1. Pertanyaan dari Bapak Syihab
Bagaimana penerapan Manajemen Inventory di Industri Pangan secara umum atau Industri Perikanan secara khusus?
Jawaban: Apapun industrinya sebetulnya dilihat dulu apakah, kalau di teknis biasanya dilihat dulu apakah ini produk yang dihasilkan proses ini discrete atau continue, kalau saya kira di industri pangan yang membedakan itu adalah unitnya, tadi ada item ada unit juga kalau pangan misalnya beras, biasanya kita tidak akan menghitung jumlah utuh beras tapi menghitung satuan atau unit beras itu misalnya berapa per kilo atau ton, biasanya pakai ukuran ton. Maka nanti kalau beras itu tidak bergantung pada item lain, maka untuk perencanaan dia mengambil inventory Independent. Tapi kalau misalkan beras itu bergantung pada padi, kalau menghitungnya Berapa jumlah padi yang harus ditanam atau berapa produksi padi yang dihasilkan itu bergantung, , karena jumlah beras nanti bergantung pada jumlah padi yang ditanam, tapi harus diperhatikan unitnya. Bagaimana antara unit beras dengan unit padi, nanti unit padi dikonversi menjadi berapa hektar sawah yang harus ditanami padi itu, jadi konversinya antara luas lahan sawah menghasilkan berapa ton atau berapa kilo tahu berapa kwintal, di koplingnya di situ, itu untuk beras kalau yang lain misalkan selama karakteristiknya seperti beras dan padi Saya kira manajemennya akan sama, hanya saja kebijakan-kebijakan yang menyertai tantangan Inventory itu perlu diperhatikan misalkan tadi apa yang dikatakan Pak Faisal kelangkaan bahan baku. Dahulu pernah terjadi kelangkaan kedelai, Apakah benar kedelai kita itu langka gara-gara memang tidak ada petani atau hasil dari pertanian kedelainya tidak mencukupi sampai harus impor dari Amerika, waktu itu Kejadian beberapa tahun lalu Apakah produksi kedelai yang ditanam oleh petani kita kurang, Nah itu tambahan kebijakan lain yang bisa mempengaruhi berapa stok atau Inventory untuk pangan kedelai demikian juga gandum. Jadi jelas iklim di negara kita tidak terlalu cocok untuk gandum tapi mau tidak mau harus diusahakan, nanti akan dilihat berapa yang harus dibeli dari luar, nah berapa yang bisa ditanam sendiri, itu artinya berapa yang harus di purchase, berapa yang harus diproduksi sendiri WO dengan POnya work order dengan purchase order, nanti itu baru dikonversi menjadi berapa luas tanah untuk menanam padi dan menanam gandum berapa nanti yang harus diimpor itu secara gampang mencari inventorynya. Itu dalam hal prakteknya tentu ada kebijakan yang lain, misalkan jatah untuk daerah sini harus menanam apa, kalau ada bisa mempengaruhi dalam Inventory.
2. Pertanyaan dari Bapak Fitrah
Bagaimana model inventori pada perusahaan jasa? Di mana barang yang disimpan berbentuk sparepart untuk keperluan Maintenance.
Jawaban: Khusus untuk barang yang sparepart dalam klasifikasi barang MRO atau maintenance repair and Operation, inventory yang sudah diberikan tadi bisa digunakan tetapi Inventory MRO itu ada tambahan variabelnya yaitu tentang umur pakai barang dan laju kerusakan, itu ada teknik khusus, tambahannya adalah mengenai faktor ke andalannya dan laju kerusakan dari spare part itu, nanti melibatkan model maintenance untuk menentukan jumlah Q, jadi model ini tidak hanya sebatas Berapa biaya simpan dan Berapa biaya pesan yang tidak, tapi harus memperhatikan usia karena tergantung dari waktu, lead time dan sebagainya. Waktu dipengaruhi juga oleh faktor atau variabel tentang laju kerusakan pakai sparepart, itu khusus di MRO. Khusus untuk barang-barang model seperti ini ada tambahan variabel untuk memperhitungkannya, maintenance utama, laju kerusakan, ke andalan, dan umurnya itu harus dibutuhkan modalnya aman di situ. Untuk seperti itu harus di dalami dulu tentang realibility dan maintenance, kemudian model itu sudah ada beberapa model untuk MRO tinggal dipakai atau mengembangkan sendiri boleh sesuai dengan kasusnya.
3. Pertanyaan dari Ibu Laila
1) Bagaimana cara menentukan Order Quantity yang paling ekonomis dan berapa kali order dalam periode waktu tertentu untuk industri dengan sistem produksi Engineering to Order?
2) Cara menentukan Setup atau Holding Cost per unit?
