1. Pertanyaan dari Bapak Ir. Junianto
Apakah konsep Total Productive Maintenance termasuk juga untuk seleksi supplier untuk pengadaan penggantian spare part? Apa ada Standard ISO untuk supplier yang terkait hal ini?
Jawaban: Jadi konsep TPM ini sebenarnya sudah blended dengan kegiatan sehari-hari, kebetulan sekarang ini TPM, sama dengan 5S, 5S itu juga sudah blended ke dalam kegiatan sehari-hari. Jadi kita tidak ada kegiatan khusus, tapi memang di dalamnya ada KPI yang kita kontrol daripada TPM itu sendiri.
Selanjutnya untuk seleksi daripada supplier sebenarnya yang kita seleksi itu bukan hanya kita melihat TPM-nya, tapi sebaiknya banyak faktor yang kita nilai. Tapi yang pertama kemampuan daripada supplier itu sendiri seperti apa. Kita melihat dari SQC, DMP, dari segi safety-nya bagaimana kegiatan pabrik tersebut, apakah aman atau tidak dari segi safety maupun security. Secure itu artinya, perusahaan misalnya sering demo atau apa, itu artinya tidak security pakai Toyota nanti berdampak kepada supply chain, kalau misalnya perusahaan itu sering demo-demo itu akan berbahaya untuk keberlanjutan daripada penyupply-annya, jadi kita melihat dari SQC, DMP-nya untuk supplier. Toyota pun kita SQC, DMP itu sebenarnya, jadi safety maupun security.
Lalu yang kedua dari segi SQ, quality-nya bagaimana, kita harus melihat produk itu kualitasnya apakah memenuhi syarat yang kita targetkan. Kalau cost pasti, harganya juga harus masuk standar kita. Lalu delivery-nya seperti apa, delivery itu sama dengan security tadi, kira-kira aman atau tidak, delivery ini bisa diartikan misalkan tingkat produktivitasnya aman atau tidak itu juga pengaruh, misalnya sering bermasalah itu artinya delivery-nya tidak bagus. Moral itu dari segi karyawannya, moralnya tidak terlalu difokuskan tapi yang penting perusahaan itu supply-nya aman itu yang penting. Productivity itu masuknya ke delivery bisa digabung. Environmentnya yang penting dia tidak melanggar aturan-aturan pemerintah, karena didalam environment itu kadang-kadang ada perusahaan-perusahaan dalam limbahnya misalnya membuang limbah yang sembarangan itu juga jangan sampai nanti membawa nama Toyota. SQC, DMP untuk melihat atau menilai supplier yang akan kita jadikan supplier kita, terutama untuk pengadaan sparepart atau yang lain.
Sedangkan untuk ISO sendiri, sebenarnya Toyota itu tidak menerapkan ISO sebenarnya, Toyota Jepang itu sendiri tidak meminta ISO, karena ISO itu asalnya dari Barat sebenarnya, karena kita punya standar sendiri. Tapi kadang-kadang karena kita harus explore ke barat juga, kadang-kadang kita harus minta ISO. Kalau ada hubungannya dengan global kita tetap minta ISO, tapi sebenarnya ISO itu bukan hal yang diwajibkan bagi supplier Toyota sebenarnya.
2. Pertanyaan dari Bapak Evan Febrianto
Bagaimana cara mengaplikasikan hasil analisis TPM atau OEE ke dalam industri agar maksimal?
