[Tanya Jawab] Quality Management dalam Project Management
1. Pertanyaan dari Tanpa Nama
Tadi Bapak menjelaskan tentang perbedaan QA dan QC, saya kurang jelas. Untuk QA itu dia mengikuti proses dari awal sampai akhir dan QC itu hanya sebatas melihat dari sisi kualitas produknya itu sendiri?
Jawaban dari Nara Sumber: Ya betul. Itu sebenarnya yang menjadi fokus dari orang disitu biasanya bersatu di dalam otak dari Project Manager ketika dia sebagai manajer itu bertanggung jawab full terhadap keseluruhan sebuah proyek yang sedang ditangani. Asuransi itu ada bersama-sama dengan ketika dia bawa bertanggung jawab terhadap proyek kemudian dia harus membuat rencana dari awal sekali, ketika itulah quality assurance sudah harus diperhatikan oleh Project Manager ini.
2. Pertanyaan dari Bapak Tri
Saya ingin meminta usulan kepada Pak Radian sebagai Project Manager. Kita biasanya di lapangan sering diberi beberapa material yang tidak sesuai dengan kapasitas, seperti misalnya meminta barang grade A tapi aktualnya ketika beberapa bulan seharusnya material itu bertahan berapa lama, kita belum selesai project-nya tapi sudah rusak. Kita sebagai orang lapangan bagaimana caranya untuk bicara ke atasan kita bahwa seharusnya memakai ini supaya tidak lelah dua kali? Karena kalau terus-terusan seperti itu kita yang di lapangan kadang lelah dua kali.
Jawaban dari Nara Sumber: Kalau di level pelaksana di lapangan yang merupakan elemen yang ada di hilir kemudian juga tidak di top management-nya, level pelaksana itu biasanya di level menengah. Itu memang dia tugasnya menerima material, menerima cara memasangnya, menerima alat-alat kerjanya dan lakukan pemasangan, itu tugasnya tidak bisa apa-apa. Tapi harusnya top management yang baik itu, dia membuka peluang untuk menerima feedback masukan untuk dievaluasi, bisa berupa meeting dan juga dalam bentuk web mungkin atau berbagai media lain yang intinya adalah memperbaiki proses PDCA itu lewat komunikasi. Jadi tugas itu lebih banyak menjadi tugas dari top management, bukan dari pelaksana di lapangan, tapi ketika forum itu terbuka, ketika webnya ada, ada rapat evaluasi itu diadakan maka cara pelaksanaan untuk bercerita tentang usulan perbaikan itu juga harus wise, karena biasanya masalahnya itu adalah komunikasi. Tim teknis itu bicara terlalu teknis, padahal yang diajak bicara adalah tim manajemen yang tidak terlalu fokus pada masalah teknis, lebih banyak dia bermain di area non teknis, jadi di situ perlu juga keahlian berkomunikasi untuk mengkonversikan hal-hal teknis yang mungkin itu rumit, banyak hitungannya segala macam itu menjadi sederhana, simple tapi tidak mengurangi esensi apa yang menjadi keresahan yang harusnya bisa dirasakan juga oleh manajemen.
3. Pertanyaan dari Bapak Abdul
Dari beberapa uraian dalam manajemen tadi termasuk pada tayangan video tadi, sejauh mana peranan atau masuk di bagian manakah sistem manajemen SMK3? Terkadang standar dari harga penawaran ditekan untuk berkompetisi dengan harga lain di beberapa penyedia jasa dan saya lihat ada cost control management safety yang jadi abai atau minim, ini penting dalam produktivitas usaha.
Jawaban dari Nara Sumber: Jawabannya sama seperti prinsip yang tadi sudah saya sampaikan bahwa banyak biaya yang berkaitan dengan program preventif sehingga press hold dan rework itu bisa mengecil. Jadi apakah betul safety itu mahal? Jawabannya adalah sebetulnya esensi safety itu tidak mahal, safety itu adanya di dalam pikiran kita dimulai dari situ. Apakah menata pikiran itu mahal? Tentu tidak. Sistem itu adalah hilirnya dari konsekuensi pekerjaan yang sedang dihadapi tapi berawal lagi dari mentalitas pikiran juga, jadi bahwa dibutuhkan alat safety yang mahal itu adalah konsekuensi dari level bahaya sebuah pekerjaan. Yang membuat mahal itu adalah justru ketika level pekerjaan itu sulit dan membutuhkan alat - alat safety yang proper, tetapi dia tidak diadakan sebagaimana seharusnya sehingga muncul biaya yang jauh lebih besar, itu membuat kerugian dan bahkan penilaian yang sudah tidak bisa lagi membuat bisnis itu dikembangkan lebih lanjut, jauh lebih mahal sehingga kalau sudah melihat itu maka mengadakan alat safety, sistem safety yang relatif ada cost-nya itu jauh lebih murah dan memang logisnya dia harus proper, dan harus ada sebagai syarat awal, syarat utama untuk membuat sebuah aktivitas itu berjalan.
