[Tanya Jawab] Project Risk Management (2023)
1. Pertanyaan dari Bapak Asep
Nilai 0,4 dan 0,5 itu darimana ya Pak?
Jawaban dari Nara Sumber: Perkalian dari probability dan Impact, jadi kita lihat yang paling kiri itu adalah probability medium 0,5 misalnya, yang bawah Impact 0,1, 0,1 dikalikan 0,5 hasilnya adalah 0,05, ini adalah nilai risiko. 0,5 adalah probability, 0,1 adalah Impact, Ini semua adalah permainan matematika, cara kita untuk melihat risiko itu lebih terukur. Kalau kita membuat matriksnya 5 x 5 tapi hanya 3 x 3 boleh tidak? Boleh saja. Kalau ini dibagi 5 dan kotaknya diberi judul low very low dan sebagainya.
2. Pertanyaan dari Bapak Amir Purnama Jaya
1. Dalam kolom 2 tadi RBS, yang disampaikan apakah suatu ketetapan ataukah dinamis sesuai kebutuhan dari user?
2. Pada kapan selera risiko tersebut masuk ke dalam SOW siapa ya? Dari PM atau stakeholder?
Jawaban dari Nara Sumber:
1. Bawa RBS itu seperti tadi itu hanya contoh, jadi dalam dunia sesungguhnya RBS itu didefinisikan dalam organisasi perusahaan yang memiliki aturan main tertentu sesuai dengan kesepakatan dan kebutuhan itu sendiri. Jadi tidak harus RBS itu seperti yang tadi, itu hanya salah satu contoh untuk bagaimana RBS itu dibentuk. Tapi bisa saja RBS itu betul-betul murni, karena RBS itu kelompok utamanya misalnya proyek parit, level satunya adalah proyek parit, baik level 2-nya ada 7 paket yang disebutkan mulai dari marking segala macam. Bisa saja RBS itu dibuat berdasarkan WBS-nya, jadi RBS di kolom 2 itu adalah marking, kemudian gali, kemudian buang tanah, pasang case, dan sebagainya itu begitu, kolom 3-nya lebih lanjut. Karena kebutuhannya perusahaan pembuat parit itu hanya itu saja, tidak ada yang lain misalkan begitu. Dalam gali tanah misalnya di kolom 3 nya itu mulai keluar risiko teknis, risiko material, risiko di luar manajerial, itu baru muncul masalahnya bisa seperti itu cara membuat RBS, jadi itu kembali tergantung kebutuhan perusahaan masing-masing.
2. Risiko proyek itu sangat diatur oleh kebutuhan dan aturan main dalam perusahaan, selera itu sangat subjektif seperti kita punya selera terhadap jenis makanan beda-beda antara individu satu dengan yang lainnya, cabe yang saya bilang sudah pedas mungkin menurut orang lain masih medium belum terlalu pedas. Selera risiko pun sebetulnya sangat tergantung dalam aturan main dari perusahaan gimana perusahaan itu harus memanage bisnisnya dalam bentuk proyek yang spesifik, namun ujung-ujungnya siapapun juga yang punya proyek itu tidak mau proyeknya rugi, pasti harus untung. Biasanya selera risiko itu batasnya adalah proyeknya tidak boleh rugi.
3. Pertanyaan dari Bapak Haris
Kalau ini di angkakan seperti itu, kalau dari proyek belum tentu bisa selalu di angkakan. Maksudnya kalau di skalakan seperti ini, apa semua harus seperti itu untuk meminimalisasi resikonya itu?
Jawaban dari Nara Sumber: Tidak harus, tadi ada dua kelompok secara, kelompok yang sifatnya kualitatif itu tidak memakai angka, ada yang sifatnya kuantitatif memang pakai angka. Kalau tidak bisa diangkat Kan Pilihlah metode yang kualitatif yang sifatnya itu deskriptif, besar, sedang dan kecil dibandingkan antara satu bentuk yang besar dibandingkan dengan yang tidak besar. Ujung-ujungnya memang keluar juga angka tapi sifatnya bukan exact, jadi dia hanya mengangkakan sesuatu yang sifatnya deskriptif, itu namanya kualitatif.
4. Pertanyaan dari Bapak Mayer Beni
Bagaimana strategi antisipasi risiko unprediction, tindakan dari sisi tindakan biaya dan recovery?