Jawaban: Mungkin saya akan cerita hasil kemarin saya mengambil magister, saya mengambil materi dari Toyota, yang saya angkat kebetulan TPM juga. Saya mengambil TPM di pabrik perakitan engine, mulai dari permesinan sampai merakit, cuman saya mengambil di proses permesinannya. Kalau merakit itu banyak orangnya mesinnya sedikit, kalau permesinan itu banyak mesinnya orangnya sedikit, karena memang proses dari casting, inner block casting. Len-nya waktu itu memang ada penurunan sesuai dengan berjalannya waktu, memang mesin itu sudah lama sejak usaha pertama itu sudah berapa tahun. Karena Innova masih jalan, masih tetap harus dijalankan, jadi terjadi penurunan daripada OEE itu sendiri bersama dari enginee mengambil data-datanya dan saya jadikan juga jurnal, jurnalnya sudah terbit tentang TPM ini, sebenarnya kita mulai dari nilai OEE. Kan kita bisa menghitung, availability kita hitung, performance efficiency kita hitung, rate of quality-nya kita hitung, setelah kita hitung muncullah OEE. Setelah muncul itu sebenarnya kita kembali ke awal lagi misalnya OEE secara nilai sudah tinggi 85% artinya sudah masuk dalam level World Class manufacture, tapi Toyota targetnya bukan sama World Class tapi kita targetnya lebih tinggi, jadi artinya kita anggap sebagai problem. Dari problem itu kita mulai ke belakang lagi, sebenarnya balik lagi ke awal, dari awal itu kita lihat nilai yang paling rendah itu yang mana ada 3, ada availability, performance efficiency, rate of quality, kita cari yang mana yang paling bermasalah, ternyata yang bermasalah di availability, berarti kita fokus ke availability, kita cari lagi ke dalam, kita mencari masalah yang paling mendasar apa. Dari situ kita breakdown dan kita cari ternyata kita kelompokkan data-datanya, kita kumpulkan mesin-mesin yang sering bermasalah, ada dua yaitu mesin-mesin yang sering bermasalah dan mesin-mesin yang paling lama masalahnya kita gabungkan, kita cek lagi sampai ke dalam. Ternyata memang ujung-ujungnya adalah ada beberapa mesin yang memang mesinnya sudah kuno itu ternyata untuk proses auto maintenance, artinya operator yang tadi ikut membantu membersihkan dan melakukan perawatan secara mandiri yaitu seperti pengencangan, pelumasan, dan seterusnya itu ternyata perlu ditambah lagi itemnya. Karena yang sebelumnya misalnya contoh selang, orang itu tidak pernah dicek zaman dulu, tapi ternyata sekarang banyak selang bocor itu artinya kita harus mulai mengecek lagi, jadi ada tambahan-tambahan pengecekan karena semakin lama mesin itu dipakai semakin banyak item yang harus kita cek. Kita juga melakukan feedback sistem, jadi kalau ada selang yang bocor, kemungkinan selang-selang yang lain akan bocor, begitu hari libur itu dicek semua selang-selang yang lain seperti apa, mesin-mesin yang lain juga. Jadi dengan konsep penambahan item cek di auto maintenance dan feedback sistem ke mesin-mesin yang lain ini kita bisa akhirnya mengurangi daripada kerusakan mesin atau let stop yang dilakukan oleh mesin dan kita bisa meningkatkan lagi nilai daripada OEE tadi.
3. Pertanyaan dari Ibu Rut Fernawaty
Apakah saat ini di TMMIN masih menerapkan sistem Kanban? Untuk industri manufacture beverage, sistem pendataan di warehouse apakah lebih sesuai menerapkan Sistem Kanban atau Bin Card?
Jawaban: Kanban sebenarnya secara umum dipakai untuk proses produksi yaitu untuk pengambilan dari proses sebelum dan sesudah. Konsep Kanban ini sebenarnya adalah konsep untuk menjaga inventory kita, agar terjaga tidak terlalu over daripada area yang sudah kita siapkan, jadi ada area-area yang sudah kita siapkan, dengan Kanban itu jadi jumlahnya akan pas, jumlah yang dibutuhkan dengan jumlah yang di order.