4. Pertanyaan dari Bapak Daniel
Ada sedikit pertanyaan tentang tadi cost dan quality, nanti dihubungkan dengan schedule dan terkadang ada dilematis sebagai eksekutor artinya pelaksana project. Pada saat harus dilakukan sebuah pelaksanaan QC misalnya begitu tapi kemudian dibatasi oleh schedule artinya timbulah sebuah resiko yang tadi, mungkin tindakan preventifnya menjadi sangat kurang sekali. Ini menjadi sebuah dilema bagi kita artinya dari QC, saya pernah di project seperti itu, harusnya dilakukan lebih detail tetapi dibatasi oleh waktu akhirnya harus mengurangi intensitas pemeriksaan QC itu menjadi kurang. Bagaimana menurut Pak Radian kita menanggulangi hal - hal seperti ini?
Jawaban dari Nara Sumber: Kondisi itu biasanya terjadi ketika proyek sudah dalam perjalanan eksekusi dan sudah ada di hilir karena QC itu biasanya mengecek hasil kerja, artinya sudah kerja lebih dulu selesai kemudian baru di inspect, itu ada di tengah perjalanan atau di hilir maka itu sudah sangat terlambat. Ketika ada adu otot antara mana yang lebih penting, schedule atau quality tapi itu ada di hilir itu sudah terlambat dan sebuah aktivitas yang biasanya itu dilakukan oleh para pelaksana yang sebetulnya tidak punya lagi kekuatan untuk komplain ke atas dan juga sudah tidak bisa apa-apa lagi, biasanya seperti itu. Karena akhirnya pilihan mana yang mau didahulukan, schedule atau hasil infeksi yang harus membuat rework pekerjaan dan itu membuat delay. Tapi kembali itulah yang terjadi di contoh kasus challenger yang tadi ketika ada penekanan bahwa ini harus launching, karena sudah delay berulang-ulang maka sekarang tidak boleh ditunda lagi, di sisi lain ada warning, ini bahaya sekali suhu udara sudah dingin. Itu masalah pilihan apakah mau mementingkan suara dari engineer atau suara dari tekanan top management, akhirnya yang adalah ranah itu yang harus dipenuhi. Cara yang lebih smart untuk mengatasi masalah tadi atau keluhan tadi, itu bukan di fase hilir ketika masalah itu sudah dihadapi di depan mata, kalau di depan mata itu sudah adu argumentasi, adu otot dan adu kekuatan, kekuasaan untuk menjadi pemenang tetapi efeknya nanti rasakan sendiri. Kalau yang menang adalah schedule maka kualitas yang diabaikan tentu ada efeknya juga nanti, itu sudah sangat terlambat. Yang lebih smart itu adalah kembali lagi pada konsep tadi, quality itu harus dirajut jauh-jauh hari sebelum aktivitas itu dilaksanakan dan perajutan itu berawal dari mindset yang bening tentang quality dan itu ditularkan kepada banyak pihak, dan banyak pihak itu setuju, sepakat juga komitment terhadap mindset yang seperti itu. Ketika itu bisa terjadi maka keluhan tadi tidak akan terjadi, yang ada adalah bagaimana tim itu dari awal, katakanlah menata schedule bersamaan dengan menata sistem untuk memastikan bahwa level kualitas dari setiap sub produk itu memadai, kalaupun mau memastikan, inspeksi itu tidak terlalu harus banyak, di titik yang kritis saja tidak perlu 100%, cukup memakai sampel karena yakin bahwa cara bekerjanya sudah tertata nantinya kemudian waktunya juga sudah dicek terhadap schedule, dan orang-orangnya sudah dipastikan juga nanti kalau dilepas dia akan bekerja dengan sempurna, karena sudah di planning, sudah diberi pemahaman yang betul-betul mendalam dan juga dilatih dulu sebelum bergerak. Tapi kalau keluhan tadi muncul di hilir itu sudah terlambat, jawabannya adalah pilih saja yang lebih kuat untuk membuat keputusan kemudian rasakan impactnya.
