Pendahuluan: Konstruksi dan Tantangan K3 di Indonesia
Peningkatan pembangunan infrastruktur, khususnya proyek jalan tol, menjadi prioritas nasional. Di balik geliatnya, sektor ini menyimpan risiko tinggi terhadap kecelakaan kerja. Data dari BPJS Ketenagakerjaan menunjukkan peningkatan signifikan kasus kecelakaan kerja dari 101.367 kasus pada 2016, menjadi 173.105 kasus pada 2018. Dalam konteks tersebut, penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menjadi urgensi yang tak bisa ditawar.
Penelitian oleh Eriz Sukmadiansyah dan Katarina Rini Ratnayanti dari Institut Teknologi Nasional ini secara khusus mengkaji implementasi K3 di proyek Jembatan Tol Becakayu, dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 serta Permenakertrans No. 1 Tahun 1980 dan No. 8 Tahun 2010.
Metodologi dan Rujukan Regulasi
Studi ini menggunakan pendekatan gap analysis dengan membandingkan regulasi K3 nasional terhadap implementasi aktual di lapangan. Sumber data sekunder dikumpulkan dari dokumentasi proyek, literatur K3, dan peraturan perundang-undangan.
Penilaian dilakukan dengan mengelompokkan setiap aspek implementasi ke dalam kategori “Sesuai” dan “Tidak Sesuai”, lalu menghitung tingkat pencapaian berdasarkan formula:
Tingkat Penerapan = ((Jumlah Sesuai – Tidak Sesuai) / Total Kriteria) x 100%
Kerangka Regulasi K3 yang Digunakan
- Permenakertrans No. 1 Tahun 1980
- Mengatur lokasi kerja, alat kerja, beton, alat bantu, dan alat penyelamat.
- Permenakertrans No. 8 Tahun 2010
- Fokus pada Alat Pelindung Diri (APD), pekerja, pengusaha, pengurus, dan pengawas.
- PP No. 50 Tahun 2012
- Kerangka penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) secara menyeluruh.
Temuan Kunci dan Analisis Implementasi
1. Implementasi K3 Berdasarkan Permenakertrans No. 1 Tahun 1980
- Total sub-kriteria: 12
- Kategori Sesuai: 8
- Kategori Tidak Sesuai: 4
Ketidaksesuaian ditemukan pada:
- Kabel baja, rantai, dan peralatan bantu: tidak diperiksa rutin atau rawan cacat.
- Pekerjaan memancang dan beton: tidak semua aspek keselamatan terpenuhi.
- Tempat kerja dan perlindungan diri: sebagian belum memenuhi syarat minimal penerangan, ventilasi, dan kebersihan.
2. Implementasi Berdasarkan Permenakertrans No. 8 Tahun 2010
- Total sub-kriteria: 14
- Kategori Sesuai: 14
Penerapan perlindungan diri dinilai baik. Alat pelindung seperti helm, pelindung mata, telinga, tangan, kaki, serta respirator tersedia dan digunakan sesuai standar. Juga, peran pengusaha, pengurus, dan tenaga ahli K3 telah dijalankan sebagaimana mestinya.
3. Evaluasi Menggunakan PP No. 50 Tahun 2012
Meskipun peraturan ini dijadikan tolok ukur pembanding, hasil evaluasi keseluruhan terhadap SMK3 menunjukkan tingkat penerapan 69,23%, yang termasuk dalam kategori "baik", namun belum "memuaskan".
Studi Kasus: Proyek Becakayu dan Insiden Nyata
Proyek Jembatan Tol Becakayu sempat mengalami insiden pada 20 Februari 2018, ketika tiang pancang ambruk dan menyebabkan tujuh orang luka-luka. Ini menjadi salah satu peristiwa penting yang menggarisbawahi pentingnya pengawasan K3 sejak perencanaan hingga operasional.
Dengan keberadaan insiden tersebut, analisis penerapan K3 menjadi lebih dari sekadar evaluasi dokumen: ini tentang menyelamatkan nyawa.
Kritik dan Rekomendasi Tambahan
Apa yang Sudah Baik
- Penggunaan APD konsisten, termasuk edukasi kepada pekerja.
- Kepatuhan administratif terhadap Permenakertrans No. 8/2010 sangat tinggi.
Apa yang Perlu Ditingkatkan
- Pekerjaan memancang dan beton perlu pengawasan lebih ketat—dua area ini masuk kategori tidak sesuai dan memiliki risiko tinggi.
- Dokumentasi inspeksi dan perawatan alat bantu kerja seperti kabel baja harus dilengkapi dan dievaluasi secara berkala.
- Pelatihan keselamatan untuk penggunaan alat berat dan mesin pancang harus ditingkatkan agar pekerja memahami batas aman operasional.
Tren Global & Rekomendasi
Di negara-negara maju, penerapan K3 semakin bergeser ke proaktif berbasis teknologi, seperti sensor di alat pelindung, sistem pemantauan real-time, dan pelatihan berbasis simulasi. Indonesia dapat mengadopsi hal serupa, terutama pada proyek berskala besar seperti Becakayu.
Kesimpulan
Penerapan K3 di proyek Jembatan Tol Becakayu telah memenuhi sebagian besar standar nasional dengan skor 69,23%, yang masuk kategori baik. Namun, masih terdapat ruang perbaikan, terutama pada aspek pekerjaan berat dan alat bantu mekanis.
Dari total 26 kriteria yang dievaluasi, 22 dinilai sesuai, dan 4 tidak sesuai, yang menunjukkan adanya keseriusan dalam menjalankan SMK3, namun juga mengungkapkan potensi risiko yang masih mengintai.
Penutup: K3 sebagai Budaya, Bukan Sekadar Prosedur
Untuk masa depan infrastruktur Indonesia yang aman dan berkelanjutan, K3 harus menjadi budaya kerja, bukan hanya regulasi tertulis. Pengalaman di proyek Becakayu menjadi cermin penting bahwa angka di atas kertas belum cukup jika tidak didukung pengawasan di lapangan dan pelatihan berkelanjutan.
Sumber : Sukmadiansyah, E., & Ratnayanti, K. R. (2020). Kajian Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Jembatan Tol Becakayu. Jurnal Reka Rencana, Institut Teknologi Nasional.