Kanban itu sebenarnya konsepnya sama, jadi fungsinya adalah untuk menjaga daripada store kita sesuai dengan apa yang kita butuhkan, misalnya store kita butuh 2 rak, ya isinya 2 rak. Kedua, barang yang kita order harus sesuai dengan yang kita butuhkan, Kanban ada dua macam, ada yang untuk konsep produksi yang rutin itu lebih gampang, tapi kalau konsep stamping untuk proses pengepresan itu mesinnya terbatas hanya sedikit, produk yang dibuat itu banyak kita sistemnya lot, kita pakai Kanban juga di situ. Kanban ini supaya urutan proses produksinya sesuai, jumlahnya juga sesuai dan tempatnya juga sesuai itu yang pertama. Kanban sendiri sekarang bentuknya bisa bermacam-macam, ada Kanban yang beberapa masih manual artinya secara kartu yang digantungkan itu adalah Kanban yang dipakai di internal proses, artinya proses dalam suatu pabrik kita itu masih pakai Kanban yang digantung atau manual. Misalnya dari warehouse menuju ke nanti balik lagi ke warehouse, ke produksi lagi itu masih pakai manual. Tapi kalau untuk yang supplier, kita istilahnya sudah pakai e-tambang, jadi sudah pakai elektronik. Karena kalau supplier itu masalahnya adalah sering hilang tambangnya karena digantungkan di truk, truknya jalan lambangnya lepas atau hilang, itu yang kadang-kadang membuat masalah dalam pendataan, misalnya part ini ditaruh di mana karena platnya ada ratusan atau mungkin ribuan jenis partnya. Jadi dengan Kanban ini jadi prinsipnya adalah untuk bagaimana proses produksi atau part yang kita order bisa sesuai dengan yang kita butuhkan. Apakah Kanban dengan Bin Card bagus yang mana sebenarnya tergantung daripada hasilnya saja, kira-kira apakah bisa mencapai daripada target bahwa barang yang kita terima itu harus jumlahnya sesuai, jenisnya sesuai, misalnya barangnya sesuai, jumlahnya sesuai, waktunya sesuai, itu saja 3 kalau bisa tercapai atau lebih baik dalam pencapaian 3 itu, itu yang lebih baik, itu saja kuncinya.
Di industri minuman itu sebenarnya sama saja, mungkin ada unsur kadaluarsanya, misalnya ada material yang kadaluarsa atau apa misalnya tidak boleh lama-lama itu harus kita kontrol dengan Kanban sistem juga. Dengan Kanban itu kita menjaga barang yang kita terima itu tepat waktu yang pertama, yang kedua tempat jumlah, yang ketiga tempat jenisnya. Bagaimana penerapannya itu sebenarnya tergantung masing-masing area, contoh di Toyota sendiri pada proses contoh dibagian stamping itu berbeda Kanban sistemnya dengan proses yang terjadi di painting ataupun welding karena konsepnya kalau di stamping itu adalah ada sistem lot, kalau di welding atau painting itu sudah mix konsepnya, karena memang orangnya banyak jadi bisa di mix. Contohnya Toyota Innova G, setelah itu langsung Innova V, setelah itu Innova X, jadi di mix. Tapi kalau di stamping itu tidak bisa seperti itu, jadi kalau stamping harus konsep yang, pintu kiri dibuat 50, setelah itu berhenti dan buat lagi 50 untuk yang sebelah kanan, dst. Nanti secara putarannya akan ketemu, akan sama dengan konsep kecepatan yang di welding maupun assembly.
4. Pertanyaan dari Bapak Sirjon Paseru
Bagaimana menentukan Quality dalam OEE, jika product yang diproduksi tidak menentukan good dan bad product?
Jawaban: Sama dengan yang di Toyota, Toyota itu kalau kita ditanya oleh orang Jepang misalnya bertanya "Apa masalah kamu?", orang kita kalau ditanya seperti itu biasanya menjawab "aman bos, semuanya beres", orang Jepang lalu marah, "kamu aman-aman saja berarti kamu tidak bekerja kalau begitu, kamu ngapain saja diam saja berarti dapat uang gaji bulanan", ini goyonan maksudnya. Orang Jepang itu marah karena kita tidak bisa mencari masalah, artinya kalau kita tidak bisa mencari masalah, artinya kapan kita mau Kaizen, kalau kita merasa aman berarti sudah bagus, sementara di Jepang itu maunya Kaizen terus, kalau sudah bagus masih harus lebih bagus. Jadi tidak mau kata the best tapi maunya better, jadi harus lebih baik. Contoh yang tadi saya katakan QPI kita mengenai kecelakaan itu sudah 0, kita tidak mau seperti itu, jadi setelah 0 itu kamu harus mencari lagi QPI yang lebih detail tentang safety ternyata muncullah risk safety, jadi risk tentang kecelakaan, jadi mesin-mesin itu dikasih risk. Memang tidak celaka tapi kemungkinan akan terjadi celaka ada, jadi itu kita cari, kita buat item penilaiannya. Sama dengan tadi kalau produk itu belum ada bad atau good-nya itu harus kita buat, karena bad dan good itu suara customer, tetapi kalau memang good semua tidak apa-apa kita tulis good saja. Tapi kalau customer ngomong ada komplain misalnya kenapa ini miring, itu dikatakan bad. Jadi kita tinggal melihat suara customer, tapi kalau lebih bagus lagi kita harus melihat suara kompetitor, untuk mengejar kita harus lebih bagus lagi dengan kompetitor. Bad dan good itu harus kita buat berapa standarnya, melihat apakah ke customer maupun ke kompetitor, kalau tidak punya itu kita tidak bisa menilai.
