Perusahaan ini dimulai pada tahun 1956 ketika Tjoa Ing-Hwie atau Surya Wonowidjojo membeli lahan sekitar 1.000 meter persegi milik Muradioso di Jl. Semampir II/l, Kediri. Tjoa Ing-Hwie kemudian mulai membuat rokok sendiri di atas lahan tersebut. Dia memulai dengan rokok kretek dari kelobot dengan merek Inghwie, dan setelah beroperasi selama dua tahun, pada tanggal 26 Juni 1958, Tjoa Ing-Hwie mengubah nama perusahaannya menjadi Perusahaan Rokok Tjap Gudang Garam. Perusahaan ini hanya mempekerjakan 50 orang pada awalnya. Konon, Tjoa Ing-Hwie mendapatkan nama "Gudang Garam" dari mimpinya.
Dengan ribuan pekerja dan kapasitas produksi 50 juta batang sigaret kretek tangan (SKT) per bulan, perusahaan ini menjadi produsen SKT terbesar di Indonesia pada tahun 1966.Perusahaan ini sempat kehilangan banyak karyawan karena krisis politik di Indonesia pada pertengahan tahun 60-an, tetapi ia cepat pulih.Perusahaan ini mengubah badan hukumnya menjadi firma (Fa) pada tahun 1969, dan kemudian kembali diubah menjadi perseroan terbatas (PT) pada tanggal 30 Juni 1971. Pada tahun 1973, perusahaan mulai mengekspor barang-barangnya ke luar Indonesia.
Berbeda dengan Bentoel Group, yang telah membuat sigaret kretek mesin (SKM) sejak dekade 1970-an, perusahaan ini terus memproduksi SKT, dan baru pada tahun 1979 mereka membawa mesin pembuat rokok. Produksi perusahaan kemudian meningkat dua kali lipat dari 9 miliar batang per tahun menjadi 17 miliar batang per tahun berkat mesin pembuat rokok tersebut. Pada tahun 1980-an, perusahaan ini memiliki pabrik seluas 240 hektar yang dapat menghasilkan 1 juta batang rokok per hari. Perusahaan ini memiliki omset US$ 7 juta dan menguasai 38% pangsa pasar. Perusahaan ini sekarang menjadi produsen kretek terbesar di Indonesia, dengan cukai yang disetor ke negara mencapai Rp 1 miliar per tahun.Pada saat itu, perusahaan memiliki 37.000 karyawan dan memiliki helikopter pribadi.Walaupun begitu, perusahaan tetap berkonsentrasi pada pembuatan rokok dan kertas rokok . Setelah itu, bisnis ini juga mulai melakukan CSR. Salah satu contohnya adalah mendukung pertumbuhan olahraga tenis meja.
Dua putra Surya, Rachman Halim dan Susilo Wonowidjojo, juga mulai aktif terlibat di perusahaan sejak tahun 1970-an. Setelah Surya Wonowidjojo meninggal pada tahun 1985, dua orang tersebut kemudian menjadi pimpinan perusahaan.Perusahaan ini menjadi perusahaan publik resmi pada tanggal 27 Agustus 1990 ketika melepas 57 juta saham di Bursa Efek Jakarta dan 96 juta saham di Bursa Efek Surabaya dengan harga perdana Rp 10.250/lembar.Keluarga mendiang Surya Wonowidjojo—istrinya Tan Siok Tjien dan putranya Rachman Halim—memiliki sebagian besar saham perusahaan pada saat itu. Sekarang, keluarga Wonowidjojo memiliki sebagian besar saham perusahaan melalui PT Suryaduta Investama.
Perusahaan ini mempekerjakan 41.000 orang dan penjualan sebesar Rp 9,6 triliun pada tahun 1996 dan Rp 15 triliun pada tahun 2000. Perusahaan ini pernah menjadi perusahaan (konglomerasi) terbesar kelima di Indonesia pada tahun 1990-an. Perusahaan ini tidak terlalu bergantung pada utang luar negeri, sehingga tidak terpengaruh oleh krisis keuangan yang terjadi di Indonesia pada akhir tahun 1990-an. Perusahaan ini juga mampu mengatasi berbagai masalah, seperti kehadiran BPPC yang mengganggu produksinya pada awal tahun 1990-an. Perusahaan ini memiliki enam pabrik seluas 100 hektar dan lebih dari 40.000 karyawan pada tahun 2001.
Dengan pabriknya di Kediri, Sumenep, Karanganyar, dan Gempol, perusahaan ini menguasai sekitar 21% pangsa pasar rokok nasional pada tahun 2017.Japan Tobacco asal Jepang resmi membeli semua saham PT Karyadibya Mahardika dan PT Surya Mustika Nusantara pada tanggal 4 Agustus 2017. Setelah pembelian, ada spekulasi bahwa perusahaan akan digabungkan atau diakuisisi oleh Japan Tobacco. Namun, perusahaan selalu menolaknya.
Perusahaan ini mendirikan tiga anak usaha baru pada tahun 2021 untuk bekerja di bidang impor, distribusi, dan produksi rokok elektrik, tetapi tiga perusahaan tersebut belum beroperasi. Perusahaan mendirikan PT Surya Kerta Agung pada tahun 2022 dengan tujuan untuk berkembang ke bidang pengelolaan jalan tol. Selain itu, pada tahun 2022, perusahaan juga menyuntikkan modal sebesar Rp 1 triliun ke PT Surya Dhoho Investama, yang akan menangani Bandara Dhoho di Kediri.
Disadur dari: