Building Information Modeling
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025
Dalam dunia konstruksi modern yang dituntut serba cepat dan efisien, keterlambatan proyek dan pembengkakan biaya masih menjadi permasalahan utama. Salah satu pendekatan revolusioner yang berkembang untuk menjawab tantangan ini adalah Building Information Modeling (BIM). Paper "Building Information Modeling (BIM) for Construction Project Schedule Management: A Review" karya Tuan Anh Nguyen, Tu Anh Nguyen, dan The Van Tran dari Vietnam menawarkan ulasan komprehensif mengenai bagaimana BIM berperan penting dalam manajemen jadwal proyek konstruksi.
Dengan pendekatan literatur yang mendalam, artikel ini menelaah manfaat, tantangan, dan potensi BIM khususnya dalam konteks penerapan 4D BIM—dimensi waktu—yang menggabungkan model 3D dengan jadwal proyek. Penelitian ini penting tidak hanya bagi para pelaku industri di Vietnam, tetapi juga untuk negara berkembang lain yang menghadapi masalah serupa.
Konsep dan Peran BIM dalam Manajemen Jadwal
BIM bukan sekadar perangkat lunak, melainkan pendekatan manajemen informasi terintegrasi yang mencakup seluruh siklus hidup bangunan: dari desain, konstruksi, hingga pengoperasian. Informasi yang disimpan mencakup data geometris dan non-geometris (misalnya produsen, biaya, waktu pemeliharaan).
Manfaat utama BIM dalam konteks manajemen jadwal antara lain:
4D BIM: Visualisasi Jadwal Proyek Secara Dinamis
Salah satu fitur utama yang disoroti adalah 4D BIM, yaitu penggabungan data jadwal proyek (dimensi waktu) ke dalam model 3D. Dengan 4D BIM, pengguna dapat:
Penelitian ini menggarisbawahi bahwa pemanfaatan 4D BIM dalam mengelola proyek di Vietnam masih dalam tahap awal, meski potensinya besar. Proyek-proyek yang dibiayai asing lebih banyak menerapkan BIM dibanding proyek dalam negeri.
Manfaat Ekonomi dan Operasional dari BIM
Implementasi BIM menunjukkan dampak signifikan pada berbagai aspek:
Sebagai contoh, studi NIST (2004) menyebutkan bahwa masalah interoperabilitas dalam industri konstruksi AS menyebabkan kerugian sekitar $15,8 miliar per tahun, atau sekitar 3-4% dari total biaya industri. BIM mengurangi kesenjangan ini dengan integrasi data dan kolaborasi real-time.
Studi Kasus dan Praktik Implementasi
Makalah ini menyebutkan bahwa BIM banyak digunakan dalam proyek-proyek publik di Vietnam melalui unit manajemen proyek Kementerian Konstruksi. Di sana, BIM digunakan untuk mengkoordinasikan pelaksanaan proyek melalui pertemuan mingguan dan online, yang memungkinkan pemantauan progres secara efektif.
Selain itu, BIM juga telah diterapkan dalam proyek jembatan, di mana data 5D (waktu dan biaya) digunakan untuk memperkirakan pengeluaran dan mengatur logistik.
Contoh lainnya adalah pemanfaatan BIM untuk:
Tantangan dalam Implementasi BIM
Meski potensi BIM besar, penerapannya menghadapi beberapa kendala, di antaranya:
Di Vietnam, faktor manusia menjadi hambatan utama. Lulusan baru kesulitan mengikuti perkembangan teknologi, sementara staf senior enggan berubah. Oleh karena itu, solusi pelatihan internal dan reformasi kurikulum pendidikan tinggi menjadi kunci.
Rekomendasi Strategis
Berdasarkan temuan studi, beberapa rekomendasi disarankan:
Kesimpulan
BIM telah terbukti sebagai solusi efektif untuk mengatasi tantangan klasik dalam manajemen jadwal proyek konstruksi. Dengan visualisasi progres, kolaborasi yang lebih baik, dan kemampuan prediktif, BIM membantu mencegah keterlambatan, menghemat biaya, dan meningkatkan transparansi.
Namun, untuk realisasi penuh manfaat BIM, dibutuhkan pendekatan sistematis: dukungan kebijakan, pengembangan SDM, dan investasi jangka panjang dari pemerintah dan sektor swasta.
