1. Pertanyaan dari Bapak Wahyu Eko Purnomo
Terkait fondasi tiang, untuk 1 pengujian tiang kompositnya seperti apa?
Jawaban: Saya belum mengetahui secara pasti. Kalau tiang secara logika, kalau uji statis itu harus. Uji statis itu menurut saya baik itu tiang komposit atau tiang bor atau tiang driven pile, kalau untuk uji tiang tetap harus di tiang. Dalam real uji statis itu akan sama jadi tidak ada bedanya, bedanya untuk uji kesolidan integrasi tiangnya. Apakah ada masalah atau tidak, selama ini menggunakan PIT, kalau PIT cenderung untuk tiang konkrit. Kalau untuk komposit Terus terang saya belum tahu, saya belum baca-baca juga di dalam peraturan apakah ada pengujian itu.
2. Pertanyaan dari Bapak Johannes Tatang
Bagaimana untuk mitigasi risiko tiang pancang pile seperti tampilan slide terakhir? Apakah ada aplikasi atau software untuk mendeteksi dan menganalisa tiang pancang kropos atau konkrit tidak penuh?
Jawaban: Pilenya tiang pancang seperti tadi di slide itu lebih banyak karena desain atau orderan tiang pancangnya sendiri harusnya sepenuh panjang itu masuk tetapi cuma sedikit karena salah menginterpretasikan tanah, itu bisa diakali dengan melakukan introduction pile. Ada beberapa pile yang dipancang duluan untuk mengkonfirmasi. Jadi sebelum schedule pancang secara normal semuanya jadi ada beberapa tiang yang disebut indication indikator pile. Jadi pile indikator yang untuk pile itu dipancang di titik-titik yang jadi titik fondasi tersebut, tapi itu untuk mengetahui indikasi bahwa kedalaman tiang itu seperti yang di desain atau tidak. Jadi indikator pile itu untuk menghindari kegagalan yang terlalu banyak tiang yang nongol. Kalau untuk pilenya seperti kropos, saya cenderung lebih ke pengawasan, mitigasinya itu beneran dari pengawasan. Terutama dalam hal kalau tiang bor pemadatan beton. Kalau di pabrik bisa diawasi secara QA, QCnya itu quality control itu jelas, bahkan untuk mereka yang sudah memiliki ISO. Kalau di bawah kita harus bisa menerapkan seperti itu setidaknya mirip. Artinya pengecorannya diawasi dengan benar, juga pemadatannya. Cara mudahnya dengan dimonitor dengan ukuran volumenya berapa yang harus di cor, bandingkan dengan cor yang sudah terjadi kalau tidak sesuai dengan kubikasinya berarti itu ada sesuatu yang salah.
Kalau software ini menyangkut pelaksanaan di lapangan, software tidak terlalu berhubungan. Paling yang bisa dilakukan sebelum pada saat-saat tertentu ada sekuen di mana tiang-tiang yang baru dicor dan sudah memenuhi setting langsung dites di IT jadi akan ketahuan. Hasilnya PIT bandingkan kemudian kita lakukan mitigasi setelah itu. Misalnya terjadi kropos, nanti harus lebih fokus lagi di dalam pengecoran di dalam pemadatan.
3. Pertanyaan dari Bapak Muhammad Oktavianto
Dasar-dasar apa saja yang menentukan fondasi tiang dan juga jenis pile cap yang digunakan untuk pondasi pile cap biasa dengan raff?
