1. Pertanyaan dari Bapak Maeyer Benny
Apa saja tantangan dan hambatan Pelaksanaan Lean ini?
Jawaban: Tantangan itu sudah menjadi makanan sehari-hari di Toyota. Kalau kita ditanya punya masalah, kalau kita menjawab tidak punya masalah itu kita malah dimarahi, artinya kamu tidak bisa mencari masalah, sementara di Toyota kita harus selalu mengatakan ada masalah, masalah itu adalah tantangan kita. Dengan kita mengatakan ada masalah supaya kita bisa melakukan perbaikan, jadi tantangan itu sudah menjadi blend dalam pekerjaan kita sehari-hari. Contoh target kecelakaan, kita targetnya 0 accident, kita sudah 0 accident, apakah dengan 0 accident ini kita berhenti? Kalau berhenti kita tidak boleh, jadi harus melakukan lebih baik lagi. Kita harus mencari lagi QPI yang lebih kecil lagi daripada accident, accident itu kecelakaan yang sudah terjadi, tapi kalau kita berpikir nya sebelum terjadinya kecelakaan kita harus bisa mengukurnya, ternyata kita bisa memunculkan namanya risk accident atau potensi kecelakaan. Kita mengukur pabrik kita itu potensi kecelakaannya berapa, kita buat range, ada range AA, range BB, dst. Range itu ada 2 huruf, huruf kesatu adalah frekuensi kecelakaannya kira-kira seperti apa ada ABC, misalnya A kemungkinannya besar sekali terjadi, kalau B itu akan terjadi, kalau C itu sangat kecil sekali terjadi. Yang kedua adalah fatality daripada dampak kecelakaan itu kita beri range lagi ABC, A itu adalah fatal accident (orang bisa meninggal), kalau B luka mungkin bisa opname, kalau C itu luka tapi tidak apa-apa artinya masih bisa bekerja. Itu kita ukur, semuanya harus mencapai level CC, kalau kita ukur ternyata masih ada AA, AB, artinya kita tidak berbicara accident lagi tetapi risk accident. Tantangan selalu diberikan jadi kita tidak pernah berhenti untuk menerima tantangan.
Kalau hambatan ini memang yang menjadi kendala adalah budaya kita atau kebiasaan kita, orang-orang kita ini biasanya kedisiplinannya masih dirasa kurang. Contoh kalau kita lihat di jalan raya itu, terutama pengendara sepeda motor itu kalau lampu merah itu masih di Trabas juga, itu artinya cerminan daripada budaya disiplin kita, kita harus merubah budaya itu, dan perlu waktu. Kita menerapkan pola untuk keselamatan, kita memiliki budaya dari Jepang, orang Jepang kalau mau menyeberang terutama di rel kereta, ada jalan raya yang ada rel keretanya itu kita, supir itu harus berhenti, buka kaca dan melihat ke kanan sambil berbicara Yos, ke depan Yos, ke kiri Yos, Yos itu artinya aman, baru boleh menyeberang. Di kita juga sama kita terapkan itu, tapi bukan menggunakan kendaraan, yang pakai forklift atau pakai car yang ngangkat-ngangkat part-part itu maupun orang yang berjalan, itu kalau menyeberang di perempatan ataupun pertigaan, kita wajib Yos Yos Yos, tetapi menerapkannya tidak semudah yang kita bayangkan. Itu artinya kita harus sosialisasi, sampai kita pasang CCTV, kita daftar yang melanggar kita kasih atasannya. Artinya untuk menghadapi perubahan budaya itu yang paling kita rasakan menjadi masalah, tapi tetap kita lakukan, sampai sekarang sudah bagus.
2. Pertanyaan dari Bapak Agah Nurdinugraha
1) Terkait 8 Waste di dalam Manufacturing, boleh dicontohkan dari Waste itu? Pengurangan dari segi Main Power dengan Reduce Motion ataupun dengan Over Production-nya, ada atau tidak terkait Cost-nya dan sebagainya?
2) Masalah terkait A3 Report, saya baru lihat bahwa di A3 Report ada yang Proposal. Saya sebelumnya pernah di Industrial Engineer, untuk A3 Report terkait Proposal biasanya Proposal itu saya buat pakai PPT, di situ nanti Project-nya apa, mengajukan apa, apa saja prosesnya, Reduce apa saja yang dilakukan. Untuk A3 Report ini yang tadi saya lihat Simple Report, yang bisa digunakan yaitu 1 Report mewakili semua yang ingin kita lakukan. Boleh dishare juga atau tidak terkait A3 Report soal Proposal? Biasanya kalau A3 Report saya pakainya untuk Problem Solving saja.
