Perhubungan

Transformasi dan Inovasi KAI Commuter: Menghubungkan Jutaan Penumpang

Dipublikasikan oleh Dimas Dani Zaini pada 14 Mei 2024


PT Kereta Commuter Indonesia, dikenal sebagai KAI Commuter, adalah anak usaha dari Kereta Api Indonesia yang mengoperasikan kereta api komuter dan kereta api lokal. Pada tahun 2021, KAI Commuter berhasil mengangkut 127,827 juta penumpang, mencerminkan peran pentingnya dalam mobilitas perkotaan.

Awal Mula dan Transformasi

Sejarah KAI Commuter dimulai sebagai Divisi Angkutan Perkotaan Jabotabek dari Kereta Api Indonesia, yang mengoperasikan KRL di Jabodetabek. Pada September 2008, divisi ini menjadi entitas tersendiri bernama PT KAI Commuter Jabodetabek. Pada 2009, perusahaan ini mulai mengoperasikan KRL seri 8500 Tokyu dan meresmikan layanan kereta khusus wanita pada 2010.

Simplifikasi Rute dan Penerapan Teknologi Baru

Pada 2011, KAI Commuter menyederhanakan rute utamanya menjadi lima rute utama, menghapus KRL Ekspres, dan mengganti KRL Ekonomi AC menjadi Commuter Line. Perusahaan ini juga mengganti sistem tiket dengan kartu elektronik Commet pada 2012 dan menerapkan sistem tiket elektronik pada 2013.

Integrasi dan Perluasan Layanan

Pada 2014, pengelolaan pegawai operasional KRL dialihkan ke KAI Commuter, dan perusahaan mulai mengoperasikan Commuter Line dengan stamformasi 10 kereta (SF10). Integrasi dengan kartu uang elektronik dari beberapa bank terjadi pada 2014, dan penerapan tarif progresif per kilometer dimulai pada 2015. Perusahaan ini juga mengoperasikan Commuter Line dengan stamformasi 12 kereta (SF12) dan membuka relasi Tanjung Priok–Jakarta Kota.

Inovasi dan Pengembangan Aplikasi

Pada 2016, KAI Commuter meluncurkan integrasi dengan Transjakarta dan aplikasi KRL Access. Layanan diperluas hingga Stasiun Rangkasbitung pada 2017 dan Cikarang pada 2017. Pada 2018, perusahaan mengoperasikan bangunan baru Stasiun Cisauk dan mendapat izin mengelola uang elektronik dari Bank Indonesia.

Pengembangan Infrastruktur dan Perluasan Wilayah

Pada 2020, stasiun integrasi Tanah Abang, Sudirman, Juanda, dan Pasar Senen diresmikan. KAI Commuter mengambil alih pengelolaan kereta api Lokal Merak dan Prambanan Ekspres pada tahun yang sama. Pada 2021, Commuter Line relasi Yogyakarta–Solo Balapan mulai beroperasi, diresmikan oleh Presiden Joko Widodo. Pada 2022, KAI Commuter mengambil alih pengelolaan kereta api lokal di Daop II Bandung dan VIII Surabaya, menyesuaikan sistem persinyalan di Stasiun Manggarai, dan mengubah beberapa rute.

Dengan berbagai inovasi dan ekspansi, KAI Commuter terus beradaptasi untuk memenuhi kebutuhan transportasi yang berkembang di Indonesia, menghubungkan jutaan penumpang setiap tahunnya.

Sumber: id.wikipedia.org

Selengkapnya
Transformasi dan Inovasi KAI Commuter: Menghubungkan Jutaan Penumpang

Perhubungan

Sejarah dan Perkembangan Kereta Kecepatan Tinggi

Dipublikasikan oleh Dimas Dani Zaini pada 14 Mei 2024


Kereta kecepatan tinggi (High-speed rail atau HSR) adalah sistem transportasi rel yang menggunakan kereta jauh lebih cepat daripada kereta tradisional. Sistem ini menggunakan kombinasi kereta khusus dan jalur rel khusus. Biasanya, kereta kecepatan tinggi memiliki kecepatan di atas 250 km/jam, atau kereta biasa yang ditingkatkan dengan kecepatan lebih dari 200 km/jam.