Jawaban: Kalau raff foundation itu tanpa pile jadi benar-benar menumpu di dalam plat beton itu murni karena tidak membutuhkan plat, artinya fondasi itu murni sebagai pondasi plat. Kembali lagi geotech engineer yang berperan. Saya kerja di Hongkong tanah itu batuan, jadi benar benar dia menggunakan fondasi raff. Jadi fondasinya itu tidak dalam bentuk tiang tetapi dalam bentuk tebal plat beton. Di Indonesia menurut saya tidak ada, di Indonesia yang disebut raff biasanya adalah semacam pile cap besar yang menyatukan ke beberapa tiang. Kondisi apa yang membuat pile cap bisa dikatakan sebagai fondasi raff yang begitu luas? Itu tergantung dari pemilihan tiang sendiri. Kalau pemilihan tiang sehingga jumlah tiangnya banyak dan ketika dikonfigurasikan memakan lahan yang banyak sehingga pondasi dari kolom-kolom bersebelahan itu terlalu dekat, itu menurut saya lebih bagus dijadikan raff semua. Tetapi kalau tiang yang dipilihnya cukup tinggi daya dukungnya sehingga bisa di buat konfigurasi yang simple dengan luasan yang tidak terlalu banyak, itu buat saja Individual tidak di raffkan. Karena ujung-ujungnya itu ke cost, volume beton, dll, dan ada pengaruh satu dengan yang lainnya juga. Kalau menurut saya itu faktor utama pemilihan pondasi dan kemampuan daya dukungnya berapa, dan konfigurasinya. Kalau konfigurasinya terlalu berdekatan dijadikan satu, judgement structure Engineer dan technical engineer harus berhubungan, jadi kita lebih enak ke dalam hasil diskusinya.
4. Pertanyaan dari Bapak Jonathan Chandra
Tadi dibicarakan mengenai gaya yang lebih besar, lalu menghitung gaya-gaya yang besar itu yang harus ditahan oleh bangunan bawah itu bagaimana?
Jawaban: Jadi untuk fondasi itu harus dipertimbangkan semua gaya, jadi pada saat struktur atas itu semua loud kombinasi itu ada sesuai dengan peraturan di Indonesia. Mulai dari loud kombinasi besar dan gempa kuat itu semua ada loud loud kombinasinya. Semua itu harus diperhitungkan di dalam pendesainan fondasi struktur bawah juga itu harus dipertimbangkan. Jadi tidak hanya Kombinasi yang normal termasuk kombinasi gempa besar, kombinasi untuk gempa besar itu di peraturan juga ada. Misalnya untuk kombinasi gempa besar itu harus diperhitungkan terhadap daya dukung dengan memberikan allowable misalnya dispasementnya berapa.
Semua kombinasi gaya gempa itu diperhitungkannya normal. Gaya gempa itu kebanyakannya selain jadi gaya vertikal Adapun gaya horizontal, dominannya di gaya horizontal. Itu harus dipertimbangkan ultimate pilenya, daya dukung ultimatenya tiang itu berapa yang lateral dibandingkan dengan ultimatenya beban gempa. ultimate beban gempa itu pun dibagi ada beban gempa yang besar dalam artian periode pulangnya sekian puluh tahun otomatis si responnya juga tidak sama dengan periode ulang yang biasa. Jadi ada beberapa desain loudnya, ada desain load yang normal, ada desain load yang gempa kuat nanti responnya akan berbeda.
5. Pertanyaan dari Bapak Saripudin Daeng
Jadi ada kasus di mana dalam pengetesan pilenya ada beberapa pile yang tidak memenuhi, jadi alternatif apa yang harus diambil, sedangkan sebagian pilenya lainnya sudah di pile cap?
Jawaban: Itu terus terang pening, itu skill seorang engineer yang berpengalaman dan terutama diskusi dengan para senior itu dibutuhkan. Saya tidak bisa menjawab secara lebih spesifik tapi biasanya kalau misalnya kegagalannya itu dalam artian beban rencananya misalnya 100 ton dan failed hanya bisa menerima 75 ton. 75 ton diterima lalu kita kembali lagi ke analisa, misalnya analisa pile cap atau distribusi beban di pile kita analisa. Kalau perlu kita tambah tiang di sebelahnya atau dikonfigurasi itu untuk menambal kekurangan kalau bisa. Kalau tidak bisa kita harus identifikasi sejauh mana failednya, misalnya tiangnya patah artinya harus ada mitigasi kalau itu harus dianggap tidak ada tiang bisa atau tidak kita buat tiang yang di sebelahnya, masalahnya sudah dicor itu adalah salah satu hal yang rumit menurut saya. Kalau masalahnya sudah dicor lalu ketahuan seperti itu artinya something wrong dalam pelaksanaan, artinya Kenapa harus dicor dulu harusnya di sekuen konstruksi itu jelas, harus ditunggu sebelum cor pile cap, sebelum PIT atau hasil tes muncul. Kalau sudah seperti itu ujung-ujungnya akan saling salah menyalahkan. Tetapi menurut saya apapun itu, kita sebagai engineer harus berbaik sangka dan membackup dengan "kita coba bantu untuk menganalisa" misalnya menambah tiang tetapi di angkur ke pile cap yang sudah ada. Next time itu bisa jadi variasi atau kerjaan tambah untuk client karena bukan kesalahan kita.