Jawaban:
1) Untuk mengurangi waste itu memang ada banyak kegiatan yang kita lakukan, yang umum terjadi tadi ada contoh, kita ada istilahnya built-in quality Artinya kita memastikan bahwa pekerjaan kita itu sudah aman daripada cacat, ada 3M tadi itu, tidak menerima cacat, tidak membuat cacat, tidak meneruskan cacat, itu artinya untuk mengurangi waste tentang cacat atau defect. Supaya kita tidak over production, memang konsep produksi kita di Toyota adalah tidak berdasarkan jadwal tapi berdasarkan kembang, jadi memang berdasarkan permintaan. Jadi customer butuh 100 kita buat 100, jadi bukan sistem stok, langsung bikin langsung jual, laku tidak laku terserah itu artinya overproduction, jadi kita sudah melakukan kembang sistem.
Kemudian Waiting, sama Motion saya gabung sekalian, terutama Transport yang ada di dalam proses kerja itu biasanya kita melakukan konsep dengan standarisasi tadi, ada konsep TSKK dan TSK itu kita amati bahwa urutan pekerjaan orang itu, bisa atau tidak Kita percepat waktunya. Kalau take time itu adalah waktu secara total daripada target total, misalnya semua orang 1 menit semuanya harus bisa 1 menit, kalau cycle time itu masing-masing orang berbeda-beda, kita mengamati cycle time mana yang masih tinggi itu kita turunkan, artinya lead time kita turunkan. Caranya kita lihat motion-nya tadi, dengan adanya TSK, TSKK, SUK itu kita perhatikan mana yang bisa kita turunkan, Dengan cara apakah ada yang didekatkan atau ada gerakan yang harus kita rubah cara mengambilnya, layout, dst. Itu masih banyak metodenya, dan kebetulan kita juga ada lean marketing tentang standarisasi, jadi bagaimana penerapan tentang standar kerja tadi, kalau memang dibutuhkan bisa kita buka lagi, itu kita terapkan sampai benar-benar kita bisa menurunkan cycle time, Setelah turun baru kita masuk konsep berikutnya itu balancing job, job-job mana yang bisa kita gabungkan. Yang sebelumnya 10 orang bisa atau tidak kita buat 9 orang, artinya kita bisa mengurangi jumlah operator produksinya, yang sebelumnya 10 menjadi 9, setelah kita kurang yang satu langsung dipecat itu bukan, yang satu itu kita kasih jawab yang tantangan lagi, Apakah job tentang Kaizen, ide, dan seterusnya.
2) A3 report ini bisa di buka webinar sendiri sebenarnya, jadi Bagaimana menulis A3 report yang benar atau yang bisa efisien, sebenarnya konsepnya sama, yang di laporkan itu sama, tetapi kadang-kadang laporan di kita itu terlalu banyak kata-katanya, kalimatnya terlalu panjang, pendahuluan saja sampai ke mana-mana bahasanya, padahal yang di laporkan sama-sama sudah paham, kita melaporkan ke Toyota tidak perlu pendahuluan panjang-panjang langsung ke pokok permasalahan saja. Namun pokok permasalahannya harus detail, latar belakangnya apa itu tetap perlu ada, masalah itu kira-kira penyebabnya apa harus clear, jangan sampai kita melaporkan tetapi kita tidak jelas analisanya, jadi penyebabnya apa, datanya harus kita kasih, semuanya harus ada data, penyebabnya apa, usulannya apa. Yang penting lagi adalah kita harus berpikir cost, jadi cost itu selalu menjadi patokan ini proposal disetujui atau tidak. Jadi cost itu harus dihitung ada istilahnya BEP break even point, kalau BEPnya itu batasnya sekarang 2 tahun, kalau kurang dari 2 tahun itu disetujui tetapi kalau lebih dari 2 tahun tidak disetujui. Karena kalau kurang dari 2 tahun berarti kemungkinan kita masih ada untung, Tetapi kalau lebih dari 2 tahun itu kemungkinan jumlah produksi kadang-kadang ada naik turun, kemungkinan kita bisa jadi rugi.
3. Pertanyaan dari Bapak Basuki Winarno
Dengan model aplikasi teknis seperti Painting dan Welding secara Virtual, seberapa besar pengurangan Cost yang ditimbulkan?