Jawaban dari Nara Sumber: Jadi risiko itu memang sesuatu yang tidak pasti, tidak tahu ke depan seperti apa tapi ketidakmampuan kita untuk mengidentifikasi risiko itu bisa jadi karena kita memang kurang resource yang mumpuni untuk mendefinisikan risiko dan menggambarkannya, kemungkinan seperti itu atau bisa juga risiko itu adalah sesuatu yang sifatnya memang sebelumnya tidak pernah terjadi, tidak ada database kita, tidak ada database di dunia ini yang memperlihatkan bahwa ada hal yang bisa terjadi dan terjadi. Misalnya covid periode yang terjadi 2 tahun sejak 2019 akhir sampai 2021 akhir, itu tidak pernah ada yang namanya covid sebelumnya, lalu setelah copy itu terjadi banyak aktivitas bisnis project yang ter-impact secara negatif. Lalu bagaimana mungkin yang memiliki bisnis atau proyek sebelum covid itu tahu ada resiko covid ke depannya padahal belum pernah ada itu covid. Kalau itu kejadian rumusnya hanya satu, kita harus absorb, kita harus terus menerima itu dan gunakanlah semaksimal mungkin resource yang masih ada untuk meminimalkan kerugian, meminimalkan hal-hal yang sifatnya negatif. Itu kalau terjadi kita melakukan damage control, artinya kita sudah tahu damage tapi usahakan tetap bisa dikontrol supaya damage-nya tidak parah sekali, itu yang harus kita lakukan.
5. Pertanyaan dari Bapak Mayer Beni
Izin kenapa tadi ada pertanyaan seperti itu, saya sepakat sekali kasusnya covid adalah salah satu yang tidak pernah diprediksi. Tapi meskipun demikian sebenarnya di Indonesia sudah diberi warning covid 19 itu mulai tahun 2019 Desember sudah muncul, yang baru ditetapkan 2020 Maret. Artinya sebenarnya unprediction pun bisa diprediksi juga hanya terkadang yang jadi permasalahan di dunia industri kita kadang tidak mempersiapkan strateginya bagaimana. Jadi pertanyaannya dari segi tindakan kita apa hal-hal seperti ini baik dari biayanya maupun yang paling utama itu recoverynya kembali? Saya dengar ada sekarang banyak strategi hanya belum begitu memahami, salah satunya adalah shifting.
Jawaban dari Nara Sumber: Tergantung dari objektif, kalau pebisnis itu dia harus profit atau misalnya harus survive. Tujuannya adalah survive maka tidak akan tergantung pada 1 lain bisnis yang sudah eksis, kemudian dia harus bertahan di situ karena tujuannya adalah survive, atau tujuannya adalah profit. Maka dia akan selalu membandingkan dengan bisnis yang eksisting terhadap bisnis lain yang baru yang belum dia lakukan tapi mungkin memberikan potensi profit yang lebih baik, memberikan potensi omset yang lebih bagus ke depannya. Jadi kembali lagi apa yang menjadi objektifnya, itu adalah batas dari project-nya. Kemudian tentang covid, sudah ada di 2019 awal misalnya, nanti di akhir 2019 akan covid ada warningnya dulu. Tapi proyek itu tidak selalu ada pada saat periode itu, misalkan mulai pada 2016 warningnya saja belum ada, bisa jadi begitu. Kita warningnya belum ada dan covidnya belum terjadi, tidak ada yang tahu tentang covid, proyek sudah harus berjalan, durasinya sampai 2020 misalnya, waktu di ujung-ujung proyek covid muncul maka perencanaan di tahun 2018 untuk proyek yang seperti itu tidak bisa mendefinisikan. Tetapi ketika warning itu muncul di perjalanan, sangat dibuka kemungkinan bahwa manajemen risiko itu fleksibel untuk mengabsorb kemungkinan yang harus dihadapi ketika covid itu betul-betul kejadian. Ini dalam satu stepnya saat monitoring, itu daftar risiko yang sudah ada, itu tetap harus diperbarui berdasarkan real dari kondisi waktu ke waktu. Sehingga bisa jadi risiko yang sudah eksis itu pada saat eksekusi ternyata bisa terkontrol dengan baik dan mengecil sehingga setelah itu tidak perlu dikontrol lagi, tapi saat dia melakukan controlling itu, dia menemukan ada daftar nama risiko baru yang belum teridentifikasi maka itu adalah bagian dari cara untuk melakukan risk management untuk memunculkan daftar baru tersebut sebagai new risk. Kemudian dibuatkan lagi planning untuk program mitigasinya, sangat mungkin untuk proyek yang mulai dari tahun 2018 berakhir 2020, covid muncul di tengah-tengah, ketika di tengah-tengah itu ada warning tentang nanti akan ada covid, di saat itu tim proyek sudah harus mendeteksi info itu sebagai new risk, kemudian segera membuatkan planningnya. Bahwa risiko itu akhirnya bisa sampai membuat banyak resource yang sakit dan itu membutuhkan biaya pengobatan atau bahkan ada Resort yang diunggulkan untuk proyek akhirnya meninggal dunia, adalah bagian yang sudah bisa mulai dieksplore pada saat informasi tentang covid itu ada, yidak usah menunggu sampai sampai kejadian.
