Pendahuluan: Di Balik Peta Ada Anggaran
Dalam sistem pemerintahan desa di Indonesia, alokasi Dana Desa (ADD) memegang peran krusial untuk pembangunan lokal. Namun, apa jadinya jika dasar perhitungannya — yaitu luas wilayah desa — masih kabur? Penelitian Febi Novianti dan Heri Sutanta dari UGM ini membongkar realitas itu di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat, di mana ketidakpastian batas desa berakibat langsung pada ketidakadilan distribusi dana.
Di tengah upaya nasional menerapkan Kebijakan Satu Peta (KSP), kasus Melawi memperlihatkan betapa urgennya penyelesaian batas administratif untuk mendukung pemerataan pembangunan.
Latar Belakang: Mengapa Batas Desa Penting dalam Dana Desa?
Menurut PMK No. 222/PMK.07/2020, salah satu komponen alokasi ADD adalah alokasi formula — di mana luas wilayah desa menjadi salah satu variabel kunci. Semakin luas desa, semakin besar alokasinya.
Namun, di Melawi:
-
Tiga instansi berbeda (RBI, DPUPR, BPS) menggunakan peta batas desa berbeda.
-
Tidak ada satu pun peta batas desa yang disepakati definitif.
-
Praktik ini berpotensi menimbulkan bias dalam pembagian dana desa.
Kondisi ini membuka risiko besar:
Desa bisa mendapatkan anggaran terlalu besar atau terlalu kecil hanya karena perbedaan peta.
Metodologi Penelitian: Menggabungkan Peta dan Data
Penelitian ini dilakukan dengan metode:
-
Overlay peta batas desa dari RBI, DPUPR, dan BPS.
-
Perhitungan luas wilayah menggunakan ArcGIS.
-
Perhitungan perubahan alokasi dana desa berbasis formula resmi Kementerian Keuangan.
Sampel: 82 desa dari 5 kecamatan yang berbatasan langsung dengan provinsi lain di Melawi.
Data yang dipakai:
-
Batas desa (3 sumber)
-
Luas desa dari DPMD
-
Data jumlah penduduk, penduduk miskin, dan indeks kesulitan geografis.
Hasil Penelitian: Fakta-Fakta Mengejutkan
📈 Perbedaan Segmen Batas
-
218 segmen identik di ketiga peta.
-
131 segmen menunjukkan ketidaksesuaian batas antar instansi.
-
Faktor penyebab utama: skala peta yang berbeda dan tujuan pembuatan peta yang beragam (peta sensus vs peta administratif).
📈 Perubahan Luas Wilayah Desa
-
Semua desa mengalami perubahan luas dibanding data DPMD.
-
Desa Balai Agas mengalami perubahan paling ekstrem:
-
Luas data RBI: 34.900,9 ha.
-
Luas data DPMD: hanya 1.725,21 ha.
-
Perbedaan: lebih dari 1.700%!
-
-
Distribusi perubahan:
-
100% perubahan: 10-12 desa tergantung peta.
-
20–80% perubahan: sekitar 50% desa.
-
📈 Dampak terhadap Alokasi Dana Desa
-
Semua desa mengalami perubahan alokasi formula.
-
7 desa mengalami perubahan nilai ADD di atas Rp 100 juta.
-
Sebagian besar perubahan ADD memang <10%, namun bagi desa kecil, perubahan ini tetap signifikan dalam membiayai infrastruktur dasar seperti:
-
Jalan desa
-
Jaringan air bersih
-
Bangunan pendidikan PAUD.
-
Analisis Tambahan: Implikasi Nyata di Lapangan
📌 Studi Kasus: Desa Balai Agas
Dengan perubahan luas hampir 2.000%, potensi kehilangan atau kelebihan ADD di Balai Agas bisa mencapai ratusan juta rupiah. Ini menunjukkan betapa rentannya desa terhadap ketidakakuratan data spasial.
📌 Tren Nasional: Penerapan Kebijakan Satu Peta
Kebijakan Satu Peta (KSP) bertujuan mengintegrasikan seluruh data geospasial menjadi satu referensi nasional. Namun, tantangan di lapangan:
-
Rendahnya kapasitas teknis daerah.
-
Konflik klaim batas antar desa.
-
Ketidakselarasan antar instansi pemerintah.
Tanpa batas desa definitif, pemerataan pembangunan desa menjadi utopia belaka.
Kritik terhadap Penelitian
❗ Kelemahan:
-
Penelitian hanya fokus pada aspek spasial dan ekonomi, tidak membahas aspek sosial (seperti konflik antar masyarakat desa).
-
Tidak melibatkan verifikasi lapangan untuk segmen batas yang dipertentangkan.
💡 Saran:
-
Penelitian lanjutan perlu mengintegrasikan pendekatan partisipatif melibatkan masyarakat desa dalam proses penetapan batas.
-
Implementasi sistem boundary dispute resolution berbasis data spasial perlu dikembangkan di level kabupaten.
Dampak Praktis: Mengapa Ini Penting?
-
Ketidakpastian batas desa → ketidakadilan fiskal → ketimpangan pembangunan.
-
Risiko konflik antar desa semakin besar jika pembangunan melintasi batas yang tidak disepakati.
-
Potensi penyalahgunaan dana desa meningkat karena perbedaan luas wilayah dimanfaatkan untuk manipulasi anggaran.
Solusi?
-
Segera menuntaskan penetapan batas definitif.
-
Mendorong sinkronisasi data spasial lintas instansi di daerah.
Kesimpulan
Penelitian ini menegaskan bahwa batas desa bukan hanya soal administrasi, tetapi soal keadilan ekonomi. Ketidakakuratan batas berimbas pada distribusi dana yang timpang, menciptakan potensi konflik, dan menghambat pembangunan.
Di era digital, akurasi spasial menjadi landasan utama keadilan fiskal.
Tanpa batas yang jelas, mimpi pemerataan pembangunan desa hanya akan menjadi slogan kosong.
Sumber
Novianti, F., & Sutanta, H. (2022). Pengaruh Perubahan Batas Desa Terhadap Alokasi Formula Dana Desa di Kabupaten Melawi. Geoid, 18(1), 69–81.