Paper ini menegaskan bahwa penerapan BIM—terutama 4D BIM—bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mutlak di era digital konstruksi. Jika Vietnam berhasil mengatasi tantangan yang ada, bukan tidak mungkin negara ini akan menjadi pelopor BIM di kawasan Asia Tenggara.
Sumber Artikel
Nguyen, Tuan Anh; Nguyen, Tu Anh; Tran, The Van. (2024). Building Information Modeling (BIM) for Construction Project Schedule Management: A Review. Engineering, Technology & Applied Science Research, Vol. 14, No. 2, pp. 13133–13142.
Lean Construction
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025
Di tengah upaya industri konstruksi Indonesia mengejar efisiensi dan daya saing global, Lean Construction (LC) hadir sebagai pendekatan yang menjanjikan. LC bukan sekadar metode teknis, tetapi filosofi manajemen yang berorientasi pada peningkatan nilai (value) dan pengurangan pemborosan (waste). Dalam konteks tersebut, artikel berjudul Evaluasi Waste dan Implementasi Lean Construction Proyek Gedung Kampus X oleh Suripto dan Ajeng Renita Susanti dari Politeknik Negeri Jakarta menjadi kontribusi penting dalam memperkaya praktik LC di tingkat lokal.
Artikel ini mengangkat studi kasus nyata pembangunan gedung kampus dan menyoroti secara sistematis bentuk-bentuk waste yang terjadi, serta menilai efektivitas penerapan tools LC—khususnya Last Planner System (LPS). Dengan pendekatan kuantitatif dan wawancara lapangan, penulis menyuguhkan gambaran konkret tentang apa yang berhasil dan apa yang belum optimal.
Konsep Waste dan Lean Construction
Lean Construction berakar dari filosofi lean manufacturing Toyota, dan dalam konteks konstruksi, bertujuan untuk mengeliminasi kegiatan yang tidak memberi nilai tambah. Kategori waste utama menurut Koskela (2000) meliputi:
Dengan pendekatan seperti value stream mapping, flow, pull system, dan continuous improvement, LC berupaya menjadikan proses konstruksi lebih ramping dan responsif.
Metodologi: Kombinasi Borda dan Wawancara
Studi ini menggunakan metode campuran:
Hasil diolah dengan spreadsheet dan disajikan dalam bentuk deskriptif analitis.
Temuan Utama: Inappropriate Processing sebagai Waste Dominan
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa bentuk waste paling dominan di proyek gedung Kampus X adalah Inappropriate Processing dengan nilai 36 poin (18% dari total). Ini diikuti oleh:
Studi Kasus Faktor Penyebab Waste
Evaluasi Implementasi Lean Construction Tools
Studi ini menemukan bahwa meskipun sebagian besar tools LC sudah diterapkan, masih terdapat kekurangan signifikan, terutama pada aspek komunikasi visual.
1. Last Planner System (LPS)
Telah diterapkan dengan lengkap:
LPS terbukti membantu koordinasi tim dan pengendalian proyek, khususnya dalam meminimalkan penundaan.
2. Increased Visualization
Belum diterapkan. Hal ini menjadi salah satu penyebab utama waste jenis Inappropriate Processing karena komunikasi non-verbal di lapangan tidak optimal.
3. Daily Huddle Meetings
Dilakukan dua minggu sekali, belum secara harian. Padahal dalam prinsip LC, komunikasi harian sangat disarankan untuk respon cepat terhadap masalah lapangan.
4. First-run Studies
Sudah dilakukan melalui simulasi BIM (menggunakan Autodesk Revit), tapi belum menjadi praktik rutin.
5. 5S Process (Visual Workplace)
Telah diterapkan, mulai dari Seiri hingga Shitsuke. Ini membantu penataan tempat kerja yang lebih efisien.
6. Fail-Safe for Quality and Safety
Dilakukan secara aktif melalui inspeksi material dan peralatan.
Kritik dan Analisis Tambahan
Kelebihan Studi
Keterbatasan
Rekomendasi untuk Penerapan Lean Construction Lebih Baik
Kesimpulan
Penelitian ini menegaskan bahwa keberhasilan implementasi Lean Construction sangat dipengaruhi oleh konsistensi penerapan tools dan kualitas komunikasi tim proyek. Waste terbesar dalam studi ini, yaitu Inappropriate Processing, terjadi karena kurangnya komunikasi visual dan ketidaksesuaian prosedur.