6. Pertanyaan dari Bapak Haris
Kalau seperti contoh yang tadi pekerjaan parit, berarti resiko itu ditanggung oleh konsumen? Proporsional pembagian antara perusahaan dengan user itu bagaimana ya?
Jawaban dari Nara Sumber: Biasanya ada namanya agreement atau kontrak yang disepakati bersama di awal sekali sebelum proyek itu berjalan, pihak konsumen memiliki pilihan untuk menerima atau tidak menerima tawaran dari pihak kontraktor atau penyedia jasa. Kalau menerima dan tanda tangan itu artinya ikuti, karena sudah ada di perjanjian. Kontraktor itu juga perlu pandai-pandai menyusun proposal struktur biaya yang memang harus dihadapi, kemudian justru kepiawaian kontraktor, pengalaman kontraktor untuk mengelola risiko dalam bisnis yang sudah biasa dia geluti itu dipertaruhkan di situ. Kalau dia memang piawai harusnya dia punya pengalaman yang banyak untuk mengelola risiko-risiko yang sering muncul berulang-ulang untuk jenis pekerjaan yang dihadapi, dengan pengalaman yang sudah banyak itu dia bisa tahu persis kontingensi untuk memitigasi risiko yang seperti itu, tidak perlu lebih dari angka tertentu, angka maksimalnya tertentu. Itu yang menyebabkan sebetulnya patut angka selling price yang affordable untuk dibayar oleh pembeli. Pembeli itu tinggal memilih mau memilih pemberi jasa yang sudah pengalaman tapi dia memasukkan kontingensi untuk risiko berdasarkan pengalaman si penjual jasa atau memilih penyedia jasa lain yang mungkin belum pengalaman, kalau belum pengalaman itu mungkin dia tidak memikirkan risiko yang sehebat yang sudah pengalaman, sehingga dia tidak menyimpan kontingensi yang besar-besar juga, tapi ketika dia dipilih dan menjalankan proyeknya di tengah jalan jadi problem dan akhirnya dia rugi, atau proyeknya jadi "mangkrak" karena tidak punya budget sehingga pembeli juga akhirnya terkena efek negatif karena proyeknya.
Profil InstrukturIr. Radian Z. Hosen, MEM, IPU
Principal of Project Management PT. Rekayasa Industri
Deskripsi Pemateri:
Pendidikan
Chemical Engineering, ITB, 1987
Engineering Management, University of Technology, Sydney, 1998
Sertifikasi
Insinyur Profesional Utama (2020)
Project Management Professional (2003)
ASEAN Engineer Registered (2003)
Pekerjaan
Corporate Manager
Principal of Project Management
EVP Operation
Chairman of Commissioners of PT Yasa Industri Nusantara
Chairman of Commissioners of PT Recon Sarana Utama
SVP Project Management
SVP Corp Strategy, Secretary, Technology
SVP Corporate & Technology Development
VP Mineral, Environment, Infrastructure
VP Project Services
Chairman of Commissioners of PT Rekayasa Engineering
Project & Engineering Manager
PLTU Tonasa
Bontang Ammonium Nitrate
Coal gasification development
Ammonia & Urea Kujang 1B
Badak Train I proposal
Ammonia & Urea PIM 2
ARBNI Pagerungan Refrigeration
Process Systems Engineer
HAZOP Specialist for Melamine Interface & Lahendong
Kaltim 1 Optimalization
Urea Pusri 1B
ASEAN Bintulu Fertilizer Optimalization
Huffco Badak Trunklines
AAF Optimalization