Contoh kita sudah mencapai target QPI kita, contoh produktivitas saya sudah mencapai 99%, tapi kalau selama 3 bulan tidak rubah target saya itu dimarahin lagi, "kamu diam saja tidak kamu apa-apakan lagi" artinya tidak berpikir maksudnya artinya target kita harus kita naikkan, 99, 9% harus seperti itu, artinya kita harus mencari lagi. Jadi dengan konsep kita harus bisa mencari problem itu artinya kita harus proaktif untuk tingkatkan nilai atau standar yang kita tetapkan.
5. Pertanyaan dari Bapak Jaka Purnama
Sebaiknya kita melakukan Top Down Distribituon dahulu atau Bottom Up Commitment dahulu, Pak?
Jawaban: Karena asalnya adalah kebijakan, jadi kebijakan itu artinya dari atas. Jadi semuanya munculnya dari atas dulu, jadi kebijakannya harus clear, jadi bagaimana arahannya itu dari atas dulu, Top Down dulu. Setelah Top Down itu menyampaikan seperti apa, bawahannya sebenarnya tinggal mengikuti dengan komitmen tadi, komitmen secara tanda tangan saja di poster atau di spanduk, itu sebagai komitmen awal. Berikutnya harus komitmen secara aktual ke penerapannya, jadi penerapan itu harus dengan laporan-laporan, laporan itu dipasang di board, board itu akan kelihatan, karena board itu sudah disiapkan kolom-kolomnya, QPI-nya sudah disiapkan. Misalnya nanti dia tidak berjalan akan terlihat nanti, semua kan bisa, atasan maupun bagian itu sendiri, karena di kita itu setiap pagi selalu ada briefing, dan briefing itu selalu dengan board itu, kita akan melihat "kok board kita masih kosong" artinya belum ada kegiatan, artinya atasan yang ada di level paling bawah itu dia akan bisa memerintah ke anak buahnya, misalnya "kita ini masih kosong harus segera diisi". Jadi semua kegiatan itu selalu ada QPI, itu untuk memudahkan oleh karena itu tadi disebut istilah visualisasi, itu adalah salah satu kunci Toyota dalam menghasilkan perbaikan-perbaikan tadi. Jadi Top Down baru Bottom Up.
6. Pertanyaan dari Bapak Mohammad Alfiyan
Apakah konsep TPM dijelaskan tadi dapat digunakan dalam pengembangan produk baru dan peningkatan terhadap dalam segi fitur yang diingikan konsumen?
Jawaban: Produk itu adalah hasil, oleh karena itu ada quality yang dihasilkan oleh mesin, TPM itu sebenarnya fokus ke mesinnya, yang digunakan untuk membuat produk. Mobil Toyota itu ada mesinnya, kalau kita bicara industri TPM itu adalah TPM untuk mesin yang membuat mobil Toyota. Kalau TPM Toyota-nya itu adalah service, tapi kalau TPM mesin yang membuat mobil Toyota itu kita sebut dengan TPM tadi. Jadi TPM itu sebenarnya bisa diterapkan di mana saja, seperti yang tadi saya sampaikan, bukan hanya di industri, tapi bisa juga diterapkan di rumah sakit atau sampai di industri misalnya catering, itu TPM juga bisa diterapkan, selama dia masih memiliki mesin atau peralatan, walaupun mesinnya bukan mesin besar seperti di pabrik-pabrik itu bisa kita pakai. Peralatan yang sering rusak itu yang bisa kita lakukan TPM.