Sebaliknya, minimnya waste pada kategori Non-Utilized Talent menunjukkan bahwa alat seperti Fail-safe for Quality and Safety efektif dalam memastikan kompetensi SDM.
Dengan evaluasi mendalam terhadap variabel waste dan penerapan LC tools, studi ini memberikan model yang aplikatif untuk proyek serupa di Indonesia. Langkah selanjutnya adalah memperluas studi ke proyek infrastruktur dan mengukur dampak finansial serta temporal dari penerapan Lean secara menyeluruh.
Sumber Artikel
Suripto & Ajeng Renita Susanti. (2021). Evaluasi Waste dan Implementasi Lean Construction Proyek Gedung Kampus X. Jurnal Rivet (Riset dan Invensi Teknologi), Vol. 01 No.02, Teknik Sipil - Universitas Dharma Andalas.
Lean Construction
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025
Lean Construction adalah pendekatan yang bertujuan untuk mengurangi segala bentuk pemborosan—baik material, waktu, maupun tenaga kerja—dalam proses konstruksi. Lean menitikberatkan pada penciptaan nilai (value) dan penghilangan aktivitas non-produktif.
Jenis waste yang umumnya muncul dalam proyek konstruksi mencakup:
Dengan adopsi prinsip lean seperti Just-in-Time, Last Planner System, Kaizen, dan Value Stream Mapping, industri konstruksi bisa meniru kesuksesan efisiensi seperti yang pernah dicapai Toyota Production System di sektor manufaktur.
Metodologi Penelitian: Gabungan Survei, Wawancara dan Analisis Statistik
Penelitian dilakukan di Distrik Bushenyi, Uganda, dengan pendekatan campuran (mixed methods). Metode yang digunakan antara lain:
Teknik sampling yang digunakan meliputi purposive dan stratified sampling untuk memastikan keberagaman responden dan proyek yang dikaji.
Temuan Utama dan Studi Kasus
Profil Responden
Tren Praktik Konstruksi Lokal
Faktor paling signifikan menurut masing-masing profesi:
Menariknya, seluruh kelompok profesi menganggap "pertimbangan iklim" sebagai faktor paling tidak signifikan, yang menunjukkan rendahnya perhatian terhadap aspek keberlanjutan lingkungan.
Prinsip Lean yang Dianggap Efektif
Tantangan Implementasi Lean
Namun, kolaborasi dan kepemilikan proyek tidak dianggap sebagai tantangan besar oleh mayoritas responden.
Dampak Lean terhadap Kinerja Proyek
Analisis Statistik: Korelasi dan Konsistensi Penilaian
Dengan menggunakan Spearman Rank Correlation, ditemukan korelasi positif yang kuat antara Project Manager dan Property Surveyor dalam menilai dampak lean terhadap kinerja proyek (r = 0,879).
Namun, korelasi negatif ditemukan antara Civil Engineer dan Property Surveyor (r = -0,257) saat menilai praktik lean yang efektif, menandakan perbedaan sudut pandang signifikan.
Hal ini menegaskan bahwa implementasi lean perlu disesuaikan dengan peran dan tanggung jawab masing-masing stakeholder.
Kritik dan Evaluasi
Kekuatan Penelitian
Kelemahan dan Batasan
Rekomendasi Praktis dan Strategis
Kesimpulan
Studi ini memberikan wawasan penting mengenai dinamika penerapan lean construction di Uganda. Dengan merinci manfaat, tantangan, dan persepsi lintas profesi, penelitian ini menggarisbawahi pentingnya pendekatan yang fleksibel dan berbasis kolaborasi dalam mengimplementasikan lean.
Hasilnya tidak hanya relevan untuk Bushenyi District, tetapi juga dapat menjadi referensi bagi wilayah lain di negara berkembang dengan kondisi serupa. Untuk langkah ke depan, diperlukan studi lanjutan berbasis waktu (longitudinal), evaluasi dampak ekonomi, serta penyusunan kebijakan yang mendukung adopsi lean secara luas.
Sumber Artikel
Njideka Maryclara Aguome, George Uwadiegwu Alaneme, Bamidele Charles Olaiya & Mustapha Muhammad Lawan (2024). Evaluation of Lean Construction Practices for Improving Construction Project Delivery: Case Study of Bushenyi District, Uganda. Cogent Engineering, 11(1), 2365902.
