Energi dan Sumber Daya Mineral

Penemuan Puing Gunung Api Purba di Watu Gendong

Dipublikasikan oleh Farrel Hanif Fathurahman pada 22 April 2024


Sebuah penemuan menarik mengenai bekas gunung api purba baru-baru ini dilaporkan oleh tim geologi yang dikoordinasi oleh Georesearch Plosodoyong Field Camp. Situs Watu Gendong, yang terletak di Kalurahan Beji, Kapanewon Ngawen, Gunungkidul, DI Yogyakarta, menjadi lokasi penemuan ini. Diperkirakan, situs ini muncul sekitar 35 juta tahun yang lalu, menjadikannya sebagai jejak bersejarah yang mencengangkan.

Koordinator Georesearch Plosodoyong Field Camp, Priharjo Sanyoto, menjelaskan bahwa situs Watu Gendong tidak hanya memiliki nilai sejarah yang tinggi, tetapi juga telah menjadi bagian dari cerita turun temurun masyarakat setempat. Menurut kepercayaan lokal, Watu Gendong berasal dari gunung api yang "digendong," dan dari sinilah nama Watu Gendong diambil.

Priharjo Sanyoto menambahkan bahwa penelitian ilmiah ini melibatkan sejumlah peneliti dari berbagai lokasi, termasuk Sragen, Jawa Tengah, hingga Aceh. "Penelitian ini telah dimulai sejak tahun 2016, meskipun sempat mengalami henti sementara dan kini dilanjutkan," ujar Priharjo ketika dihubungi wartawan pada Kamis (13/1/2022).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkap jejak-jejak gunung api purba, mengingat bahwa situs Watu Gendong ini merupakan peninggalan dari aliran piroklastik. Piroklastik sendiri merujuk pada material klastik yang terbentuk dari fragmen batuan yang dihasilkan oleh erupsi gunung api yang bersifat eksplosif. Fragmen batuan tersebut, yang dikenal sebagai piroklast, menyusun batuan piroklastik yang menjadi salah satu jenis endapan vulkaniklastik.

Penemuan ini tidak hanya memberikan wawasan lebih dalam tentang sejarah geologi daerah tersebut, tetapi juga membuka potensi penelitian lebih lanjut mengenai peristiwa erupsi gunung api purba di Indonesia. Dengan penelitian ini, kita dapat lebih memahami dinamika alam yang membentuk lanskap yang kita kenal saat ini.

Sumber:

https://yogyakarta.kompas.com

Selengkapnya
Penemuan Puing Gunung Api Purba di Watu Gendong

Energi dan Sumber Daya Mineral

Mengenal Lima Gunung Api Tertinggi di Dunia

Dipublikasikan oleh Farrel Hanif Fathurahman pada 22 April 2024


Indonesia, yang terletak di antara dua jalur pegunungan muda, yaitu Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterania, dikenal sebagai negara dengan jumlah gunung berapi terbanyak di dunia. Tidak hanya itu, Indonesia juga menjadi rumah bagi beberapa gunung berapi tertinggi di dunia. Berdasarkan data dari Global Volcanism Program, Smithsonian Institution, National Museum of Natural History, berikut adalah lima gunung api tertinggi di dunia yang terdapat di negara ini.

DI urutan terakhir, Coropuna adalah gunung berapi aktif yang terletak di pegunungan Andes di Peru, merupakan kompleks yang meliputi area seluas 240 kilometer persegi. Puncak tertingginya mencapai ketinggian 6.377 meter di atas permukaan laut, menjadikannya gunung tertinggi ketiga di Peru. Gunung ini dianggap suci oleh suku Inca, dan lapisan esnya yang tebal menjadi yang terluas di zona tropis Bumi.

Keempat, Nevado Incahuasi adalah gunung vulkanik di Andes, Amerika Selatan, terletak di perbatasan Argentina dan Chili. Dengan ketinggian puncak 6.638 meter di atas permukaan laut, gunung ini membentuk kaldera selebar 3,5 kilometer dan dua stratovolcano. Aliran lava basalt-andesit yang dihasilkan mencakup area seluas 10 kilometer persegi.

Di urutan ketiga, Gunung Tipas yang terletak di kompleks pegunungan besar di Andes, Argentina, memiliki tinggi sekitar 6.658 meter di atas permukaan laut. Kompleks ini melibatkan stratovolcanoes, kubah lava, dan aliran lava. Pada tahun 2013, ditemukan danau kawah dengan bau belerang, menunjukkan aktivitas seismik.