Jawaban: Saya uraikan satu-satu, setup itu ordering cost, holding cost itu sama dengan Carrying, set up itu ongkos simpan. Sudahsaya sampaikan elemen-elemennya bisa dilihat dari tayangan tadi. Saya tekankan holding cost ini biasanya dengan penggantinya, substitusi dengan tingkat suku bunga Bank Indonesia. Seakan seperti ini, kalau barang-barang itu disimpan atau barang itu akan digunakan, itu akan menghasilkan produktivitas yang kira-kira setara, jadi bisa lakukan pendekatan holding cost atau carrying cost dengan suku bunga bank.
Engineering to order itu harus didesain terlebih dahulu, dari mulai desain sampai dengan nanti prototype, sampai juga nanti penyediaan material dan produksi. Di sini harus dibagi dulu, sebetulnya engineering to order itu ada yang bisa di forecast dulu, atau demand apa yang bisa ditentukan dulu. Order memang tergantung dari order yang akan diatur meskipun order yang datang itu bisa di forecast bisa tidak, tetapi pada engineering to order itu ada yang sudah bisa dibuat stok. Misalkan Raw material standar, contoh yang paling mudah misalnya penjahit, model pakaian yang akan datang itu nanti tinggal tunggu dari customer, model dan desain seperti apa tinggal tunggu tetapi ada stok yang bisa langsung ada, misalnya benang untuk menjahitnya itu sudah bisa di stok bisa berdasarkan forecasting, data order yang sebelum-sebelumnya terutama kalau dia musiman, contohnya baju seragam itu order bisa akan diprediksi, misalnya bulan Mei Juni rame sekali untuk pesanan order baju seragam. Memang order pada saat itu belum ada atau riil, tetapi stok benang sudah bisa ditentukan, bisa dengan independensinya dulu yaitu demandnya berapa dari forecast-nya, forecast order yang telah ada sebelumnya. Apakah semua harus menunggu order? Tidak, raw material standar itu bisa di stok, tidak perlu menunggu make to order. Dalam engineering to order itu tidak semuanya by itu order atau tidak harus semuanya didesain dengan by order, tapi ada beberapa item atau part yang bisa dibuat make to stock dahulu, entah itu dengan dependen atau independen, kalau dependen itu part-part yang menunggu order oke, tapi yang independen itu bisa dilakukan dahulu.
4. Pertanyaan dari Bapak Sabdoko Ramadhan
Permasalahan apa yang sering terjadi di suatu perusahaan terkait dengan Perencanaan dan Pengendalian Inventory? Serta bagaimana cara untuk mengatasi suatu permasalan tersebut?
Jawaban: Kasus yang sederhana dan sering terjadi. Contoh di pasar swalayan, mengapa perlu stock opname, fungsinya apa, antara data di inventory-nya dengan real barang yang ada di gerai. Jadi sinkronisasi antara catatan inventory-nya dengan real barang yang ada, hampir di seluruh perusahaan itu mengalami hal itu termasuk di perusahaan farmasi. Jadi konsistensi antara yang dicatat dengan real barang yang ada. Stock opname itu sebenarnya reaktif, jadi kita menunggu dulu beberapa lama baru produksi berhenti, kalau dipandang bahwa itu adalah cara untuk menanggulangi masalah ya boleh, tapi sebenarnya boros waktu atau kegiatan produktif hilang, seharusnya mendapat revenue tetapi tidak. Mungkin cara yang lebih baik itu adalah dengan seperti di 5S, selalu melakukan pengecekan teratur mungkin setiap hari, closing setiap minggu, cocokan terus-menerus antara catatan dengan Real barang yang ada, sehingga tidak perlu harus melakukan stock opname beberapa hari. Di samping kalau mungkin sudah terautomasi artinya dengan sistem, konsistennya terhadap sistem itu. Mengubah ke pencatatan itu kadang kita tidak konsisten atau tekun antara barang real yang ada dengan catatan di sistem itu kadang tidak bisa konsisten dilakukan secara rutin, meskipun sudah dipantau dengan berbagai macam teknologi seperti RFID, barcode, atau scan QR Code tetapi masih juga ada deviasi di sana. Pengendalian dan preventif untuk masa-masa ini harus dilakukan, perusahaan bisa mempunyai kasus yang berbeda, cara penanggulangan yang berbeda, kalau ada terus-menerus konsisten untuk pencatatan, pengecekan pencatatan dengan Real inventory yang ada saya kira itu salah satu cara yang bisa dilakukan.
5. Pertanyaan dari Bapak Ibrahim Fauzul
Mengenai Re-Order Point, apakah pada penentuan Re-Order Point membutuhkan pertimbangan Safety Stock? Dan apakah ada rumus lain untuk menentukan Re-Order Point dan Safety Stock ?
