1. Pertanyaan dari Bapak Sarwi Notoatmodjo
Sebelum pekerjaan Konstruksi Sipil pada umumnya dianjurkan Soil Test, parameter apa saja yang dihasilkan dari Soil Test tersebut?
Jawaban: Saya bukan ahli tanah, banyak sebenarnya parameter yang diukur dari hasil uji tanah itu namun dalam konteks untuk manajemen alat berat ini memang penting itu kita tahu klasifikasinya ada di mana, biasanya yang dibutuhkan itu berat jenis tanah sebetulnya, dari berat jenis tanah ini kita bisa menghitung yang tadi semua ke belakang. Terkadang ada parameter, misalnya ada moisture content dihasilkan dari uji soil test tadi, lalu barangkali plastisitasnya seperti apa, CTnya seperti apa, itu memang banyak. Tapi yang paling utama kalau kita bicara tentang alat berat, itu sebenarnya lebih kepada berat jenis, klasifikasinya ada di mana sehingga kita tahu angle of repose atau sudut kemiringannya itu sebenarnya dari berat jenisnya. Kalau kita bicara soil test kita bisa bicara juga untuk pondasi, kalau kita bicara pondasi lain lagi kebutuhannya, Saya tidak akan bicara kesana saya fokus kepada kebutuhan soil test dari sisi alat berat.
2. Pertanyaan dari Bapak Adityo Budi Utomo
Selaku Pelaksana, kita tidak tahu kondisi tanah yang akan digali. Kalau pun tahu, maka akan bersifat berbeda-beda asumsi. Apa yang bisa kita gunakan?
Jawaban: Kita katakanlah memiliki suatu area yang luas lalu dilakukan uji tanah, misalnya sondir tes dari lokasi itu tidak jauh ternyata tanahnya berubah, kita tidak bisa memperkirakan, kita tidak bisa melakukan uji itu di setiap titik yang dekat, bisa tetapi mahal. Dalam membuat perencanaan itu kita harus membuat asumsi, asumsi yang kita gunakan itu tentu dari hasil tes tadi, kita harus percaya dengan hasil tes tadi karena kalau kita tidak percaya kita tidak bisa membuat perencanaan. Risiko yang paling sering muncul di dalam proyek konstruksi itu adalah risiko terkait dengan tanah karena hasil uji tanahnya yang ternyata tidak sesuai dengan kondisi pada saat pelaksanaan. Contoh yang paling gampang dilihat itu adalah proyek Hambalang, uji tanahnya ternyata tidak sesuai dengan kondisi di lapangan seperti apa, makanya proyek itu akhir-akhirnya mangkrak. Tetapi ketika kita merencanakan dan ketika membuat sebuah perencanaan waktu, biaya, kita hanya berpatokan pada hasil uji tanah tadi, walaupun ternyata ada perbedaan di satu jengkal berikutnya. Kita tidak bisa mengantisipasi semua risiko, ada angka-angka yang bisa kita pastikan, dengan anggap itu sudah mengantisipasi semua risiko. Asumsi yang digunakan berdasarkan uji tanah yang kita terima saja.
3. Pertanyaan dari Bapak Agung
Yang saya tahu, kalau tanah dipadatkan itu tidak langsung stabil, jadi berubah terus. Yang dihitungnya, apakah setelah pemadatan atau setelah sekian hari atau sekian lama?
Jawaban: Proses pemadatan katakanlah berubah itu karena pemadatannya kurang tepat prosesnya, jadi pemadatan itu tidak misalnya tanah kita langsung taruh lalu kita padatkan, proses pemadatan itu panjang, pertama kita harus tahu dulu ketebalan lapisannya, pada waktu dihamparkan material itu tebalnya harus seperti apa itu tidak boleh terlalu tebal. Katakanlah 1 meter lalu langsung dibikin tumpukan, di bagian atas terlihat padat tetapi di bagian bawah masih berantakan, jadi kira-kira ada ketebalan tertentu untuk memastikan kepadatan itu seragam dari atas sampai bawah. Proses pemadatan juga tidak bisa 1 kali, jadi kalau kita menggunakan roller atau alat pemadatan itu dia melakukan pass beberapa kali, 123 bolak-balik sampai berapa pass itu ada perhitungannya. Dengan anggapan kalau kita mengikuti perhitungan yang ada, dengan ketebalan akhir yang ingin kita capai, kepadatan di awal sebelum dipadatkan berapa, berapa pass yang kita lakukan, alatnya harus punya berat berapa, berapa tonase beratnya, maka biasanya itu harusnya kepadatannya bukan sempurna tetapi sesuai dengan yang memang direncanakan. Tetapi memang kalau yang terlalu tebal ya bisa jadi dia belum padat di bagian bawahnya, itu bisa bertahun-tahun ya betul. Contoh yang paling terlihat itu kalau saya tidak salah itu proyek Cipularang, ketika pembangunan tol Cipularang tanahnya belum terlalu padat di bagian bawah tapi karena proyeknya cepat, ternyata mungkin kita merasa jalannya di beberapa tempat seperti itu, itu karena bagian bawahnya belum terlalu padat. Saya bukan ahlinya tetapi, pemadatan di bagian bawahnya itu tidak terlalu sempurna kira-kira seperti itu.