6. Pertanyaan dari Bapak Enday Yudarsyah
Ada studi kasus bangunan Saya bangun 4 lantai namun setelah 3 tahun ada struktur tengah yang turun sekitar 10 cm. Apa penyebabnya ya? Dan apa yang harus saya lakukan? Sedangkan untuk konstruksi Menurut kami sudah sesuai dengan analisa struktur yang disarankan. Dan sekeliling bagunan saya itu daerah banjir.
Jawaban: Terus terang saya jawabnya tidak tahu, karena ini tidak bisa dijawab begitu saja harus melihat kondisinya. Struktur tengah yang turun itu apa, Apakah balok di lantai lantai atas, apakah balok di lantai atas kemudian di lantai bawahnya ada ngejeblos seperti pondasi turun itu bisa terjadi. Jadi kita tidak bisa langsung menjudge sesuatu harus lakukan sebuah kajian yang mendalam meskipun skalanya 4 lantai. Kalau misalnya bawahnya jeblos artinya bisa dilihat apakah dulu dalam membuat fondasinya itu benar atau tidak untuk 4 lantai. Atau mungkin misalnya 4 lantai tapi menggunakan fondasi biasa, bukan fondasi yang semi dalam, itu sudah kuat atau belum jadi banyak hal yang harus dipertimbangkan. Kalau misalnya terjadi turun 10 cm termasuk tinggi, itu bisa saja terjadi settlement, Jadi sebelum dipasang pondasi atau itu di daerah yang urugan, bisa terjadi.
Kalau ada suatu masalah itu harus dilihat dari berbagai faktor, adakalanya karena desain, atau karena pelaksanaan, jadi harus dipilah. Jadi kita tidak bisa memutuskan tanpa melihat ke lapangan. Bapak sebagai engineer mungkin harus dibiasakan juga challenge diri sendiri dengan datang ke lapangan mencoba untuk identifikasi, kerahkan semua imajinasi pemikiran ini kira-kira kenapa. Kalau misalnya turunnya hanya di bawah saja sampai lantai bawah berarti mungkin dari bawah, dari pondasi. Tetapi kalau cuma lantai atas saja mungkin ada sesuatu seperti kelebihan beban Atau lainnya. Jadi diIdentifikasi atau diurutkan saja.
Sebenarnya banjir Jangan dijadikan kambing hitam. Kalau menurut saya walaupun banjir pun harus dipertimbangkan dari awal, kecuali pada saat awal tidak memperhitungkan adanya banjir. Banjir itu kalau hanya banjir saja itu berarti muka air tanahnya penuh, itu dipertimbangkan atau tidak. Yang biasanya terjadi adalah terjadi penggerusan terhadap fondasi. Di bawah fondasi tanahnya mulai tergerus dan tanahnya menjadi yang sebelumnya tidak ketahuan di tes sampling penelitian tanah itu bisa terjadi.
7. Pertanyaan dari Bapak Feni Rumere
Bila kita bangun bangunan baru dan di tempat yang bekas bangunan lama yang fondasinya masih bagus kelihatannya, apakah kita pakai yang lama atau buat yang baru?
