Pendahuluan: Menjaga Keselamatan di Negeri Seribu Lereng
Indonesia, negeri yang dikenal dengan keindahan alamnya, juga menyimpan ancaman serius di balik topografinya: bencana tanah longsor. Fenomena ini bukan hanya tentang tanah yang bergerak, melainkan tentang risiko kehilangan jiwa, kerugian ekonomi, hingga kerusakan ekosistem.
Di tengah meningkatnya frekuensi bencana, terutama akibat perubahan iklim dan penggunaan lahan yang tidak terkendali, riset dari Hamida dan Widyasamratri menjadi krusial. Mereka menekankan pentingnya pemetaan risiko longsor berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk mendukung upaya mitigasi bencana yang lebih presisi dan efisien.
Mengapa Longsor Menjadi Masalah Serius di Indonesia?
Menurut data DIBI-BNPB (2005-2015), 78% bencana di Indonesia adalah bencana hidrometeorologi, termasuk longsor. Faktor penyebab longsor antara lain:
-
Curah hujan tinggi
-
Lereng terjal
-
Jenis tanah yang tidak stabil
-
Penggundulan hutan
-
Penggunaan lahan yang tidak terkontrol
Ironisnya, kebutuhan lahan permukiman dan ekonomi terus memaksa manusia tinggal di kawasan rawan, memperparah tingkat kerentanan.
Metode: Menggabungkan Data Geospasial untuk Pemetaan Risiko
Penelitian ini menggunakan kombinasi pendekatan:
-
Analisis Ancaman (Hazard): Mengkaji parameter geologi, curah hujan, dan penggunaan lahan.
-
Analisis Kerentanan (Vulnerability): Melihat aspek sosial-ekonomi, infrastruktur, dan lingkungan.
-
Analisis Kapasitas (Capacity): Mengukur kesiapan masyarakat dan fasilitas dalam menghadapi bencana.
Semua data diolah menggunakan SIG melalui teknik overlay untuk menghasilkan peta risiko.
Hasil Utama: Fakta-Fakta Penting dari Kajian
📈 Pemetaan Risiko Menghasilkan Informasi Vital:
-
Zona risiko tinggi, sedang, dan rendah dipetakan secara spasial.
-
Risiko bervariasi antar komunitas, bahkan dalam satu kawasan yang sama.
📈 Studi Kasus yang Diperkuat Data:
-
Kota Semarang:
-
8 kelurahan risiko rendah, 10 kelurahan risiko sedang, 15 kelurahan risiko tinggi.
-
Mitigasi berbasis peta SIG membantu mempercepat respons bencana.
-
-
Desa Sriharjo, Bantul:
-
119 rumah di zona merah (tinggi), 136 rumah di zona kuning (sedang).
-
Solusi: Relokasi, penguatan lereng, dan jalur evakuasi.
-
-
Kecamatan Sukasada, Buleleng:
-
9.203 hektar area berisiko.
-
Strategi: Kontrol penggunaan lahan dan sosialisasi mitigasi berbasis komunitas.
-
Analisis Tambahan: Studi Global dan Tren Mitigasi
Di Jepang, teknologi serupa (GIS + early warning system) telah mengurangi korban longsor hingga 40% selama dekade terakhir (JICA, 2020).
Tren global juga menunjukkan bahwa integrasi remote sensing, big data, dan machine learning dalam SIG makin berkembang, menghasilkan prediksi risiko bencana yang lebih akurat dan real-time.
Kritik dan Refleksi
❗ Kelemahan Penelitian:
-
Kurangnya data real-time (misalnya data curah hujan harian) yang bisa meningkatkan akurasi prediksi.
-
Studi fokus pada level kawasan, bukan individu keluarga.
💡 Peluang Pengembangan:
-
Integrasi dengan Internet of Things (IoT) untuk monitoring lereng berbasis sensor.
-
Pendidikan kebencanaan berbasis komunitas untuk memperkuat kapasitas sosial.
Implikasi Praktis: Mengapa Ini Penting untuk Kita Semua?
Mitigasi berbasis SIG bukan hanya untuk pemerintah. Komunitas lokal, pengembang perumahan, hingga investor properti perlu memahami risiko spasial sebelum merencanakan pembangunan.
Contoh nyata: Pembangunan proyek perumahan di kawasan Puncak, Bogor, yang mengabaikan peta risiko tanah longsor akhirnya berujung pada tragedi longsor besar tahun 2017.
Kesimpulan: Menuju Mitigasi Bencana Berbasis Data
Penelitian ini menegaskan bahwa memahami risiko bencana bukan sekadar mengetahui di mana ancaman berada, tapi mengenali siapa yang paling rentan dan seberapa siap mereka menghadapinya.
Dengan bantuan SIG, Indonesia bisa melangkah ke arah mitigasi yang lebih proaktif, lebih akurat, dan lebih berbasis komunitas. Karena di negeri dengan ribuan lereng, peta risiko bukan lagi pilihan—tetapi kebutuhan untuk bertahan hidup.
Sumber
Hamida, F. N., & Widyasamratri, H. (2019). Risiko Kawasan Longsor dalam Upaya Mitigasi Bencana Menggunakan Sistem Informasi Geografis. PONDASI, Vol 24, No 1.