Produk baru itu biasanya peralatannya baru, namun saya tadi saya sampaikan, ada konsep bak mandi tadi itu, jadi kita misalnya mau mengeluarkan mobil Avanza baru, itu kita tidak langsung "ujug-ujug" mengeluarkan Avanza baru, jadi kita menyiapkannya itu setahun lebih. Jadi pertama kita membuat peralatan untuk membuat avanza-nya, atau mesin-mesin untuk membuat Avanza, spare partnya, untuk merakit body-body-nya, dst. Peralatan baru itu pasti pertama banyak masalah, banyak masalah karena masih trial, kita lakukan trial, kita lakukan perbaikan perbaikan, produknya pun pasti juga bermasalah, dari kualitas produknya tidak bagus, karena akurasinya belum tercapai perawatannya masih baru. Dengan berjalannya waktu sampai kita target mau masuk produksi itu harus sudah masuk target tadi, jadi target mau masuk produksi itu target daripada peralatan itu sudah siap untuk dilakukan produksi, baru TPM itu dimulai dari situ, jadi TPM yang diawal trial tadi itu adalah TPM yang ada early, equipment, management. Pada saat kita membuat peralatan untuk membuat mobil Avanza itu, kita membuat peralatan yang lebih bagus dari Avanza yang sebelumnya. Produk itu pasti dia akan mendapatkan info dari masalah yang sebelumnya, biasanya dari desain yang lama masalahnya apa itu akan kita feedback ke designer yang baru masukkan kedalam item-item yang jadi perbaikannya. Jadi produknya ada perbaikan dari masa lalu, equipment untuk TPM juga sama ada perbaikan dari masa lalu.
7. Pertanyaan dari Bapak Ageng Darmawan
Langkah-langkah dalam melakukan predictive maintenance dan cara mengaplikasikanya seperti apa, Pak?
Jawaban: Sebenarnya untuk preventif ini, atau bisa disebut dengan plan maintenance atau perawatan yang rencana. Jadi pertama kita membuat daftar daripada komponen mesin itu sendiri, pertama kita harus mengenal mesinnya dulu, kita mengenal dulu mesinnya seperti apa. Dari mesin itu baru kita tuliskan mesin ini komponennya apa saja, komponen itu bermacam-macam ada komponen yang dia akan haus dengan berjalannya waktu, ada komponen yang dia tidak haus namun perlu peralatan. Jadi itu kita kategorikan dahulu, setelah kita kategorikan baru nanti kita buat planningnya, kita buat preventifnya, contoh untuk TPM mobil, mobil itu ada daftar yang harus diganti, jadi kalau kita punya mobil kita servis ke dealer resmi mobil, dalam buku servicenya itu ada daftarnya, mana komponen-komponen yang harus diganti, contoh misalnya busi, busi harus diganti setelah berapa ribu km, kalau tidak diganti pun sebenarnya masih bisa tapi sudah tidak bagus artinya sudah mulai mungkin akan keluar asap atau apa, itu dampaknya. Tapi kalau kita ganti itu akan kembali menjadi normal atau bagus lagi, jadi ada komponen yang harus kita ganti dan ada komponen yang harus dilakukan pembersihan misalnya. Misalnya bearing itu kekuatannya berapa putaran itu harus kita kenali semuanya, baru kita melakukan planningnya. Komponen bearing ini harus diganti setelah misalnya 1 tahun baru nanti kita buat buku Kanbannya. Jadi misalnya kita pakai mesin tanggal 1 Januari, nanti tanggal 31 Desember sudah harus diganti bearing yang baru, itu sudah kita tuliskan. Jadi pada saat 31 Desember tahun ini kita begitu melihat di buku itu ada, saat tanggal 31 kita cari "oh kita harus mengganti bearing" jadi ada daftarnya dan kita harus terapkan sesuai dengan yang kita planning kan.