Llullaillaco, stratovolcano yang adad di perbatasan Argentina dan Chili, terletak di Puna de Atacama. Dengan ketinggian 6.739 meter, gunung ini merupakan salah satu puncak vulkanik tertinggi di Gurun Atacama, salah satu tempat terkering di dunia. Gunung ini jatuh di nominasi kedua sebagai gunung tertinggi.

Terakhir, Gunung api tertinggi di dunia jatuh kepada Nevado Ojos del Salado yang terletak di Pegunungan Andes di perbatasan Argentina-Chili. Dengan ketinggian mencapai 6.879 meter, gunung ini memiliki iklim kering dengan salju umumnya hanya terdapat di puncaknya selama musim dingin. Meski kondisinya kering, terdapat danau kawah di ketinggian 6.390 meter, menjadikannya danau tertinggi di dunia. Nama "Ojos del Salado" berasal dari "mata garam" dalam bahasa Spanyol, merujuk pada deposit garam yang muncul di antara gletser-gletsernya.

Dengan kekayaan gunung berapi yang tersebar di seluruh negeri, Indonesia bukan hanya destinasi indah bagi para pecinta alam, tetapi juga rumah bagi beberapa gunung berapi tertinggi di dunia. Dari Gunung Coropuna yang disucikan oleh suku Inca di Peru, hingga Gunung Nevado Ojos del Salado yang mencapai ketinggian tertinggi di Pegunungan Andes di perbatasan Argentina-Chili, keberagaman gunung api ini mencerminkan pesona geografis Indonesia yang unik.

Sumber:

https://inet.detik.com

Selengkapnya
Mengenal Lima Gunung Api Tertinggi di Dunia

Energi dan Sumber Daya Mineral

Komitmen Serius Pemerintah Demi Net Zero Emission

Dipublikasikan oleh Farrel Hanif Fathurahman pada 22 April 2024


Pemerintah berkomitmen untuk memenuhi komitmen net zero emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat. Oleh karena itu, pemerintah tengah membuat peta jalan (roadmap) untuk mengatasi berbagai masalah dan ancaman perubahan iklim di masa depan.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyatakan pada diskusi Road to COP26: Tekad Generasi Muda Indonesia Mencegah Perubahan Iklim & Mendukung Energi Bersih di Jakarta, Kamis (7/10), bahwa transformasi menuju net zero emission menjadi komitmen bersama kita paling lambat 2060.

Pemerintah tengah mengadopsi lima prinsip utama untuk mencapai target emisi nol: pengurangan bahan bakar fosil; peningkatan penggunaan energi baru terbarukan (EBT); penggunaan listrik di sektor transportasi; peningkatan penggunaan listrik di rumah tangga dan bisnis; dan penggunaan Carbon Capture and Storage (CCS).

Arifin menjelaskan, "Kami telah menyiapkan peta jalan transisi menuju energi netral mulai tahun 2021 hingga 2060 dengan beberapa startegi kunci."

Arifin juga menjelaskan langkah-langkah yang diambil pemerintah untuk mencapai target emisi nol. Di tahun 2021, pemerintah akan mengeluarkan Peraturan Presiden yang mengatur EBT dan pensiun tembaga. Dia menjelaskan bahwa selain PLTU yang sudah berkontrak dan sedang dalam proses konstruksi, tidak ada tambahan PLTU baru lainnya.

Di tahun 2022, Undang-Undang EBT akan berlaku, dan 2 juta rumah tangga akan memiliki kompor listrik setiap tahunnya. Di tahun 2024, jaringan listrik pintar (juga dikenal sebagai smart grid) dan meteran pintar akan dibangun, dan di tahun 2025, bauran EBT akan mencapai 23%, dengan PLTS yang paling dominan.

Di tahun 2030, jaringan gas akan mencapai 10 juta rumah tangga, 2 juta kendaraan listrik (mobil) dan 13 juta motor, 300 ribu penyaluran BBG, pemanfaatan Dymethil Ether dengan penggunaan listrik sebesar 1.548 kilowatt jam per orang, dan pemerintah akan memberhentikan impor LPG dan 42% EBT pada tahun 2027.

Semua PLTU tahap pertama subkritis akan berhenti beroperasi pada tahun 2031. Di tahun 2035, interkoneksi antar pulau akan dimulai untuk COD, dengan konsumsi listrik sebesar 2.085 kilowatt-jam per kapita dan bauran EBT mencapai 57%, terutama dari PLTU, hidro, dan panas bumi.

Di tahun 2040, bauran EBT akan mencapai 71%, PLT diesel tidak lagi digunakan, lampu LED akan mencapai 70%, dan konsumsi listrik akan mencapai 2.847 kWh/kapita.