Industri Kontruksi
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025
Masalah Umum: Sistem yang Longgar dan Minim Koordinasi
Industri konstruksi digambarkan sebagai "loosely coupled system" — sistem longgar yang rentan terhadap miskomunikasi antar aktor. Banyak kontraktor utama yang mewajibkan penggunaan sistem logistik tertentu kepada subkontraktor, tanpa partisipasi mereka dalam desain sistem tersebut. Ini seringkali menimbulkan resistensi dan rendahnya pemanfaatan layanan.
Selain itu, kompleksitas logistik dalam konstruksi ditambah dengan keterbatasan ruang, risiko keamanan, dan tekanan waktu membuat penanganan logistik menjadi titik kritis. Paper ini menawarkan pendekatan solusi melalui modul layanan logistik yang terintegrasi.
Studi Kasus: Proyek Perkantoran di Gothenburg, Swedia
Studi ini dilakukan pada proyek pembangunan kantor besar di pusat kota Gothenburg yang memiliki keterbatasan ruang dan akses terbatas. Tiga modul layanan logistik yang digunakan dalam proyek ini adalah:
1. Modul Manajemen Material
2. Modul On-Site Vendor Managed Inventory (VMI)
3. Modul Manajemen Limbah
Dimensi Nilai Layanan Logistik
Paper ini menggunakan kerangka nilai layanan dari tiga aspek:
Kontraktor utama cenderung menilai tinggi dari sisi teknis dan persepsi, sedangkan subkontraktor lebih kritis terhadap nilai moneter karena mereka diwajibkan menggunakan dan membayar layanan tanpa dilibatkan dalam desainnya.
Kunci Co-Creation: Komitmen, Kepercayaan, dan Visualisasi
Studi menunjukkan bahwa nilai tidak dapat sepenuhnya dihasilkan saat desain layanan, tapi terbentuk selama proyek berjalan. Tiga temuan utama terkait proses co-creation:
Kritik dan Refleksi: Apa yang Bisa Ditingkatkan?
Kelebihan Studi
Kelemahan
Saran Pengembangan
Implikasi Praktis dan Industri
Kesimpulan: Logistik Bukan Lagi Pelengkap, Tapi Inti Proyek
Logistik dalam konstruksi bukan hanya soal pengangkutan barang, tapi tentang menciptakan nilai melalui sinergi antar aktor. Studi ini menunjukkan bahwa sistem modular dalam Construction Logistics Setup (CLS) dapat meningkatkan efisiensi, tetapi kesuksesannya tergantung pada trust, komunikasi, dan keterlibatan bersama.
Kita sedang bergerak ke era di mana logistik bukan lagi aspek teknis semata, tetapi bagian dari strategi manajemen proyek secara keseluruhan. Oleh karena itu, investasi dalam desain, pelatihan, dan komunikasi menjadi krusial untuk memaksimalkan potensi co-creation value.
Sumber Artikel
Fredriksson, A., Kjellsdotter Ivert, L., & Naz, F. (2025). Creating logistics service value in construction – a quest of coordinating modules in a loosely coupled system. Construction Management and Economics.
Lean Management
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025
Persaingan global dan tuntutan efisiensi operasional telah mendorong industri manufaktur, termasuk sektor perkeretaapian, untuk mengadopsi pendekatan manajemen yang lebih ramping dan berorientasi pada perbaikan berkelanjutan. Salah satu strategi yang terbukti efektif adalah penerapan prinsip dan alat Lean. Paper berjudul "Implementation of Lean Tools to Visualize Performance and Eliminate Waste – With a Focus on Continuous Improvement at a Railway Depot" karya Tony Kaya dan Morteza Najafi, yang merupakan tesis tingkat master di Mälardalen University, memberikan studi kasus nyata penerapan Lean di depo Norsborg, Swedia. Kolaborasi antara universitas dan Alstom, produsen kereta ternama, menjadikan penelitian ini tidak hanya relevan secara akademik, tetapi juga strategis secara industri.
Tujuan dan Pertanyaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab dua pertanyaan utama:
Dengan menggunakan pendekatan campuran (mixed methods), peneliti menggabungkan wawancara semi-terstruktur, observasi Gemba Walk, serta pembuatan diagram seperti Value Stream Mapping (VSM) dan spaghetti diagram.