Jawaban: Kalau saya karena berdasarkan ilmu engineer atau ilmu pasti tidak bisa berdasarkan kepada kelihatannya masih bagus. Sebagai engineer itu kita harus didukung oleh data, suatu saat kalau kita berdasarkan kelihatannya bagus, suatu saat kalau bangunan itu didirikan di atas bangunan yang kelihatannya bagus dan suatu saat gagal kita yang akan kena. Kita engineer harus menggunakan engineering judgement, Berdasarkan pengalaman ada tahapan-tahapannya. Kita lakukan test, kita minta data-data pendesainannya, atau gambar kerjanya. Akan terlihat bahwa daya dukungnya sekian. Kalau test statis itu sulit, menggunakan PDA, dengan berbagai analisa bahwa ternyata daya dukungnya sekian masih sesuai dengan rencana, nanti akan ada judgement lagi bisa dipakai atau tidak. Lalu PIT agar integrasinya terlihat, bangunan yang baru Kalau menggunakan tiang pancang yang lama berarti bebannya akan berbeda. Sebenarnya bisa namun istilah saya itu dua kali kerja.
8. Pertanyaan dari Bapak Mutia Nisa
Apa suka duka menjadi engineer geoteknik?
Jawaban: Saya menyatakan diri bukan geotech engineer, saya adalah structural engineer. Saya melihat bahwa geotech engineer itu, saya ada beberapa senior geotechnical engineer yang saya respect. Sekarang senior geotechnical engineer itu sedikit, jadi beban kerja bapak-bapak yang giotech engineer itu cenderung lebih besar, itu kalau dari sisi umum. Tetapi kalau dari sisi geotech engineer, geotech engineer itu merasa terbebani karena di bawah tanah itu menjadi tanggung jawab kita. Karena kalau ada masalah ujung-ujungnya yang disalahkan. Jadi semua engineer itu pengalaman akan berpengaruh, komunikasi dengan senior itu berpengaruh banyak. Pengalaman saya waktu jadi engineer muda itu harus banyak bertanya dan siap mental kalau dikerjain oleh senior, karena kadang-kadang kalau dikerjai oleh senior itu sebetulnya pola penggemblengan kita agar kita lebih dewasa dan memikirkan berbagai alternatif dan saya di tempa oleh itu.
Pengalaman ke lapangan itu banyak sekali yang bisa didapat, mental juga digembleng
9. Pertanyaan dari Bapak Eko
Untuk mendesain strukturnya saja dari 0 lebih kurang 30 lantai, tim struktur biasanya butuh waktu berapa lama?
Jawaban: Semuanya itu tergantung, mendesain strukturnya dari 0 berapa lama, untung kompleksitasnya. Sebetulnya kalau desain bisa tidak terlalu lama, ada yang 2 sampai 3 bulan. Yang lama itu koordinasi dengan pihak yang lain, untuk gedung-gedung tinggi itu koordinasi dengan arsitek, koordinasi dengan konsultan mekanikal elektrikal plumbing, koordinasi dengan quantity surveyor,dll. Itu yang kadang memakan waktu karena bisa jadi desain mereka itu tidak seperti dari gambar yang kita terima dari awal, ada perkembangan, itu biasanya yang lama. Kadang-kadang perubahan dari arsitek di mana permintaan dari client datangnya di tengah-tengah. Kalau arsitek merubah menggeser saja kolom 1 M, pengaruh struktur itu banyak sekali, implikasinya lebih banyak. Misalnya dari Mechanical membutuhkan pipa sekian besar tiba-tiba berubah jadi lebih besar 2 kali lipat itu ke struktur akan berpengaruh. Jadi biasanya panjang durasinya itu tidak hanya karena mendesain strukturnya saja. Engineering bisa menyesuaikan, karena engineering itu can do everything.
Mengenai izin, ada tim ahli dimana desain kita itu harus disubmit untuk mendapatkan approval, itu kita tidak tahu berapa lama untuk prosesnya.
10. Pertanyaan dari Bapak Yuda Krakata
Lebih efektif mana dalam pengujian daya dukung axial sebuah pancang antara axial statik loud test dan bidirectional statik loud test? Bangunan atau kondisi apa saja yang perlu memakai bi-directional statik loud test dibanding axial statik loud test? Karena pengujian BDSL tes relatif lebih mahal, namun terkadang kontraktor dituntut untuk mengaplikasikannya. Apa bisa menggunakan ASL saja?