8. Pertanyaan dari Bapak Boni Laksito
Bagaimana kalau kita menggunakan preventive maintenance dan juga nanti untuk menghitung OEE, jika ketersediaan datanya tidak ada, data kerusakan atau data pemakaian atau data pengadaan pada awalnya, jadi tidak ada historisnya? Mungkin ada tips untuk diterapkan jika kita mau merencanakan preventive maintenance jika data tersebut tidak tersedia? Apakah ada kiatnya untuk menyiasati hal ini?
Jawaban: OEE sebenarnya kalau kita tidak memiliki data itu sebenarnya gampang, karena OEE itu sudah ada rumusnya, sudah ada item-item yang harus kita hitung. Jadi OEE itu kita bisa menghitungnya harian sebenarnya, jadi dalam 1 hari itu kita mulai pagi sudah langsung kita datang saja, karena di Toyota OEE-nya harian, baru nanti digabungkan dalam bentuk bulanan, karena untuk laporan besar itu bulanan, kalau untuk pendataannya sebenarnya harian. Dalam 1 hari itu kita mendata mesinnya itu rusak kapan tentu kita harus buat formatnya dulu. Kalau di Toyota itu kita punya check sit-nya jadi misalnya check sit dari orang produksi, pada saat mesin berhenti langsung kita tulis, jam berapa kita berhenti, jam berapa dia mulai lagi, untuk melihat let stop.
Untuk data performance efficiency kita butuh jumlah produknya, hari ini produk kita berapa, dan cycle time kecepatan proses kita berapa, itu rencana produksinya berapa. Artinya untuk melihat jumlah produksi yang di planning kan dengan produksi yang keluar beneran itu berapa, itu untuk melihat minor topic. Baru yang terakhir adalah rate of quality, kita melihat data dari inspeksi, kalau tidak ada data memang kita harus buat data karena untuk bisa menghitung harus ada datanya. Data itu harus kita siapkan di, bagian inspeksi itu kita kasih seperti istilahnya "bira" itu memang kita sudah siapkan, masalahnya apa, nanti kita tinggal centang, misalnya baret berapa unit yang terlibat. Dalam 1 hari itu kita pasti punya data, yang pertama data let stop, yang kedua data jumlah produk yang sudah keluar, yang ketiga adalah jumlah produk yang cacat maupun bagus. Dari situ kita bisa menghitung availability, performance, dan rate of quality, baru kita menghitung OEE-nya. Kita telah punya OEE, baru besok kita lanjut lagi terus sampai 1 bulan baru kita punya data OEE 1 bulan. Jadi sebenarnya cukup tidak terlalu sulit untuk memulai perhitungan OEE maupun komponennya tadi, yang penting kita tahu apa yang akan kita hitung.
Sebenarnya untuk komponen mesin, sebenarnya mesin itu kita selalu dapat dari ordernya ke mana, mesin itu biasanya selalu dibuat ada seperti manualnya, dan dalamnya ada petunjuk tentang komponen-komponen yang sering diganti, jadi kita minta saja ke makernya. Tapi kalau buatan dari perusahaan yang sudah punya nama biasanya sudah komplit, ada manual book-nya, service manual, ada petunjuk-petunjuk kira-kira komponen apa saja yang harus kita siapkan untuk kita jadikan sebagai service part. Baru berikutnya ada tambahan dari pengalaman kita, kita menambahkan sendiri itu memang harus mengundang expert yang berhubungan dengan itu, kalau tidak begitu kita tidak mendapat data.
9. Pertanyaan dari Bapak Herry Agung Prabowo
1) Apakah Toyota masih ikut TPM Awards?
2) OEE yang tadi disebutkan 85%, kalau tidak salah itu level company, divisi, atau bahkan cuman rata-rata mesin?
3) Tadi saya sempat dengar bahwa TPM di Toyota Blended. Apa enabler barrier yang paling besar ketika pertama kali melakukan TPM dan akhirnya menjadi Blended?
Jawaban:
1) Setahu saya Toyota Indonesia tidak ikut namun tidak tahu yang Toyota Jepang, Toyota Indonesia tidak pernah ikut karena memang tidak pernah ada kegiatan tentang TPM Awards itu. Kalau memang ikut biasanya kita harus menyiapkan laporan-laporan dan kita harus ikut konferensi.