Jawaban: Ada. Kalau secara teoritis ada dengan distribusi normal, nanti bisa menentukan berapa safety stoknya, tetapi ada juga rumus praktis dengan menggunakan tabel yaitu service level, nanti ada faktor service level atau faktor pengaman sebagai pengali terhadap variasi demand terhadap suatu item. Reorder point juga, tergantung dari model yang dipakai, kalau nanti memakai model probabilitas juga berbeda, lead time-nya juga bisa probabilistik. Yang bisa saya sampaikan di sini adalah rumus-rumus dasar atau formulasi dasar yang ideal untuk memperlihatkan bagaimana perbedaan independen dan dependen.
6. Pertanyaan dari Bapak Gunawan
Penyesuaian apa saja yang harus dilakukan terhadap Model dan Formula Inventory yang dijelaskan hari ini? Mengingat, dinamika kehidupan yang begitu bergejolak akibat wabah, bencana, konflik, perang, dan sejenisnya. Ada contoh-contoh real terkaitnya yang bisa dishare?
Jawaban: Banyak. Misalnya pandemi kemarin apakah bisa diprediksi, vaksin yang bisa disediakan sulit sekali, kejadian yang begitu emergency dan juga sporadis, menentukan lead time untuk replanistment itu sulit, pasokan vaksin untuk pandemi, lead time untuk replaynya sulit karena dunia membutuhkan itu.
7. Pertanyaan dari Bapak Gunawan
Skala bisnis dan jenis-jenis usaha apa saja yang sangat memerlukan Model dan Formula Inventory serta Order yang dijelaskan hari ini? Asumsi-asumsi atau variabel apa saja yang belum inklusif dalam Pemodelan dan Formula Inventory yang dijelaskan? Apakah akibat atau implikasi yang dapat timbul dengan diterapkan asumsi-asumsi tersebut atau ada hal-hal risiko yang belum diperhitungkan dalam Pemodelan ini?
Jawaban: Tadi ada tabel dalam presentasi tadi yaitu jenis-jenis Industri atau perusahaan bentuk inventory nya apa. Jenis perusahaannya Apakah itu retail, distributor, manufaktur atau jasa. Kalau permintaannya itu pasti, misalnya sembako itu saya kira sudah tidak perlu memakai model inventory lagi karena sudah pasti permintaannya, tinggal pakai berapa order yang biasanya ada. Jadi semakin permintaan itu pasti, kemudian ada semacam inventory itu tidak perlu karena habis waktu. Tapi untuk melihat keakurasian, kemudian ada beberapa juga anomali atau variabel yang harus dipertimbangkan yang tidak selalu bisa terjadi, apalagi permintaan tidak pasti atau probabilistik. Model-model semacam ini bisa dipertimbangkan, apa saja inventory yang diperlukan pada suatu jenis perusahaan tertentu, semakin permintaan itu pasti sehingga model inventory yang rumit tidak perlu karena kalau sudah pasti, model seperti ini karena ada ketidakpastian sebetulnya, ada probabilitas tertentu sehingga diadakan permodelan, karena untuk mendekati yang konkrit. Kalau kejadian konkrit sudah bisa kita tentukan tidak perlu model seperti ini.
Profil InstrukturIr. B. Laksito Purnomo, S.T., M.Sc, IPM, ASEAN Eng, CSCA, CSCM
Dosen Teknik Industri Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Deskripsi Pemateri:
Pendidikan
• Sarjana Teknik Industri– S.T. ITB (1998)
• Master Manufacturing Management – M.Sc. University of Bradford, England, UK (2014)
• Insinyur – PSPPI ITB (2021)
Pekerjaan
Staf Pengajar, Departemen Teknik Industri, Universitas Atma Jaya Yogyakarta (2000 s.d. skrg)
Sertfikasi
• IPM dan Asean Eng. [PII]
• Certified Supply Chain Analyst [CSCA] – ISCEA
• Certified Supply Chain Manager CSCM – ISCEA
Organisasi:
• Institute of Industrial and System Engineering [IISE]
• Persatuan Insinyur Indonesia [PII]
• Perhimpunan Ergonomi Indonesia [PEI]
Pengalaman Proyek
• Pengadaan Barang & Jasa Pemerintah for Any Indonesian Local Government Agencies
• Owner Estimate/HPS for Petrokimia Company, PJB Rembang
• Purchasing-Procurement Management for Bank Rakyat Indonesia, Panti Nugroho Hospital Yogyakarta
• Suply Chain Management for PT Pupuk Sriwijaya Company, PBJ Muara Karang
Dll.