Jawaban: Refer saja ke peraturan, karena menurut saya di peraturan sudah dibahas mengenai itu. Setahu saya yang di peraturan itu yang axial stastik loud test saja, bi-directional Statik loud test belum banyak dibahas. Kalau misalnya itu ada permintaan, dan itu ada di dalam peraturan, kalau misalnya meragukan dan kita mau main challenge silahkan saja bisa banyak tanya ke institusi yang kompeten misalnya HAKI, tim di sana banyak yang terlibat dalam menerbitkan peraturan.
11. Pertanyaan dari Bapak Saripudin Daeng
Boleh kasih saran nama software geotech yang bagus untuk pemula dan tempat kursusnya untuk wilayah Jakarta.
Jawaban: Kalau boleh saran, kalau suka di Facebook coba lihat facebook-nya Pak Annin Hudaya, beliau suka mengobrol mengenai itu. Pa Annin ikut serta di dalam grup khusus mengenai komunitas struktur dan geotech, di sana teman-teman bisa mendapatkan informasi mengenai tempat kursus atau segala hal mengenai struktur dan geotech termasuk komunikasi langsung dengan para ahli ahli senior geotech.
12. Pertanyaan dari Bapak Semi
Setiap lokasi pembangunan fondasi struktur dan kondisi tanahnya berbeda-beda, jika pada daerah tertentu memiliki tanah yang sangat keras apakah pile masih perlu digunakan untuk fondasi atau bagaimana?
Jawaban: Fondasi itu banyak, jadi tidak harus berfokus ke dalam tiang dan tergantung gimana kondisi tanahnya. Tanah kerasnya itu seperti apa, jangan sampai bahwa tanah yang kita asumsikan keras padahal itu adalah lensa, Lensa itu adalah tanah kerasnya hanya tipis, di bawahnya Sebenarnya masih ada tanah lembek. Itulah pentingnya kita mendapatkan bowring, pengeboran tanah untuk mendapatkan sampel.
Kalau bangunannya tidak terlalu tinggi mungkin saja lensa tersebut sudah kuat untuk menahannya, Tetapi kalau bangunannya Itulah kenapa pada saat bowring itu sendiri, itu ada berapa meter kedalamannya itu harus kita yang menentukan karena itu tergantung keperluan. Kalau kasusnya seperti pengalaman saya di Hongkong karena itu batuan, memang tidak memerlukan tiang karena buat apa ada tiang dibor saja susah. Ujung-ujungnya dengan geotechnical engineering yang bekerja menganalisa. Ujung-ujungnya menggunakan footing biasa, jadi mad footing sekian meter ditaruh di atas batu.
13. Pertanyaan dari Bapak Eko Riyono
Bagaimana pendapat Pak Rifki tentang penggunaan bambu untuk struktur bawah yang dipakai di jalan tol Demak?
Jawaban: Kalau saya tidak jatuh mental, kalau engineering kita berpikirnya agak cenderung struktural. Ini ada di sini atau tidak? Karena bambu itu bisa dipakai sebagai fondasi tergantung beratnya. Engineering itu berlandaskan analisa, kalau sudah dianalisa kita cecar saja analisanya benar atau tidak. Apakah ada yang salah di dalam langkah-langkahnya, kalau misalnya ini di suatu daerah yang misalnya di Demak itu apakah provinsinya ada peraturan, submit sebelum peraturan itu harus di approval dulu kalau tidak berarti ada kesalahannya dimana.
Bambu bisa dipakai dalam tanah-tanah yang memerlukan, terutama tanah tanah rawa, namun balik lagi terhadap beban.
Profil InstrukturIr. Rifki Feriandi, MM
Former Director of PT Aurecon Indonesia
Deskripsi Pemateri:
Pendidikan
Sarjana Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung, 1993
Magister Manajemen (Stratgic Management) , Prasetya Mulya Business School, 2013
Pekerjaan
PT Davy Sukamta Konsultan Building as a Building Structural Engineer / Project Manager
PT Stadin Strukturindo as a Building Structural Engineer / Project Coordinator
Ove Arup & Partners International Limited as a Building Senior Structural Engineer
PT Cornell Wagner Indonesia then PT Aurecon Indonesia as a Senior Structural Engineer, Associates,