2) Yang 85% dari World plus manufacture itu karena disebutnya sebagai company, jadi kita menilainya company juga, yang dinilai adalah company-nya, dari company itu tidak bisa langsung muncul company, masing-masing pabrik nanti pecah lagi di dalamnya ada line-linenya. Paling tidak minimal line, kalau mesin itu nanti biasanya beda-beda, kalau mesin itu nanti menggabungkannya akan susah, memang kalau masing-masing mesin ada nilainya juga tapi biasanya kita tidak pernah mempermasalahkan di mesinnya, kita langsung ke line-nya, jadi let stop didalam satu line itu sendiri, karena kalau mesin itu nanti terlalu rumit, untuk yang mesinnya banyak sekali. Di enginee itu ada 80-an mesin kalau hanya fokus satu-satu itu kita hanya habis waktu, jadi kita langsung ke line saja, dalam satu line itu let stopnya berapa lama, karena konsep kita konveyor, jadi kita melihatnya secara line saja, misalnya line silinder box ini berapa. Memang untuk analisa baru kita masuk ke masing-masing mesin, kita lihat data-datanya mesin mana yang tadi bermasalah, tapi untuk penilaian kita dari besar saja. Untuk analisa kita perlu melihat data per mesin, mencari penyebabnya masalahnya di mesin mana, baru kita masuk lebih detail, tapi kalau untuk hanya evaluasi saja line saja.
3) Jadi sebenarnya sama konsepnya bukan hanya TPM, bahwa setiap ada metode baru apakah itu dalam konsep istilahnya perubahan, contoh misalnya kita menerapkan konsep baru, konsep menyebrang jalan kita menerapkan ada depan yos, kanan yos, kiri yos itu sebenarnya gampang. Kita mengajarkan orang satu menit pun orang langsung bisa, tapi itu penerapannya tidak semudah yang kita bayangkan. Yang pertama dilakukan sosialisasi, dari top management harus ikut turun supaya orang-orang kita itu lebih aware lebih paham. Yang kedua harus selalu ada evaluasi, evaluasi dari pada pencapaiannya, tiap minggu ada rapatnya, rapat pencapaiannya, ada samplingnya. Misalnya masih ditemukan orang tidak melakukan yos tadi yang nyebrang jalan, sampai terakhir terakhir sudah tinggal sedikit masih ada, masih belum 100%, lalu kita pasang CCTV, yang tertangkap langsung kita tulis surat ke atasannya, atasannya yang manggil. Jadi memang harus selalu dilakukan evaluasi dan tindak lanjut Kaizen, Jadi bagaimana orang tetap ikut aturan yang kita terapkan, walaupun itu simpel apalagi yang susah, TPM itu lebih susah dibanding yos tadi.
10. Pertanyaan dari Bapak Afandi Andi
Untuk implementasi TPM di industri chemical yang bahan baku corosive, di mana potensi kerusakan equipment sangat tinggi dari bahan bakunya corosive?
Jawaban: Prinsipnya TPM itu bahwa kita bisa mengurangi problem six big losses, kedua kita fokus ke nilai OEE, bagaimana OEE kita bisa meningkat. Bagaimana penerapannya itu kita harus bisa meningkatkan nilai tadi, artinya menjadi lebih baik. Supaya OEE-nya lebih baik, misalnya ini corosive jadi cepat rusak, jadi kita harus melakukan pilar improvement, kita harus melakukan improvement, apakah dengan isolasi, apakah dengan substitusi, atau konsep pergantian material, sebenarnya banyak polanya, jadi sebenarnya tidak bisa dijelaskan secara singkat. Bagaimana kita melakukan Kaizen agar corosive, bisa mengurangi paling tidak kerusakan mesin itu sendiri.
11. Pertanyaan dari Bapak Herry Boediyanto
Bisa dijelaskan perbedaan antara prediktif dan preventif maintenance?