5. Pertanyaan dari Bapak Daniel
Terkait dengan masalah kualitas juga, mungkin Pak Radian mempunyai best practice saat ini masalah quality di dalam implementasinya bisa dikaitkan dengan project. Terkait dengan quality ini ada yang berpendapat seperti ini, apabila kita mengerjakan sesuatu katakanlah produk tanpa pernah ada komplain itulah quality, tapi ada juga yang menyatakan bahwa kalau ada produk yang setiap waktu ada komplain maka semakin hari semakin bagus. Mana kira-kira best practice yang harus kita cek? Karena menurut saya di PDCA itu tentunya kalau kita kaitkan dengan project, biasanya pasti ada dalam planning itu tiap-tiap project itu memiliki karakteristik masing-masing dan memiliki keunikan masing-masing, tentunya tidak semua bisa diterapkan di dalam project itu, jurus yang satu di project yang lain dengan jurus yang sama. Kira - kira dengan kondisi yang tadi, PDCA ini berjalan terus harus ada perbaikan-perbaikan, kita mengarah ke porsi yang kedua tadi, kalau ada terjadi sesuatu artinya diperbaiki menjadi continuous improvement. Tetapi ada yang bilang kalau PDCA-nya terjadi crash terus artinya planningnya tidak bagus. Kira-kira ada best practice yang paling ampuh tidak untuk menjalankan hal-hal seperti ini?
Jawaban dari Nara Sumber: Ada yang namanya continual improvement, bergerak itu pelan-pelan makin lama makin bagus dan makin sempurna. Ada yang namanya lompatan-lompatan berdasarkan kreativitas yang itu breakthrough, jadi dia tidak bergerak pelan-pelan tetapi betul-betul melompat karena adanya misalnya teknologi baru, karena adanya temuan baru yang hubungannya dengan membuka bisnis baru untuk produk yang mungkin sama. Itulah yang menyebabkan kita mengenal HP-HP modern yang sekarang ini dibandingkan dengan zaman dulu ketika HP baru awal muncul misalnya seperti itu sebagai satu contoh produk hasil teknologi. Dua - duanya akan dibutuhkan mau yang pelan-pelan ataupun yang lompat-lompat dan selama perjalanan saya bekerja itu, biasanya tidak pernah ada yang namanya produk sempurna dan tidak pernah ada lagi masalah, kemudian itu jadi benda yang statis, selalu ada saja yang di improve besar ataupun kecil dan itulah yang namanya kehidupan di masa sekarang ini. Selalu ada celah untuk melakukan improvement, sehingga prinsip PDCA itu berlaku terus maka saya yakini yang benar itu adalah selalu ada dokumen yang mengevaluasi tentang plus dan minusnya, jadi bukan hanya minus saja tetapi plus juga harus dievaluasi. Plus dan minusnya sebuah hasil kerja, kemudian tindak lanjut untuk membukukan atau menstandarkan hal-hal yang bagus supaya di copy ke tempat-tempat yang lebih luas, kemudian mencarikan jalan yang ampuh untuk meminimalkan kondisi yang negatif.
Profil InstrukturIr. Radian Z. Hosen, MEM, IPU
Principal of Project Management PT. Rekayasa Industri
Deskripsi Pemateri:
Pendidikan
Chemical Engineering, ITB, 1987
Engineering Management, University of Technology, Sydney, 1998
Sertifikasi
Insinyur Profesional Utama (2020)
Project Management Professional (2003)
ASEAN Engineer Registered (2003)
Pekerjaan
Corporate Manager
Principal of Project Management
EVP Operation
Chairman of Commissioners of PT Yasa Industri Nusantara
Chairman of Commissioners of PT Recon Sarana Utama
SVP Project Management
SVP Corp Strategy, Secretary, Technology
SVP Corporate & Technology Development
VP Mineral, Environment, Infrastructure
VP Project Services
Chairman of Commissioners of PT Rekayasa Engineering
Project & Engineering Manager
PLTU Tonasa
Bontang Ammonium Nitrate
Coal gasification development
Ammonia & Urea Kujang 1B
Badak Train I proposal
Ammonia & Urea PIM 2
ARBNI Pagerungan Refrigeration
Process Systems Engineer
HAZOP Specialist for Melamine Interface & Lahendong
Kaltim 1 Optimalization
Urea Pusri 1B
ASEAN Bintulu Fertilizer Optimalization
Huffco Badak Trunklines
AAF Optimalization