Jawaban: Kalau kita lihat alat equipment itu pasti mahal, kalau hanya dipakai satu kali atau dua kali itu kita rugi untuk membeli alat virtualnya. Tetapi kalau dilihat dari keuntungannya, kita tidak perlu membeli lagi material, kalau kita mau melakukan proses pengelasan itu kita butuh material besi yang mau di las, alat lasnya, mesin las, kawat las, itu artinya dengan virtual kita tidak perlu membeli lagi, jadi mau kita latihan 1 hari semalam pun tidak apa-apa, kalau zaman dulu kita terbatas materialnya yang dibeli, kalau yang diajarkan gagal-gagal terus kita bisa habis budgetnya dipakai untuk itu. Dengan virtual ini semakin banyak kita pakai artinya semakin untung, angkanya tergantung dari seberapa banyak kita menggunakannya, alat itu harganya mahal jadi kita harus manfaatkan dengan sebanyak orang selama mungkin menggunakannya akan menjadi keuntungan. Painting juga sama, kalau dulu kita painting itu kita harus catnya, alat untuk mengecat nya, kalau dibersihkan dan seterusnya, itu butuh waktu dan ruang. Kalau ini kita hanya dalam ruangan kelas langsung dievaluasi kita langsung tahu hasilnya. Walaupun kita menggunakan virtual tetap, kita tetap menggunakan yang sebenarnya, karena pasti ada bedanya sedikit-sedikit, virtual itu kendalanya tidak 100% sama persis, tapi sebenarnya sudah cukup untuk kita bisa lakukan evaluasi.
4. Pertanyaan dari (Tanpa Nama)
1) Mengenai Lean Manufacturing itu memang namanya Lean Manufacturing, namun saya jadi penasaran apakah sebenarnya Konsep Lean itu sendiri ini bisa diterapkan di industri jasa? Contohnya, seperti di Rumah Sakit.
2) Di Toyota sendiri, Divisi PPIC berarti hanya melakukan Procurement saja dan langsung melakukan pengadaan bahan baku sesuai pesanan. Untuk peramalan sendiri, di dalam perusahaan itu berarti sudah dieliminasi sepenuhnya atau bagaimana?
Jawaban:
1) Lean itu sebenarnya bukan hanya untuk manufaktur, kalau manufaktur itu munculnya produk, ini sebenarnya bisa digunakan untuk jasa apalagi rumah sakit. Namun kita bagaimana menterjemahkan dari istilah manufaktur menjadi proses yang ada di rumah sakit itu yang penting, karena kalau kita baca lean yang ada itu kebanyakan memang buku-bukunya adalah lean manufaktur yang ada di pabrik, tapi sebenarnya kita tinggal menterjemahkan saja. Contoh misalnya quality dmp, quality itu tentang produknya, produknya tidak cacat, kalau mobil tidak baret. Kalau jasad beneran sama, kualitas daripada jasa itu apa, misalnya adalah customer kita tidak terlalu lama menunggu, atau customer kita dokumennya salah, itu artinya kualitas juga, kalau di rumah sakit ternyata kemarin itu ada kasus, tes covid dia belum tes tapi sudah keluar hasilnya positif, itu artinya kualitas daripada jasa kita. Jadi bagaimana kita menterjemahkan daripada lean manufaktur itu ke jasa, dari QPI produk menjadi QPI jasa. Prosesnya sendiri sebenarnya sama, kalau kita bicara prosesnya, wastenya juga sama tentang menunggu, motion dan seterusnya, tinggal kita terjemahkan ke proses kerja di jasa atau rumah sakit.
2) PPIC kalau kita itu adalah lebih ke planning control, lebih kearah scheduling, kalau bagian pembelian itu purchasing, jadi ada bagian-bagian tersendiri dan itu konsepnya kalau PPIC hubungannya dengan, tetap kita planning itu ada, 3 tahun kedepan itu kita sudah memiliki planning, 3 tahun kedepan itu bukan berarti langsung mati jadi itu nanti dalam setahun tetap ada evaluasi lagi, dalam sebulan pun tetap ada evaluasi lagi. Jadi tetap planning yang kemudian dari tahun sebelumnya itu berapa, itu hanya untuk sebagai indikator informasi kira-kira kapasitas kita masih cukup atau tidak, kalau memang tidak cukup Kita harus melakukan apa. Tetapi begitu sudah jarak dekat, itu memang yang sudah sebenarnya kita pakai untuk proses produksi kita, Jadi order mau Berapa unit, berapa materi yang dipakai dan seterusnya. Kalau zaman dahulu masih manual kalau sekarang sudah secara sistem.
5. Pertanyaan dari Bapak Surya Indrawan
Apakah bisa melakukan Research di Toyota? Jika bisa, apa saja prosedurnya?
Jawaban: Research itu tidak masalah, jadi bisa berbentuk nanti Apakah kalau mahasiswa itu ada PKL atau intensif. Mekanismenya bisa melalui HRD, kirim surat melalui HRD untuk izin itu, tetapi kalau untuk research itu melalui corporate planning, peluang itu tetap ada bisa.
6. Pertanyaan dari Bapak Abraham Malisa
Toyota sendiri mengembangkan Sistem Lean Manufacturing, sementara dari pihak lain mengembangkan Metode Six Sigma. Saya pernah menemukan beberapa pemateri yang memaparkan kedua unsur ini digabungkan. Kalau dari Pihak Toyota sendiri, apakah ada kolaborasi antara Lean Manufacturing ini dengan Six Sigma?