Awal Mula dan Penyebaran

Jalur kereta kecepatan tinggi pertama di dunia, Tōkaidō Shinkansen, mulai beroperasi di Jepang pada tahun 1964 dan dijuluki kereta peluru. Keberhasilan Jepang diikuti oleh negara-negara Eropa seperti Prancis dan Jerman, serta Spanyol dan Italia. Saat ini, Eropa memiliki jaringan kereta cepat yang luas dengan banyak koneksi internasional. Tiongkok memiliki jaringan kereta kecepatan tinggi terbesar di dunia, dengan lebih dari 37.900 kilometer jalur pada Desember 2020, yang merupakan lebih dari dua pertiga dari total jaringan kereta cepat dunia.

Penyebaran Global

Banyak negara telah mengembangkan infrastruktur kereta cepat untuk menghubungkan kota-kota besar, termasuk Austria, Belgia, Denmark, Finlandia, Indonesia, Jepang, Maroko, Belanda, Norwegia, Polandia, Portugal, Rusia, Arab Saudi, Serbia, Korea Selatan, Swedia, Swiss, Taiwan, Turki, Britania Raya, Amerika Serikat, dan Uzbekistan. Di Eropa dan Asia, kereta kecepatan tinggi dapat melintasi perbatasan internasional, menjadikannya solusi transportasi yang efektif antar negara.

Keunggulan dan Tantangan

Kereta kecepatan tinggi adalah metode transportasi massal tercepat dan paling efisien. Namun, pembangunan kereta cepat memerlukan persyaratan khusus seperti kurva rel yang besar, kemiringan yang landai, dan rel yang dipisahkan sebidang. Hal ini membuat pembangunan kereta kecepatan tinggi menjadi jauh lebih mahal daripada kereta konvensional.

Sejarah Awal

Jalur rel adalah jenis transportasi massal pertama dan dominan hingga penemuan mobil di awal abad ke-20. Setelah Perang Dunia II, transportasi mobil, jalan layang, dan pesawat meningkat, tetapi Eropa dan Jepang tetap fokus pada pengembangan rel. Sebaliknya, Amerika Serikat mengembangkan jalan cepat dan bandar udara.

Pengembangan Kereta Kecepatan Tinggi

Pengembangan kereta cepat dimulai di Jerman pada tahun 1899 dengan elektrifikasi kereta militer antara Marienfelde dan Zossen. Pada tahun 1903, gerbong listrik mencapai kecepatan 210,2 km/jam. Italia mengikuti pada tahun 1938 dengan ETR 200 yang mencapai 160 km/jam dalam layanan komersial. Pada 1950-an, Kereta Api Nasional Prancis mulai mengevaluasi kecepatan tinggi dengan lokomotif listrik CC 7100 yang mencapai rekor 243 km/jam pada tahun 1954. Pada tahun berikutnya, lokomotif listrik Prancis mencapai kecepatan 331 km/jam, memungkinkan pengembangan lebih lanjut dari layanan kereta kecepatan tinggi.

Sumber: id.wikipedia.org

 
Selengkapnya
Sejarah dan Perkembangan Kereta Kecepatan Tinggi

Perhubungan

Sejarah dan Perkembangan KRL Commuter Line

Dipublikasikan oleh Dimas Dani Zaini pada 14 Mei 2024


KRL Commuter Line adalah sistem transportasi cepat berbasis kereta rel listrik yang dioperasikan oleh PT Kereta Commuter Indonesia (KAI Commuter), anak perusahaan PT Kereta Api Indonesia (Persero). Sistem ini telah beroperasi di Jakarta sejak 1925 dan saat ini melayani rute komuter di wilayah Jabodetabek serta lintas Yogyakarta–Solo.

Sejarah dan Transformasi

Pada awalnya, layanan ini dikenal dengan nama KRL Jabotabek sejak era 1970-an. Setelah pemekaran Kota Depok pada 1999, nama alternatif KRL Jabodetabek digunakan. Divisi Jabotabek menjadi operator KRL saat itu. Pada 2008, operasional KRL dialihkan ke PT KAI Commuter Jabodetabek, yang kemudian pada 2017 berubah nama menjadi Kereta Commuter Indonesia (KCI, kini KAI Commuter).

Perkembangan Armada

KRL pertama kali dihadirkan di Hindia Belanda pada 1925 untuk memperingati 50 tahun beroperasinya Staatsspoorwegen di Jawa. Pada 1960-an, transportasi listrik di Jakarta mengalami penurunan karena dianggap sebagai penyebab kemacetan, sehingga Trem Batavia ditutup dan KRL dibatasi. Namun, pada 1970-an, KRL mengalami regenerasi dengan kehadiran KRL Rheostatik dari Jepang. Saat ini, armada KRL didominasi oleh kereta bekas Jepang dengan beberapa unit diproduksi oleh PT INKA, Madiun.