Pemerintah berencana untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) pertama dalam lima tahun setelah COD dimulai. “Kami juga mempertimbangkan penggunaan energi nuklir yang direncanakan dimulai tahun 2045 dengan kapasitas 35 GW sampai dengan 2060,” kata Arifin.

Selanjutnya, pada tahun 2050, bauran EBT diproyeksikan mencapau 87%, didorong oleh PLTS dan Hydro, dan didukung oleh penggunaan kendaraan listrik, kompor listrik 52 juta rumah tangga, penyaluran jaringan gas sebanyak 23 juta sambungan rumah tangga, dan konsumsi listrik 4.299 kilowatt jam per kapita. (NO)

Sumber:

https://www.esdm.go.id

Selengkapnya
Komitmen Serius Pemerintah Demi Net Zero Emission

Energi dan Sumber Daya Mineral

Biofuel, Kuat yang Sehat bagi Lingkungan

Dipublikasikan oleh Farrel Hanif Fathurahman pada 22 April 2024


Bahan bakar hayati (biofuel) merujuk pada segala jenis bahan bakar yang berasal dari bahan-bahan organik, baik berupa padatan, cairan, atau gas. Produksi bahan bakar hayati dapat dilakukan secara langsung dari tanaman atau tidak langsung melalui limbah dari berbagai sektor seperti industri, komersial, domestik, atau pertanian. Terdapat tiga metode utama dalam pembuatan bahan bakar hayati: pembakaran limbah organik kering (seperti sampah rumah tangga, limbah industri, dan pertanian), fermentasi limbah basah (seperti kotoran hewan) tanpa oksigen untuk menghasilkan biogas, atau fermentasi tanaman seperti tebu atau jagung untuk menghasilkan alkohol dan ester. Selain itu, kayu dari tanaman yang cepat tumbuh juga dapat dijadikan sumber energi untuk produksi bahan bakar.

Proses fermentasi menghasilkan dua jenis bahan bakar hayati utama, yaitu alkohol dan ester. Meskipun secara teori dapat menggantikan bahan bakar fosil, dalam prakteknya seringkali bahan bakar hayati dicampur dengan bahan bakar fosil karena memerlukan penyesuaian besar pada mesin. Uni Eropa, misalnya, merencanakan penambahan 5,75 persen etanol dari berbagai sumber pada bahan bakar fosil pada tahun 2010, meningkat menjadi 20 persen pada 2020. Di Brasil, sekitar seperempat bahan bakar transportasi pada tahun 2002 berasal dari bioetanol.

Keberlanjutan bahan bakar hayati terletak pada kemampuannya untuk memproduksi energi tanpa meningkatkan kadar karbon di atmosfer. Tanaman yang digunakan untuk bahan bakar hayati membantu mengurangi kadar karbon dioksida di atmosfer, berbeda dengan bahan bakar fosil yang mengembalikan karbon yang telah disimpan selama jutaan tahun ke udara. Oleh karena itu, bahan bakar hayati lebih bersifat karbon netral dan memiliki dampak yang lebih rendah terhadap gas rumah kaca.

Penggunaan bahan bakar hayati juga dapat mengurangi ketergantungan pada minyak bumi, meningkatkan keamanan energi, dan memberikan opsi yang lebih berkelanjutan untuk masa depan. Dua pendekatan umum dalam produksi bahan bakar hayati melibatkan tanaman yang mengandung gula atau pati untuk menghasilkan etil alkohol melalui fermentasi, serta tanaman dengan tingkat minyak tinggi seperti kelapa sawit, kedelai, alga, atau jatropha yang dapat diubah menjadi bahan bakar langsung atau diproses menjadi biodiesel.

Dengan demikian, bahan bakar hayati merupakan sumber energi yang berasal dari bahan-bahan organik, baik dalam bentuk padatan, cairan, atau gas. Proses produksinya melibatkan tiga metode utama, yaitu pembakaran limbah organik kering, fermentasi limbah basah, dan penggunaan kayu dari tanaman cepat tumbuh. Meskipun dapat menjadi alternatif untuk bahan bakar fosil, penggunaan bahan bakar hayati sering melibatkan campuran dengan bahan bakar fosil karena memerlukan penyesuaian mesin yang signifikan.