Studi Kasus: Alstom dan Proyek C30 di Depo Norsborg
Depo Norsborg merupakan salah satu dari 21 fasilitas Alstom di Swedia, berfungsi sebagai lokasi perawatan dan modifikasi rangkaian kereta proyek C30, hasil kerja sama antara Alstom, MTR, dan Stockholm Public Transport (SL). Alur prosesnya meliputi:
Masalah utama yang dihadapi depo ini adalah:
Identifikasi Waste: Muda dalam Praktik
Melalui pendekatan Lean, peneliti mengidentifikasi 7+1 jenis pemborosan (waste) yang signifikan di depo:
1. Waiting
Waktu tunggu mendominasi pemborosan, khususnya dalam menunggu pengiriman kereta dari operator MTR. Dalam kasus ekstrem, teknisi bisa menunggu hingga 8 jam dalam satu shift, tanpa statistik resmi yang mencatat kerugian waktu tersebut.
2. Movement dan Transportation
Karena keterbatasan ruang dan penyimpanan tersebar, teknisi harus berjalan jauh untuk mengambil peralatan, suku cadang, atau dokumen. Spaghetti diagram menunjukkan pola pergerakan kompleks yang mengindikasikan inefisiensi tinggi.
3. Defects dan Excess Processing
Kesalahan perbaikan ganda akibat miskomunikasi serta penggunaan komponen cacat menciptakan kebutuhan rework.
4. Inventory dan Overprocessing
Stok berlebihan di beberapa area dan kekurangan di tempat lain menunjukkan ketidakseimbangan supply chain internal. Ini diperburuk oleh tidak adanya sistem pelacakan persediaan yang konsisten.
5. Unutilized Talent
Peneliti mencatat bahwa pengalaman dan kompetensi teknisi tidak dimanfaatkan secara optimal. Usulan perbaikan sering diabaikan, menunjukkan rendahnya partisipasi dalam proses perbaikan.
Solusi Lean: Visualisasi, 5S, dan Dashboard APSYS
Implementasi 5S
Penataan area kerja berbasis prinsip 5S diterapkan sebagai langkah awal untuk mengurangi pemborosan:
Pengembangan Dashboard APSYS
Dashboard berbasis sistem APSYS dikembangkan untuk mengatasi masalah visualisasi performa. Dashboard ini mengintegrasikan KPI seperti:
Dashboard ini memungkinkan tim untuk melakukan monitoring real-time dan mendukung keputusan berbasis data.
VSM dan Perubahan Proses
Value Stream Mapping digunakan untuk memetakan kondisi saat ini (Current State) dan kondisi ideal (Future State). Contoh konkret dari Future State Map menunjukkan:
Implikasi dan Pembelajaran
Peningkatan Keterlibatan Karyawan
Program ini juga mendorong budaya continuous improvement melalui pelatihan dan pelibatan teknisi dalam evaluasi performa. Mereka dilatih untuk mengenali pemborosan dan diberi wewenang untuk mengusulkan solusi.
Digitalisasi dengan Maximo
Penggunaan Maximo, sistem manajemen aset digital, mempercepat pengumpulan dan pelaporan data. Sistem ini menggantikan dokumentasi manual yang rawan kesalahan dan duplikasi.
Kekuatan dan Kritik terhadap Studi
Kekuatan:
Kritik:
Relevansi Industri dan Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan Lean tools secara sistematis dapat meningkatkan efisiensi, mengurangi pemborosan, dan memperbaiki komunikasi di lingkungan kerja yang kompleks seperti depo kereta. Strategi visualisasi performa melalui dashboard dan standardisasi proses melalui 5S dan VSM terbukti efektif dalam menciptakan budaya perbaikan berkelanjutan.
Di era transformasi digital dan sustainability, pendekatan seperti ini tidak hanya relevan, tetapi juga menjadi kebutuhan mendesak bagi industri transportasi publik. Industri lain dengan karakteristik serupa, seperti manufaktur berat atau energi, juga dapat mengadaptasi strategi ini untuk mencapai efisiensi operasional yang lebih baik.
Sumber Artikel
Tony Kaya & Morteza Najafi. Implementation of Lean Tools to Visualize Performance and Eliminate Waste – With a Focus on Continuous Improvement at a Railway Depot. Master Thesis, School of Innovation, Design and Engineering, Mälardalen University, 2024.