Elektrifikasi dan Penambahan Rute

Proses elektrifikasi wilayah operasional KCI dimulai dari jalur Hijau pada akhir 2009, meliputi koridor Serpong-Parungpanjang. KRL mulai beroperasi sampai Parungpanjang pada 2010, dilanjutkan ke koridor Parungpanjang-Maja pada 2013, dan Maja-Rangkasbitung pada 2017. Elektrifikasi juga mencakup pembangunan jalur ganda Serpong-Rangkasbitung dan infrastruktur pendukung seperti tiang listrik aliran atas dan gardu listrik. Pada 2020, ada wacana elektrifikasi lanjutan di koridor Rangkasbitung-Serang dan kemungkinan hingga Serang-Merak.

Perluasan Jalur Timur

Selain perluasan ke barat, jalur Biru ke timur juga diperpanjang hingga Stasiun Cikarang dengan pengerjaan konstruksi dimulai akhir 2013. Jalur Manggarai-Cikarang akan digandakan menjadi empat jalur. Elektrifikasi sampai Cikarang selesai pada 2017, sementara pembangunan jalur dwiganda diperkirakan selesai pada 2024. Empat stasiun baru juga dibangun di jalur ini. Pemerintah sedang mengkaji perpanjangan elektrifikasi hingga Stasiun Cikampek dan refungsionalisasi Stasiun Gambir untuk KRL Commuter Line.

Rencana Masa Depan

Dengan dioperasikannya kembali jalur Citayam-Nambo, ada kemungkinan pembangunan jalur kereta api baru Parung Panjang–Tanjung Priuk yang merupakan jalur kereta api lingkar luar Jabodetabek. Jalur ini sudah direncanakan sejak dekade 1990-an dan sebagian sudah terealisasi dengan pembangunan jalur Citayam-Nambo. Meskipun sempat dibatalkan karena Krisis finansial Asia 1997 dan jatuhnya Suharto pada 1998, rencana ini dimasukkan ke dalam rencana induk perkeretaapian nasional 2014-2030.

Sumber: id.wikipedia.org
 

 
Selengkapnya
Sejarah dan Perkembangan KRL Commuter Line

Perhubungan

LRT Jakarta: Sejarah dan Perkembangannya

Dipublikasikan oleh Dimas Dani Zaini pada 14 Mei 2024


Lintas Raya Terpadu Jakarta (LRT Jakarta) adalah sistem transportasi rel terpadu yang melayani DKI Jakarta. LRT ini memiliki jalur sepanjang 5,8 km yang melayani enam stasiun. Dimiliki dan dikembangkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, layanan LRT dioperasikan oleh PT LRT Jakarta, anak perusahaan dari PT Jakarta Propertindo (Perseroda). Pembangunan LRT dimulai pada Juni 2016 dan mulai beroperasi penuh pada 1 Desember 2019.

Latar Belakang Pengembangan

Ide pembangunan LRT muncul setelah proyek Monorel Jakarta mengalami kebuntuan. Gubernur Basuki Tjahaja Purnama menolak pembangunan depo monorel di atas Waduk Setiabudi untuk mencegah kejadian banjir seperti tahun 2013. Proyek monorel akhirnya dihentikan karena investor tidak memenuhi persyaratan lanjutan. Sebagai gantinya, Pemprov DKI Jakarta memprioritaskan pembangunan LRT dengan harapan proyek ini lebih konsisten dan tidak mangkrak seperti monorel.

Rencana Pembangunan

Rencana pembangunan LRT Jakarta didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Transportasi Umum di DKI Jakarta. LRT diharapkan melengkapi transportasi umum Jakarta dan siap sebelum Asian Games 2018. Gubernur DKI Jakarta kemudian menunjuk PT Jakarta Properindo dan PT Pembangunan Jaya untuk membangun LRT ini.

Fase I Pembangunan

Pemasangan tiang pancang pertama untuk LRT Jakarta dilakukan pada 22 Juni 2016, bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Kota Jakarta ke-489. PT Wijaya Karya ditunjuk sebagai kontraktor proyek senilai Rp5,29 triliun dan pembangunan dimulai awal 2017 setelah persiapan lahan selesai. Armada LRT terdiri dari delapan rangkaian kereta yang diproduksi oleh Hyundai Rotem, Korea Selatan. Kereta pertama tiba di Tanjung Priok pada 13 April 2018.

Uji Coba dan Operasional

Pembangunan LRT mengalami keterlambatan dan tidak sepenuhnya siap untuk Asian Games 2018, sehingga hanya dapat beroperasi terbatas mulai 15 Agustus 2018 sebagai uji coba. Uji coba tanpa tarif dimulai pada 11 Juni 2019, dapat diakses dengan registrasi terlebih dahulu. Uji coba diperpanjang hingga waktu yang belum ditentukan, dan warga kemudian bisa mengaksesnya tanpa registrasi. Fase I LRT Jakarta resmi beroperasi penuh pada 1 Desember 2019 dengan tarif yang telah ditetapkan.

Jaringan LRT Jakarta

Saat ini, LRT Jakarta memiliki satu lintas pelayanan, yaitu Lin/Koridor 1 sepanjang 5,8 km. Jalur ini menghubungkan Stasiun Pegangsaan Dua di Kelapa Gading dengan Stasiun Velodrome di Pulo Gadung. Jalur ini sepenuhnya berbentuk layang dan melayani enam stasiun. Stasiun Pegangsaan Dua juga berfungsi sebagai depo penyimpanan rangkaian LRV.

Sumber: id.wikipedia.org

Selengkapnya
LRT Jakarta: Sejarah dan Perkembangannya

Perhubungan

Staatsspoorwegen (SS): Perusahaan Kereta Api Kolonial di Hindia Belanda dan Transformasinya menjadi PT Kereta Api Indonesia

Dipublikasikan oleh Dimas Dani Zaini pada 08 Mei 2024


Staatsspoorwegen (SS), yang secara lengkap disebut Staatsspoor en Tramwegen in Nederlandsch–Indië (SS en T), adalah nama sebuah perusahaan kereta api di Hindia Belanda. Perusahaan ini dimiliki sepenuhnya oleh Pemerintah Hindia Belanda dan menjadi salah satu perusahaan kolonial yang beroperasi di wilayah tersebut. Saat ini, perusahaan ini telah berkembang menjadi PT Kereta Api Indonesia.

Staatsspoorwegen adalah pesaing utama dari perusahaan kereta api lainnya di Hindia Belanda, yaitu Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij. Perusahaan ini memiliki tiga lebar sepur, yaitu 1.067 mm, 750 mm, dan 600 mm. Sepur berukuran 1.067 mm digunakan untuk rel berat, sedangkan sepur 750 mm dan 600 mm digunakan khusus untuk jalur trem.

Dalam struktur organisasinya, awalnya Staatsspoorwegen merupakan sebuah jawatan terpisah. Namun, pada tanggal 1 Maret 1888, perusahaan ini digabungkan ke dalam Burgerlijke Openbare Werken (Departemen Pekerjaan Umum Hindia Belanda). Pada masa itu, Staatsspoorwegen dipimpin oleh seorang Inspektur Jenderal. Pada tanggal 1 Juli 1909, Jawatan Kereta Api dan Trem Negara (Staatsspoor en Tramwegen) juga digabungkan ke dalam Departemen Perusahaan Negara (Gouvernements Bedrijven) dan dipimpin oleh seorang Kepala Inspektur.

Pada tanggal 1 November 1917, terjadi strukturisasi dalam perusahaan ini. Staatsspoorwegen terorganisasi menjadi beberapa bagian yang dipimpin oleh Kepala Bagian. Kepala Jawatan Kereta Api dan Trem dipimpin oleh seorang Direktur Perusahaan Negara yang bertanggung jawab dalam hal pemasangan, persediaan, dan lingkungan eksploitasi jalan kereta api dan trem. Pada saat yang sama, terdapat juga Jawatan Pengawasan Kereta Api dan Trem yang bertanggung jawab dalam pengawasan umum terhadap perusahaan kereta api milik pemerintah dan swasta. Jawatan ini dipimpin oleh seorang Kepala Dinas Pengawasan Kereta Api dan Trem yang berada di bawah Departemen Perusahaan Negara.

Setelah pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang pada tahun 1942, Staatsspoorwegen dan perusahaan kereta api lainnya langsung diambil alih oleh Pemerintah Jepang dan diubah namanya menjadi Rikuyu Sokyuku (Dinas Kereta Api). Selama masa pendudukan Jepang, operasional kereta api difokuskan untuk kepentingan perang dan pengangkutan hasil tambang batu bara. Namun, setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, stasiun dan kantor pusat kereta api dikuasai kembali oleh pemerintah Indonesia. Pada tanggal 28 September 1945, terjadi pengambilalihan secara penuh atas Kantor Pusat Kereta Api di Bandung. Pada tahun 1946, Belanda kembali ke Indonesia dan membentuk kembali perusahaan kereta api di sana dengan nama Staatsspoorwegen/Verenigde Spoorwegbedrif (SS/VS), yang merupakan gabungan dari Staatsspoorwegen dan beberapa perusahaan kereta api swasta, kecuali Deli Spoorweg Maatschappij.

