas dan menguntungkan.
  4. Ketidakpastian Hukum dan Tenurial
    Status lahan dan kontrak sering tidak jelas, sehingga petani enggan melakukan investasi jangka panjang.
  5. Ketimpangan Gender dan Sosial
    Perempuan dan kelompok minoritas kurang terlibat, memperparah ketimpangan pendapatan dan akses sumber daya.

Perbandingan dengan Negara Lain: Apa yang Bisa Dipelajari?

Di Sudan, Muza’rah diadopsi oleh bank syariah dan petani mendapat 75% laba. Skema ini cukup efektif, tapi hanya jika didukung kredit dan pendampingan. Di Mesir, Muza’rah dan Musaqah diterapkan di sektor padi, meningkatkan akses lahan namun tetap ada ketimpangan. Di Indonesia, Muza’rah dan bagi hasil diadopsi petani padi, efektif jika didukung koperasi dan akses teknologi. Di Malaysia, Muza’rah untuk petani aborigin meningkatkan kesejahteraan jika ada pelatihan dan perlindungan hukum. Dari pengalaman ini, kunci keberhasilan Muza’rah adalah dukungan kelembagaan, akses teknologi, perlindungan hukum, dan penguatan posisi tawar petani.

Rekomendasi Kebijakan dan Solusi Nyata

  1. Reformasi Kontrak Muza’rah
    Standarisasi proporsi bagi hasil yang adil dan perlindungan hukum bagi petani, termasuk jaminan keamanan kerja dan hak atas hasil panen.
  2. Peningkatan Akses Kredit dan Teknologi
    Lembaga keuangan syariah harus aktif menyalurkan kredit mikro tanpa agunan, disertai pelatihan pertanian modern serta insentif adopsi teknologi ramah lingkungan.
  3. Penguatan Koperasi dan Kelompok Tani
    Pemerintah dan lembaga keuangan perlu mendorong pembentukan koperasi petani untuk memperkuat posisi tawar, akses pasar, dan efisiensi input.
  4. Pemberdayaan Perempuan dan Minoritas
    Keterlibatan perempuan dalam program Muza’rah harus diwajibkan, dengan program afirmasi bagi kelompok minoritas agar mendapat akses lahan dan pelatihan.
  5. Pengembangan Infrastruktur dan Akses Pasar
    Investasi pada irigasi, jalan tani, penyimpanan hasil panen, dan digitalisasi pemasaran sangat penting agar petani kecil bisa naik kelas.
  6. Diversifikasi Skema Pembiayaan Syariah
    Muza’rah bisa dikombinasikan dengan skema Salam, Musaqah, atau model lain yang lebih adaptif terhadap kebutuhan petani kecil.

Implikasi Global dan Relevansi untuk Indonesia

Studi ini menegaskan bahwa Muza’rah bukan solusi tunggal untuk kemiskinan petani kecil. Tanpa reformasi kelembagaan, perlindungan hukum, akses teknologi, dan pemberdayaan sosial, skema ini justru bisa memperkuat ketimpangan lama. Untuk Indonesia, pelajaran penting adalah perlunya integrasi antara pembiayaan syariah, koperasi, pelatihan, dan perlindungan petani dari praktik eksploitatif. Pengalaman Pakistan memperingatkan agar inovasi keuangan syariah tidak berhenti pada aspek kontrak, tetapi juga harus menyentuh akar persoalan struktural di pedesaan.

Kesimpulan: Muza’rah Perlu Reformasi dan Dukungan Menyeluruh

Muza’rah agro financing, dalam praktiknya di Pakistan, belum efektif meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani kecil. Temuan ini menantang optimisme banyak pihak terhadap solusi syariah berbasis bagi hasil jika tidak diiringi reformasi struktural, inovasi teknologi, dan pemberdayaan sosial. Reformasi kontrak, penguatan kelembagaan, dan pemberdayaan kelompok rentan adalah kunci agar Muza’rah benar-benar menjadi instrumen pengentasan kemiskinan pedesaan yang berkelanjutan.

Sumber artikel:
Sahibzada Muhammad Hamza dan Nasim Shah Shirazi. (2024). Assessing the Viability of Muza’rah Agro Financing as a Sustainable Solution for Small-scale Farmers: A Case Study from Pakistan. Journal of Islamic Monetary Economics and Finance, Vol. 10, No. 2, pp. 277–300.