Supply Chain Management
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025
Industri konstruksi India telah berkembang pesat dalam dekade terakhir, menjadi salah satu pilar penting bagi pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Namun, pertumbuhan ini juga membawa tantangan besar: keterlambatan proyek, pembengkakan biaya, dan inefisiensi logistik. Dalam konteks inilah peran Supply Chain Management (SCM) menjadi sangat krusial. Paper berjudul "Supply Chain Management in Construction Projects: A Comprehensive Analysis of the Indian Context – Review" karya K.B. Jaisree dan B. Palani, memberikan tinjauan literatur mendalam mengenai dinamika, tantangan, dan inovasi dalam SCM konstruksi India.
Tujuan dan Ruang Lingkup Penelitian
Studi ini bertujuan untuk:
Penelitian ini disusun sebagai tinjauan pustaka komprehensif dengan pendekatan multidisipliner, mencakup aspek teknis, sosial, dan kebijakan publik.
Kerangka Konseptual: Komponen Utama SCM dalam Konstruksi
Penulis membagi SCM dalam konstruksi menjadi lima tahap utama:
Setiap tahap ini memiliki tantangan tersendiri, terutama dalam konteks proyek skala besar yang melibatkan banyak pihak dengan latar belakang budaya, bahasa, dan kepentingan berbeda.
Evolusi SCM di India: Dari Tradisional ke Teknologi Canggih
Model Tradisional: Fragmentasi dan Inefisiensi
Praktik lama di India cenderung:
Modernisasi: Integrasi dan Proaktif
Dengan kemajuan teknologi dan tekanan global, praktik SCM berubah menjadi:
Statistik Relevan:
Tantangan Unik di Konteks India
A. Faktor Budaya dan Sosial
B. Regulasi dan Birokrasi
C. Keterbatasan Infrastruktur
Studi Kasus: Adaptasi Lokal di Proyek Infrastruktur
Beberapa proyek besar seperti proyek jalan tol di Maharashtra berhasil mengurangi waktu logistik 15% dengan pendekatan logistik modular dan sourcing lokal yang efisien.
Elemen Kunci SCM dalam Proyek Konstruksi India
1. Pengadaan dan Manajemen Vendor
2. Logistik dan Transportasi
3. Manajemen Risiko
4. Keberlanjutan dan Green Supply Chain
Keberlanjutan dalam SCM Konstruksi India
Salah satu bagian paling kuat dari studi ini adalah sorotan pada praktik SCM yang berkelanjutan:
Contoh Nyata:
Proyek kampus universitas di Gujarat berhasil mencapai 40% efisiensi energi melalui strategi SCM berkelanjutan, seperti penggunaan solar panel dan sistem pemanenan air hujan terintegrasi.
Integrasi Teknologi dalam SCM: Masa Depan yang Cerdas
Teknologi memainkan peran kunci dalam modernisasi SCM di India:
Penulis menekankan bahwa adopsi teknologi dapat meningkatkan efisiensi hingga 25%, dan memangkas pemborosan logistik secara signifikan.
Kesimpulan: Jalan Menuju SCM yang Lebih Efisien dan Berkelanjutan
Makalah ini berhasil menyajikan analisis menyeluruh tentang dinamika Supply Chain Management dalam proyek konstruksi di India. Ditemukan bahwa modernisasi SCM—yang mencakup integrasi teknologi, perencanaan risiko yang lebih baik, dan fokus pada keberlanjutan—adalah kunci untuk meningkatkan efisiensi, menekan biaya, dan menciptakan proyek yang tahan terhadap gangguan.
Rekomendasi Penulis:
Nilai Tambah dan Relevansi Global
Studi ini tidak hanya relevan bagi India, tetapi juga memberikan wawasan berharga bagi negara-negara berkembang lainnya yang menghadapi tantangan serupa dalam integrasi SCM di sektor konstruksi. Konteks unik India—baik dari segi budaya, infrastruktur, maupun regulasi—menawarkan pelajaran penting tentang fleksibilitas, adaptasi, dan pentingnya pendekatan lokal dalam manajemen rantai pasok.
Sumber Artikel
K.B. Jaisree, B. Palani. Supply Chain Management in Construction Projects: A Comprehensive Analysis of the Indian Context – Review. International Journal of Research and Review. 2024; 11(1): 298-308.