4. Pertanyaan dari Bapak Gunawan
Kalau kita memulai suatu proyek di suatu lahan dengan mengadakan analisis tanah itu menentukan Layouting. Bisa berikan contoh kepada saya? Kalau saya meninjau suatu proyek dari aspek apa, saya bisa tahu bahwa ini proyek benar-benar profesional dari awal dia benar-benar memulai dengan analisis tanah, diukur kubikalnya berapa. Tapi, ada juga proyek yang abal-abal. Ada atau tidak contohnya mengenai peletakan alat-alat beratnya? Mana alat berat yang lebih sering dipakai? Mana yang tidak sering dipakai? Mana yang setengah sering dipakai? Mana yang sangat jarang?
Jawaban: Site planning itu penting menurut saya di dalam rekonstruksi, karena sebenarnya site planning itu yang akan menentukan efektivitas pekerjaan. Katakanlah ada proyek yang besar, membutuhkan beton yang sangat banyak, akhirnya setelah melakukan analisis terhadap lokasi proyek bahkan proyek tersebut mengadakan batching plant untuk menyediakan beton sendiri, itu berarti melakukan site planning yang baik, dan juga melakukan perencanaan proyek yang baik. Site planning kalau kita bisa layoutingnya itu adalah dimana kita harus meletakkan alat, dimana kita harus meletakkan direksi keet, itu site planning. Sebenarnya meletakkan itu memang susah, ya tidak, meletakkan bisa dimana saja tapi kalau sudah terjadi crossing, banyak crossing karena meletakkannya salah itu berarti sudah tidak benar. Misalnya dimana kita mau meletakkan tower crane itu ada perencanaan tersendiri, supaya tower cranenya itu mudah dalam pemasangan, mudah dalam pembongkaran nya ketika proyek sudah selesai, mudah dalam proses pengangkatan material dan mampu menjangkau lokasi yang paling jauh.
Kalau hasil penggalian itu ditimbun terlebih dahulu karena siang mungkin tidak bisa keluar proyek karena jalan yang penuh, dimana kita bisa menimbun agar sirkulasi pekerja, sirkulasi alat-alat yang lain tidak terganggu dengan adanya timbunan. Jadi semua hal yang mungkin terjadi ke depan itu diantisipasi, itulah menurut saya hebatnya kalau konstruksi itu adalah Project Manager ketika dia bisa membayangkan suatu hal yang belum terjadi tetapi memastikan tidak terjadi komplikasi pada saat pelaksanaannya. Menimbun itu kesannya hal yang sederhana tetapi begitu kita tahu ada suatu lokasi yang dibutuhkan, padahal lokasinya terbatas, malah membuat terjadi kesulitan dalam sirkulasi sebenarnya kita sedang melakukan site planning yang salah. Baik tidaknya sebenarnya terlihat dari proses sirkulasi tadi, kalau misalnya kita datang ke proyek yang kelihatannya bersih, banyaknya simpangan itu membuat macet di jalan, tidak terjadi benturan dari 1 pekerja dengan pekerjaan lain berarti kita melakukan konsep site planning yang baik. Dan pertimbangannya banyak, tadi saya baru bicara tower crane, alat gali, belum lagi saya planning itu bicara dengan meletakkan dimana gudangnya misalnya. Dimana kalau kita misalnya mau memasang pondasi tiang pancang dimana meletakkan tiangnya, itujuga harus site planning yang benar supaya mudah dalam pengangkatannya.
5. Pertanyaan dari Bapak Kinanti Wijaya
Beberapa tahun lalu memang saya pernah mengikuti di suatu Kontraktor untuk jala lingkungan. Untuk mengaplikasikan kembang susut sifat tanah tersebut di dalam proyek itu, kita melihat dari hasil uji laboratorium tentunya. Yang sering saya temukan hanya uji tanah itu yang hasilnya hanya menunjukkan persen Swelling. Boleh atau tidak Ibu berikan penjelasan mengenai dari hasil uji tanah yang dilakukan Kontraktor atau Konsultan? Kemudian, diaplikasikan untuk berapa kebutuhan tanah ataupun material yang perlu diadakan secara praktiknya di lapangan dibandingkan dengan RAB? Kita tahu, bahwa teori penggunaan tanah itu ada kondisi lepas, kondisi padat, kondisi asli, itu kita perlu mengetahui sifat tanah itu untuk mengetahui apakah dia ada potensi mengembang ataukah tanpa ada pengembangan di kemudian hari. Hasil uji tanah yang mana yang kita lihat untuk dapat kita aplikasikan mengenai kembang susut tadi?
