Jakarta, CNBC Indonesia - Kejayaan Cibaduyut, Bandung sebagai sentra industri sepatu perlahan kian memudar. Saat ini, banyak pedagang yang terpaksa gulung tikar karena menurunnya penjualan. Pantauan CNBC Indonesia di lokasi pada akhir pekan kemarin, banyak toko sepatu yang kini telah tutup.
Salah satu pedagang Sri Nilawati mengaku banyak rekannya yang kini tutup karena penjualan sudah jauh menurun, terutama jika membandingkannya dengan beberapa tahun lalu sebelum pandemi. Kondisi ini sangat terlihat jelas dari deretan toko di Cibaduyut banyak yang tertutup rapat.
"Tutup semua, pada gulung tikar. Ada mungkin setengahnya kurang," kata Sri kepada CNBC Indonesia, akhir pekan lalu.
Keputusan para pedagang untuk menutup tokonya karena penjualan tidak sebanding dengan modal. Untuk menyewa lapak di salah satu sudut Cibaduyut membutuhkan uang yang tidak sedikit. Misalnya saja untuk ukuran sekitar 4m2, pedagang harus merogoh kocek belasan hingga puluhan juta per tahunnya.
"Jauh bedanya, dulu lumayan, minggu hari gini bisa dapat Rp 3 juta - Rp 5 juta, sekarang boro-boro Rp 100 ribu aja untung, menurun jauh. Terakhir ramai 2019 sebelum covid. Sekarang sehari kadang ya penglaris kadang cuma dapat Rp 20 ribu karena orang luar kota nggak boleh masuk," sebut Sri.
Dengan pendapatan sebesar itu, banyak yang akhirnya tidak kuat lagi menahan beban. Apalagi, pedagang juga harus menyiapkan biaya lain seperti listrik hingga biaya operasional. Meskipun pandemi, sebagian pedagang tidak mendapat keringanan biaya.
"Saya mengontrak Rp 15 juta setahun. Dulu sama sekarang sama aja biayanya. Karenanya banyak yang jualan online. Tapi saya nggak karena belum bisa," ujar Sri yang sudah berjualan sepatu di Cibaduyut sejak 2004.
Sumber: www.cnbcindonesia.com