Industri Pelayaran
Dipublikasikan oleh Cindy Aulia Alfariyani pada 07 Mei 2024
JAKARTA, KOMPAS.com - Bisnis pelayaran di Indonesia disebut berprospek besar, sebab baru 9 persen kargo luar tergarap porsi pelayaran nasional.
Pengamat ekonomi energi Universitas Padjadjaran Yayan Satyakti mengatakan, potensi besar bisnis pelayaran Indonesia akan didominasi oleh kebutuhan industri, terutama untuk energi fosil seperti batu bara, minyak mentah dan BBM.
Menurut dia, dengan adanya integrated marine management bisa mereduksi ongkos transportasi. Selanjutnya ketika akses semakin mudah, pasokan bertambah maka harga akan semakin efisien. Karena itu, aksesibilitas menjadi hal yang penting dalam bisnis pelayaran.
“Ini harus didukung dengan demand yang juga kuat,” katanya dalam webinar Linking Investment and Business Prospects cof Integrated Marine Logistics in Indonesia : An Outlook 2022 yang diselenggarakan Energy and Mining Editor Society (E2S), Selasa (28/12/2021). Namun, prospek besar bisnis pelayaran memiliki ganjalan, yakni salah satunya perpajakan.
Indonesian National Shipowners Association (INSA) berpendapat, beberapa regulasi, antara lain perpajakan yang terbit pada 2021, berdampak pada industri pelayaran nasional sehingga memengaruhi daya saing.
Menurut INSA, porsi pelayaran nasional yang hanya 9 persen untuk kargo luar dinilai kurang optimal disebabkan antara lain skema kontrak ekspor. Kargo dari Indonesia untuk ke luar mengunakan skema FOB (Free on Board). Pada skema ini pembeli mempunyai kewajiban menyediakan kapal.
Dengan demikian pembeli akan mencari kapal yang memang sudah mempunyai networking atau relationship yang baik dengan mereka. “Pembeli produk Indonesia biasanya sudah mempunyai sister company di shipping industry. Ini yang menjadi hambatan. Diharapkan ada perubahan dari skema FOB ke Cost and Freight (CnF), dimana eksportir yang menyediakan kapal,” kata Wakil Ketua Umum I INSA Darmansyah Tanamas, dalam webinar.
Perpajakan Darmansyah menambahkan, industri pelayaran nasional juga terkena dampak beberapa regulasi perpajakan. Peraturan yang memberatkan yakni Peraturan Menteri Keuangan Nomor 186 Tahun 2019 mengenai objek pajak. Aturan ini, menurut INSA, berdampak pada rendahnya daya saing pelayaran nasional. "Kami sedang usaha untuk dapat keringanan atau insentif pajak dari pemerintah,” katanya.
INSA berharap ada sejumlah hal dibebaskan dari PPN, yakni sebagai berikut: penyerahan jasa angkutan umum di laut pembelian kapal impor, spare part dan alat kesehatan kapal jasa docking, jasa repair, jasa perbaikan kapal, jasa kapal di kepelabuhanan, jasa kapal di darat yang menjadi beban perusahaan pelayaran nasional makanan-minuman dan obat-obatan Kru kapal di atas kapal termasuk dalam kategori natura dan bukan penghasilam kru kapal, jasa penyewaan kapal.
Tanggapan pemerintah Plt Kasubdit Pengembangan Usaha Angkutan Laut Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Laut Kementerian Perhubungan Raden Yogie Nugraha menjelaskan arah kebijakan utama transportasi laut nasional pada 2020-2024. Yakni, adalah mewujudkan logistik maritim dalam negeri yang dapat berdaya saing, peningkatan konektivitas terhadap jaringan pelayanan internasional, pengembangan pelabuhan hub internasional dan pelabuhan pendukung tol laut.
Dari sisi armada, pemerintah berupaya memperkuat armada perkapalan nasional dalam mendukung sistem logistik. Ada enam poin penting dalam upaya memperkuat armada perkapalan, mulai dari sisi ekonomi, knowledge and skill, kemampuan teknologi, hingga regulasi. “Pemerintahan mencoba mendukung dari sisi peraturan dan payung hukum,” katanya menjawab permasalahan yang dihadapi INSA.
Ada ancaman ketidakpastian Sementara menurut Staf Ahli Menteri Investasi/Kepala BKPM Bidang Ekonomi Makro Indra Darmawan mengatakan ada ketidakpastian yang akan mengubah pola perdagangan, sehingga para pelaku shipping industri harus antisipasi. Kenaikan harga logistik memaksa beberapa negara untuk mengubah pola perdagangannya. “Ini akan berdampak pada para pelaku shipping industry,” ujar Indra.
PIS atasi tantangan dengan ubah bisnisnya jadi 3 Salah satu pemain industri shipping yakni PT Pertamina International Shipping (PIS). Direktur Utama PIS Erry Widiastono mengatakan, pihaknya mengubah bisnis PIS menjadi tiga, yakni shipping, terminal BBM dan LPG, lalu marine logistic. Integrasi ketiganya dinilai mampu menjawab tantangan bisnis shipping di Indonesia.
“Kami semua menghadapi tantangan yang menuntut perubahan bisnis dan perubahan dari company itu sendiri. Tidak hanya PIS, saya yakin semua pelaku bisnis logistic provider khususnya di bidang migas menuntut adanya perubahan,” kata Erry dalam webinar. Menurut Erry PIS juga berkomitmen mendukung dekarbonisasi.
“Kami juga akan terapkan green cargo dengan penggunaan LNG, LPG, dan biodiesel. Untuk green port mengurangi port time dengan meminimalisasi polusi udara di pelabuhan, mengurangi emisi gas CO2 dengan mengatur kecepatan kapal keluar masuk pelabuhan mengubah bahan bakar infrastruktur pelabuhan,” ungkapnya.
Sumber: money.kompas.com