Sumber: id.wikipedia.org

 

Selengkapnya
Staatsspoorwegen (SS): Perusahaan Kereta Api Kolonial di Hindia Belanda dan Transformasinya menjadi PT Kereta Api Indonesia

Perhubungan

Perkembangan Perkeretaapian di Indonesia: Sejarah, Pembangunan, dan Modernisasi

Dipublikasikan oleh Dimas Dani Zaini pada 08 Mei 2024


Perkembangan perkeretaapian di Indonesia memiliki peran penting dalam membangun infrastruktur transportasi yang menghubungkan berbagai wilayah di negeri ini. Sejarah perkeretaapian di Indonesia dimulai pada akhir abad ke-19 saat Indonesia masih dijajah oleh Belanda, terutama pada masa Tanam Paksa. Pada tahun 1864, dibangunlah jalur kereta api pertama di Indonesia yang menghubungkan Semarang dengan Tanggung oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS). Kemudian, pembangunan jalur kereta api terus berlanjut dengan pembangunan jalur-jalur baru yang menghubungkan kota-kota di Jawa dan Sumatera.

Pada masa kolonial, pembangunan jalur kereta api didorong oleh kepentingan ekonomi Belanda, seperti pengangkutan hasil pertanian dan mineral dari daerah produksi ke pelabuhan utama. Selain itu, jalur kereta api juga dimaksudkan untuk memfasilitasi mobilitas administratif, militer, dan perjalanan para pejabat kolonial.

Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, perkeretaapian menjadi tanggung jawab nasional. Djawatan Kereta Api (DKA) didirikan sebagai perusahaan kereta api nasional dan kemudian berubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA). Pada tahun 1991, perusahaan ini berubah menjadi PT Kereta Api Indonesia (Persero).

Pada masa pra-kemerdekaan, pembangunan jalur kereta api di Indonesia dimaksudkan untuk mengangkut hasil-hasil bumi dari sistem Tanam Paksa yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda. Jalur kereta api pertama di Indonesia dibangun pada tahun 1867 di Semarang dengan rute Samarang-Tanggung. Pada masa itu, kereta api menggunakan tenaga dari pembakaran batu bara atau kayu.

Setelah kemerdekaan, perusahaan-perusahaan yang sebelumnya dimiliki oleh Belanda tidak langsung menjadi milik Indonesia. Pada tahun 1945, terjadi aksi perebutan kekuasaan perkeretaapian oleh buruh DKA di Jakarta dan Semarang. Pada tanggal 28 September 1945, Ismangil dan anggota lain dari Angkatan Moeda Kereta Api (AMKA) menyatakan bahwa kekuasaan perkeretaapian berada di tangan bangsa Indonesia, dan orang Jepang tidak diperkenankan lagi campur tangan dalam urusan perkeretaapian di Indonesia. Sejak saat itu, tanggal 28 September diperingati sebagai Hari Kereta Api di Indonesia.

Setelah itu, terbentuklah Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI) yang mengelola perkeretaapian di Indonesia. Selain DKARI, ada juga operator-operator lain seperti Kereta Api Soematra Oetara Negara Repoeblik Indonesia dan Kereta Api Negara Repoeblik Indonesia yang beroperasi di Sumatra, serta Verenigde Spoorwegbedrijf (VS) yang merupakan gabungan dari dua belas operator kereta api swasta pada masa Hindia Belanda. Pada akhirnya, DKARI dan Staatsspoorwegen en Verenigde Spoorwegbedrijf (SS/VS) digabung menjadi satu dan membentuk Djawatan Kereta Api (DKA).

Seiring berjalannya waktu, PT Kereta Api Indonesia (Persero) terus mengembangkan dan memodernisasi sistem perkeretaapian di Indonesia. Saat ini, kereta api menjadi salah satu moda transportasi yang penting dan melayani masyarakat dalam perjalanan antarkota dan antarpulau dengan lebih efisien dan nyaman.

Sumber : id.wikipedia.org

 

 
Selengkapnya
Perkembangan Perkeretaapian di Indonesia: Sejarah, Pembangunan, dan Modernisasi
« First Previous page 2 of 27 Next Last »