Keberlanjutan bahan bakar hayati terletak pada kemampuannya menghasilkan energi tanpa meningkatkan kadar karbon di atmosfer, dengan tanaman yang digunakan membantu mengurangi emisi karbon dioksida. Selain itu, penggunaan bahan bakar hayati dapat mengurangi ketergantungan pada minyak bumi, meningkatkan keamanan energi, dan memberikan opsi yang lebih berkelanjutan untuk masa depan. Dua pendekatan utama dalam produksi bahan bakar hayati melibatkan tanaman dengan kandungan gula atau pati untuk menghasilkan etil alkohol melalui fermentasi, serta tanaman dengan tingkat minyak tinggi seperti kelapa sawit, kedelai, alga, atau jatropha yang dapat diubah menjadi bahan bakar langsung atau biodiesel setelah proses kimia.

Bahan bakar hayati generasi 2

Para pendukung bahan bakar hayati mengatakan mereka telah menemukan cara yang lebih baik untuk meningkatkan dukungan politik dan industri untuk penerapan bahan bakar hayati generasi kedua dari berbagai tanaman yang tidak digunakan untuk konsumsi manusia dan hewan, termasuk bahan bakar hayati berselulosa. Proses ini dapat menggunakan berbagai tanaman yang tidak digunakan untuk konsumsi manusia dan hewan.

Sebagian besar bahan bakar hayati generasi kedua sedang dikembangkan. Ini termasuk diesel kayu, alkohol campuran, Fischer-Tropsch diesel, biohidrogen diesel, biometanol, DMF, dan Bio-DME. Produksi etanol berselulosa menggunakan berbagai tanaman dan produk buangan yang tidak dapat dimakan oleh manusia dan hewan, serta tanaman yang tidak digunakan untuk konsumsi manusia. Produksi etanol dari selulosa adalah masalah teknis yang sulit diatasi. Hewan pemamah biak, seperti sapi, memakan rumput, lalu menggunakan enzim yang lambat untuk menguraikannya menjadi glukosa, atau gula. Untuk melakukan hal yang sama dengan etanol berselulosa, atau cellulosic ethanol, di labolatorium, berbagai prosedur percobaan sedang dikembangkan. Dengan demikian, gula yang dihasilkan dapat difermentasi untuk menjadi bahan bakar etanol. Para ilmuwan juga sedang bereksperimen dengan berbagai organisme yang dihasilkan dari rekayasa genetik penyatuan kembali DNA, yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan potensi bahan bakar hayati seperti penggunaan tepung rumput gajah (Panicum virgatum).

Sumber:

https://id.wikipedia.org

Selengkapnya
Biofuel, Kuat yang Sehat bagi Lingkungan

Energi dan Sumber Daya Mineral

Penggunaan Tenaga Angin di Dunia

Dipublikasikan oleh Farrel Hanif Fathurahman pada 22 April 2024


Energi angin merupakan cara mengumpulkan daya dari hembusan angin. Pada tahun 2005, kapasitas generator tenaga angin mencapai 58.982 MW, menyumbang kurang dari 1% dari total konsumsi listrik global. Walaupun masih dianggap sebagai pemain minor dalam sumber daya energi di banyak negara, produksi tenaga angin telah meningkat lebih dari empat kali lipat antara tahun 1999 dan 2005.

Sebagian besar tenaga angin modern dihasilkan dalam bentuk listrik dengan mengubah gerakan putaran pisau turbin menjadi arus listrik melalui penggunaan generator listrik. Dalam kincir angin tradisional, energi angin dimanfaatkan untuk memutar peralatan mekanik guna melakukan pekerjaan fisik, seperti menggiling gandum atau memompa air.

Tenaga angin digunakan secara luas dalam ladang angin berskala besar untuk memproduksi listrik secara nasional, dan juga dalam turbin individu kecil untuk menyediakan listrik di lokasi terpencil. Keunggulan tenaga angin adalah ketersediaannya yang melimpah, terbatas, tersebar luas, ramah lingkungan, dan berkontribusi dalam mengurangi efek rumah kaca.

Saat ini, terdapat ribuan turbin angin yang beroperasi, dengan total kapasitas mencapai 58.982 MW, dimana 69% berlokasi di Eropa pada tahun 2005. Ini merupakan alternatif yang sedang berkembang pesat dalam produksi listrik, memberikan kontribusi yang signifikan terutama bagi stasiun tenaga berskala besar dengan kebutuhan listrik yang besar. Kapasitas produksi listrik dari tenaga angin meningkat empat kali lipat antara tahun 1999 dan 2005. Lebih dari 90% instalasi tenaga angin berada di Amerika Serikat dan Eropa. Menurut Asosiasi Tenaga Angin Dunia pada tahun 2010, diharapkan terdapat 120.000 MW kapasitas tenaga angin yang terpasang di seluruh dunia.