Jawaban: Six sigma dan lean Manufacturing itu sama-sama kita terapkan sebenarnya, namun kita tidak menyebut itu six Sigma, jadi kita tetap menyebut itu lean Manufacturing atau Toyota produk sistem. Namun kalau six-sigma itu biasanya yang spesifik adalah kalau kita bicara step-step penanggulangannya biasanya menggunakan DMAIC itu setiap langkah-langkahnya kalau itu ada 5 namun Toyota ada 8 langkahnya, menurut saya kalau mau bagus kalau bisa 8, karena orang kita belum terlalu paham tentang melakukan perbaikan, dengan 8 langkah itu harapannya orang tidak kesasar, kalau 5 itu adalah gabungan dari 8, kalau 5 takutnya orang terlalu dangkal dan analisanya tidak terlalu dalam, sebaiknya menggunakan step yang banyak yaitu 8. Nama Ustaz yang pendek Sebenarnya ada PDCA tetapi takutnya kita malah tersasar, yang belum ahli menggunakan itu Jadi terlalu dangkal. 8 langkah itu sebenarnya masih ada bukan patokan lagi dan bisa jadi malah, ada 3 step 3 step kali 8 saja sudah berapa, kira-kira seperti itu.
Untuk yang six Sigma, itu yang pertama adalah setiap langkah-langkahnya dan yang berikutnya adalah, six Sigma itu biasanya diukur dengan menggunakan statistik, angka statistik sampling berapa untuk bisa mencapai berapa, nanti munculnya histogram. Di Toyota sebenarnya kita juga menggunakan statistik itu, tapi kita tidak menyebut dengan six Sigma tapi kita menggunakan konsep statis tadi, biasanya dikenal dengan istilah nya, statistik quality control (SQC). Jadi tetap menggunakan ilmu ilmu statistik, dan ada 7 tools, yang dipakai bukan hanya histogram tapi ada control chart dst.
7. Pertanyaan dari Bapak Maeyer Benny
Apa yang menjadi faktor yang dapat membuat Implementasi Sistem Lean ini berhasil ataupun gagal dalam perusahaan? Apa saja langkah-langkah yang harus dilakukan secara bertahap agar Lean berjalan efektif dan efisien?
Jawaban: Gagal atau tidak menurut saya adalah dari top manajemennya, pimpinan yang paling atas, Jadi kalau pimpinan yang paling atas dia benar-benar berkomitmen, yang bawah itu banyak yang mengikuti, jarang orang yang di bawah melawan kepada atasan. Kalau pimpinan atas berkomitmen tinggal pimpinan menengahnya, prinsipnya pimpinan harus berkomitmen.
Di Indonesia Menurut pengamatan saya di beberapa tempat, kalau dalam konsep PDCA orang kita itu kalau membuat plan itu biasanya pintar, sampai analisa swot. Kelemahan orang kita itu adalah dalam do dan act, dalam pelaksanaannya biasanya sudah tidak jelas, Memang karena planning yang kurang bagus atau komitmen yang kurang bagus, artinya do tidak jalan, Oleh karena itu ada plesetannya di Indonesia, P tetap plan, namun D-nya itu delay (lambat), C jadi cancel, A (apologize). Jadi tetap harus ada yang melakukan follow up, dan yang paling penting pimpinan.
8. Pertanyaan dari Bapak Didin Mulyadi
Bisa dijelaskan bagaimana cara Manajemen Vendor di TTM sehingga bisa cepat, sedangkan salah satu Waste adalah lamanya proses Procurement barang atau jasa?
Jawaban: Kalau bicara procurement itu sebenarnya kita sudah ada standarnya, sudah dilakukan secara digital. Lead timenya sudah terstandar juga, jadi tidak ada masalah sebenarnya, mau di improve lagi lebih cepat lagi kira-kira seperti itu, jadi Sudah ada kesepakatan. Namun untuk pelaksanaan tadi biasanya kita ini, bagaimana men-develope daripada supplier, biasanya terlambat itu supplier kita. Toyota itu inginnya berlari kencang, tetapi supplier tidak mampu berlari namun berjalan, kira-kira seperti itu kendalanya. Untuk menanggulangi itu di Toyota dibuatlah divisi baru, ada divisi khusus menangani supplier, manajemen dan development Kalau tidak salah namanya. Itu mendevelop supplier kita, jadi supplier tier 1 sampai yang paling besar itu didevelop Kalla Toyota, setelah itu yang tier 2, subcont dari supplier besar itu yang mendevelop tier 1, dstnya kebawah. Harapannya apa yang dilakukan di Toyota bisa diturunkan ke bawah sampai ke supplier yang tier paling belakang, subscont yang paling bawah.
Profil InstrukturIr. Ahmad Rozak, M.T., IPM
Instruktur Senior Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN)
Deskripsi Pemateri:
Pendidikan
Pekerjaan