Jawaban: Sebenarnya hampir sama prediktif dan preventif. Contohnya adalah kalau predictive itu kita prediksikan bahwa mesin ini akan rusak dalam waktu 1 tahun, contoh bearing itu sekian putaran akan rusak itu prediksi. Tapi kalau preventif itu sebelum rusak kita ganti. Jadi jangan tunggu sampai rusak. Cuma ada konsep baru di Toyota, dengan konsep preventif tadi, prediksi dan preventif itu kita kombinasi, jadi prediktifnya tetap ada tapi setelah itu kita cek lagi dengan kondisinya karena masing-masing komponen itu tidak sama, ternyata prediksi itu dia di ambil langkah yang paling aman. Tapi kita bisa cek lagi, dipastikan lagi masih tahan berapa lama lagi, tapi itu memang risiko kalau kita tidak paham dan tidak punya datanya malah berbahaya.
12. Pertanyaan dari Bapak Hendi
Bisakah dijelaskan tentang Toyota Production System yang memiliki 2 pilar Just in Time dan Jidoka? Dengan Pondasi 3M, Kaizen, dll.? Dan aplikasinya di Pabrik Toyota?
Jawaban: TPS itu sebenarnya sama konsepnya ada 5S, kalau Jidoka itu bagaimana proses permesinan itu mesin bisa mendeteksi bahwa yang diproduksi itu ada hal cacatnya oleh karena itu di Toyota ada konsep, slogan 3M, tidak membuat cacat, tidak menerima cacat, tidak meneruskan cacat, itu sebenarnya aplikasi daripada Jidoka itu sendiri sebenarnya. Jadi semua orang di tanamkan mindset-nya supaya, begitu melihat cacat mau masuk ke proses dia itu ditolak, jangan sampai diteruskan, kalau di teruskan nanti akan tambah cacat lagi. Yang kedua adalah kita tidak boleh membuang cacat, jadi berusaha kita membuat yang sudah standar. Berikutnya setelah kita membuat itu ada cacat itu tidak boleh diteruskan ke proses berikutnya, karena dengan cacat berjalan ke proses berikutnya itu akan menjadi cacat yang lebih besar dan dampaknya lebih besar lagi.
13. Pertanyaan dari Bapak Toni
Rumus OEE berpatokan produk yang baik yang dihasilkan. Jika produknya bersifat continue, contoh seperti listrik dan produk migas, bagaimana penerapannya Pak? Mohon pencerahanya.
Jawaban: Jadi konsepnya seharusnya sama, jadi kita melihatnya ke produknya, selama produk itu ada produk yang disebut cacat walaupun dia continue atau apa itu kita anggap sebagai nanti satuannya bukan unit, satuannya bisa jadi apakah liter, jadi sebenarnya kita tinggal main ke satuannya. Jadi tetap untuk melakukan nilai OEE tadi yang pertama availability kita ukur, yang kedua performancenya mesin apakah sering ngadat-ngadat sehingga membuat produknya tidak berjalan lancar, yang ketiga adalah kualitas dari pada produk itu sendiri, selama kualitas produknya selama ini dinyatakan sesuai dengan standar berarti 100%, kalau tapi kalau produk ini misalnya tidak bisa diukur selama 1 hari, misalnya 1 bulan ini tidak apa-apa diukur 1 bulan, jadi tidak mesti harus harian. Sebenarnya fleksibel tidak harus unit, bisa liter, waktu dan seterusnya.
14. Pertanyaan dari Bapak Afandi Andi
Bisakah Six Big Losses diterapkan di proces production continue produk akhirnya selesai di shift berikutnya?
Jawaban: Tidak mesti semua ada six big losses, jadi tergantung dari pada proses tadi, mungkin bisa jadi dari six yang ada hanya yang muncul hanya 3 atau 2, tapi tetap yang kita compare itu ada 6, tapi tidak mesti semua harus ada 6. Sama-sama proses machining belum tentu 6 itu ada, mungkin hanya terjadi satu saja, tergantung dari proses dan jenis mesinnya juga.
Profil InstrukturIr. Ahmad Rozak, M.T., IPM
Instruktur Senior Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN)
Deskripsi Pemateri:
Pendidikan
Pekerjaan