Beberapa negara seperti Jerman, Spanyol, Amerika Serikat, India, dan Denmark telah melakukan investasi terbesar dalam produksi listrik tenaga angin. Denmark terkenal dengan komitmen mereka sejak 1970-an untuk menghasilkan setengah dari total energi negara dengan menggunakan tenaga angin. Denmark mencapai lebih dari 20% dari total produksi listriknya melalui turbin angin, menjadikannya negara dengan persentase terbesar dan peringkat kelima di dunia. Denmark dan Jerman juga merupakan eksportir terbesar turbin angin.

Meskipun penggunaan tenaga angin hanya menyumbang 1% dari total produksi listrik dunia pada tahun 2005, Jerman memimpin sebagai produsen terbesar dengan 32% kapasitas dunia pada saat itu. Target Jerman pada tahun 2010 adalah bahwa 12,5% kebutuhan listriknya akan dipenuhi oleh sumber energi terbarukan. Jerman memiliki 16.000 turbin angin, sebagian besar terletak di wilayah utara negara tersebut, termasuk tiga turbin terbesar di dunia, yang dibuat oleh perusahaan Enercon (4,5 MW), Multibrid (5 MW), dan Repower (5 MW). Provinsi Schleswig-Holstein di Jerman menghasilkan 25% listriknya dari turbin angin.

Saat ini, London Array adalah ladang angin lepas pantai terbesar di dunia dengan kapasitas mencapai 1000 MW, diresmikan oleh Perdana Menteri Inggris David Cameron pada 4 Juli 2013.

Disadur dari https://id.wikipedia.org/wiki/Tenaga_angin

Selengkapnya
Penggunaan Tenaga Angin di Dunia

Energi dan Sumber Daya Mineral

Nuklir sebagai Energi Terbarukan

Dipublikasikan oleh Farrel Hanif Fathurahman pada 21 April 2024


Dalam definisinya, semua energi terbarukan otomatis masuk ke kategori energi berkelanjutan. Energi ini selalu ada di alam dalam jangka waktu yang sangat lama, sehingga tidak perlu khawatir atau merencanakan untuk kehabisannya. Mereka yang mendukung energi non-nuklir biasanya tidak menganggap nuklir sebagai bagian dari energi berkelanjutan, mengingat persediaan uranium-235 di alam memiliki batasan, yakni hanya beberapa ratus tahun saja.

Tetapi, para pendukung nuklir berpendapat bahwa nuklir juga bisa dianggap sebagai energi berkelanjutan jika digunakan sebagai bahan bakar di reaktor pembiak cepat (FBR: Fast Breeder Reactor). Hal ini karena cadangan bahan bakar nuklir dapat "beranak" ratusan hingga ribuan kali lipat.

Argumen ini muncul karena para ahli energi membahas cadangan nuklir dalam rentang puluhan hingga ratusan tahun dengan asumsi bahwa reaktor yang digunakan adalah reaktor biasa, yang pada umumnya hanya dapat membakar U-235. Padahal, kandungan U-235 di alam hanya sekitar 0,72%, sedangkan sisanya sekitar 99,28% adalah U-238. U-238 ini, jika diolah di reaktor pembiak, dapat mengalami reaksi penangkapan neutron dan berubah menjadi bahan bakar nuklir Pu-239.

Pu-239, meskipun tidak ada di alam, terbentuk sebagai hasil sampingan pembakaran U-235 dan memiliki kemampuan membelah diri untuk menghasilkan energi, sama seperti U-235. Jika seluruh U-238 yang jumlahnya ribuan kali lebih banyak daripada U-235 diubah menjadi Pu-239, maka akan terjadi peningkatan signifikan pada jumlah bahan bakar nuklir.

Hal serupa juga berlaku untuk atom [thorium-233], yang dengan reaksi penangkapan neutron berubah menjadi U-233 dan memiliki kemampuan reaksi berantai.

Karena itu, beberapa negara maju enggan meninggalkan nuklir meski risiko radioaktifnya tidak ringan. Reaktor pembiak cepat, seperti yang dimiliki oleh Korea Utara, bahkan harus diawasi ketat oleh IAEA karena potensinya untuk memproduksi bahan bakar nuklir baru, seperti Pu-239, yang dapat disalahgunakan untuk senjata pemusnah massal.

Di sisi lain, kelompok anti-nuklir cenderung menggunakan istilah "energi berkelanjutan" sebagai padanan dari "energi terbarukan" untuk mengesampingkan energi nuklir dari perbincangan mereka.

Sumber:

https://id.wikipedia.org

Selengkapnya
Nuklir sebagai Energi Terbarukan
page 1 of 12 Next Last »