Jawaban: Persen swelling itu kalau kita lihat dari rumus yang saya sampaikan itu kondisi tanah dalam keadaan asli, berat volumenya, lalu dalam kondisi lepas berapa volumenya, dapat persen swelling. Dari persen soalnya itu sebenarnya kita bisa dapat load factor atau swell factornya, dari materialnya. Sebenarnya persen dari persen swelling itu, kaitannya yang bisa kita lakukan adalah kita menghitung berapa volume dalam kondisi asli dan berapa volume dalam kondisi lepas.
Dari yang awal saya mengatakan berat volume kering itu berat solidnya dikali volumenya, berat volume kering itu berat volume soilnya dibagi volume.
Saya sampaikan bahwa berat solid itu sebenarnya tidak berubah, yang berubah dari susi volume. Dari penyusutan, berat volume kering asli dengan berat volume kering padat, yang akan membedakan itu pasti dari sisi volumenya, kalau kita kembali ke rumus yang ini, kuta menganggap volumenya berapa persen berbedanya, kita bisa turunin. Rumus tadi diketahui Yd nys, beratnya sendiri selalu sama, yang akan berubah volumenya. Katakanlah dari asli, berapa perubahan volumenya ke padat. Disini mungkin yang bisa kita lakukan adalah kalau kita tidak memiliki datanya berarti kita melakukan asumsi. Kita lihat dari gambar ini, berapa perpindahan dari sini ke sini (ada dalam power point yang tayang pada zoom) itu kalau kita mau mengasumsikan. Atau kalau kita tidak mau mengasumsikan, kuta cari tabel-tabel, walaupun tidak terlalu tepat, tapi kita mencari tabel-tabel yang seperti ini (ada pada power point zoom) yang Indonesia jangan yang luar, kalau Indonesia hampir sama tanahnya kira-kira. Berapa kira-kira berat volume kering itu. Kalau kita tidak punya datanya, hanya ada satu cara yaitu kita menggunakan tabel ini atau kita mengasumsikan ada perubahan perubahan volume. Katakan kalau asli misalnya 100 maka setelah padat jadi 90%, maka nilai disininya bisa kita perkirakan, pendekatannya asumsi.
Profil InstrukturDr. Ir. Susy Fatena Rostiyanti, M.Sc
Dosen Manajemen dan Rekayasa Konstruksi Universitas Agung Podomoro
Deskripsi Pemateri:
PENDIDIKAN FORMAL
2006-2011 Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia
Doktor, Manajemen Rekayasa Konstruksi pada Program Studi Teknik Sipil
1996–1997 Virginia Polytechnic Institute and State University, Virginia, USA
M.Sc., Construction Engineering Management pada Civil Engineering Department.
1988–1993 Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia
ST., Jurusan Teknik Sipil.
PENGALAMAN KERJA AKADEMISI
Universitas Agung Podomoro, Jakarta, Indonesia 2015-Sekarang
2016-2017 Wakil Rektor bidang Administrasi Akademik
2015-2017 Ketua Program Studi Manajemen dan Rekayasa Konstruksi
2015-Sekarang Dosen tetap Program Studi D4 Manajemen dan Rekayasa Konstruksi
2019-Sekarang Kepala Bagian Administrasi Akademik
2019-Sekarang Kepala Bagian Pusat Pengembangan Pembelajaran
Universitas Bakrie, Jakarta, Indonesia 2012-2015
2012-2015 Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan
2012-2015 Dosen tetap Program Studi S1 Teknik Sipil
Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, Indonesia 2007-2010
Dosen tidak tetap Program Studi S1 Teknik Sipil
Universitas Tarumanagara, Jakarta, Indonesia 1998-Sekarang
1998-2012 Dosen tetap Program Studi S1 Teknik Sipil
2002-Sekarang Dosen tidak tetap Program Studi Magister Teknik Sipil, Konsentrasi Manajemen Konstruksi
PENGALAMAN KERJA STRUKTURAL
Universitas Agung Podomoro, Jakarta, Indonesia
2016-2017 Wakil Rektor bidang Administrasi Akademik
2015-2017 Ketua Program Studi Manajemen dan Rekayasa Konstruksi
2019-Sekarang Kepala Bagian Administrasi Akademik
2019-Sekarang Kepala Bagian Pusat Pengembangan Pembelajaran
Universitas Bakrie, Jakarta, Indonesia
2012-2015 Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan KEANGGOTAAN ASOSIASI
Ikatan Quantity Surveyor Indonesia 2017-Sekarang