1. Pertanyaan dari Ibu Sri Yansen
1) Dalam pelaksanaan terjadi keterlambatan pada sebuah aktivitas yang berakibat tertundanya jadwal aktivitas selanjutnya. Bagaimana caranya agar jadwal yang sudah disusun di awal bisa dicapai?
2) Pembagian bobot apakah harus sama setiap minggunya?
Jawaban:
1) Earn Value itu adalah suatu hal yang tidak terlalu rumit, itu untuk melihat kalau terlambat ini berapa persen terlambatnya, sebenarnya dari kurva S bisa terlihat. Kalau sudah terjadi ketelambatan sebuah aktivitas, kita harus lihat dahulu aktivitasnya, aktivitas yang mana, kalau aktivitasnya bukan di jalur kritis sebenarnya tidak akan berakibat kepada jadwal. Kalau dikatakan tertundanya jadwal aktivitas selanjutnya, selama itu tidak berada di jalur kritis, tidak masalah, misalnya aktivitasnya itu floatnya boleh bergeraknya dalam 2 minggu, selama masih batas itu tidak masalah, dan aktivitas berikutnya masih memiliki float tidak masalah, namun yang bermasalah ketika aktivitas tersebut berada di jalur kritis.
2) Dalam prakteknya bisa jadi tidak sama, tetapi akan sulit dalam pelaksanaan kita tidak fokus ke seharusnya yang jadi fokus kita, ini kira-kira bobotnya 0.5 sementara ini 2 minggu, jangan-jangan ini di minggu pertama 0.3 di minggu kedua 0.2, nanti kita terlalu repot pada akhirnya, kita menyederhanakan kita bagi saja bobotnya sama setiap minggunya.
2. Pertanyaan dari Bapak Heru Agus Wiryawan
1) Keuntungan yang didapatkan oleh kontraktor biasanya dari overhead suatu pekerjaan. Apakah selain dari overhead kontraktor bisa mendapat keuntungan dari perubahan koefisien pekerja? Sebagai contoh, pekerjaan yang harusnya dikerjakan selesai pada 1 hari tapi bisa diselesaikan oleh pekerja hanya ½ hari.
2) Bagaimana cara menghitung koefisien pekerjaan untuk pekerjaan baru yang tidak masuk dalam kontrak awal tapi masuk dalam addendum kontrak?
Jawaban: Overhead/keuntungan itu adanya di satuan pekerjaan biasanya, kalau seorang kontraktor melakukan penawaran, biaya yang dibebankan kepada sebuah aktivitas itu sebenarnya sudah termasuk di dalamnya ada overhead dan juga keuntungan. Jadi kalau biaya perkegiatan sudah ada overhead dan keuntungan, kalau kegiatan yang seharusnya dilakukan 1 hari jadi ½ hari otomatis jadi menghemat/penghematan. Misalnya setelah bekerja lalu kita melakukan penagihan ke pemilik, katakan ini tagihan ke seluruh pekerjaan 100 juta lalu ditambah overhead, tidak seperti itu menghitungnya, namun dari estimasi yang telah disepakati, jadi kalau memang dalam pelaksanaan dikerjakan ½ hari ya tidak apa-apa, yang penting dari sisi pembiayaan sebenarnya dia bekerja tetap 1 hari.
3. Pertanyaan dari Bapak Muhammad Hakiem
Bagaimana dengan durasi kerja? Kapan waktu mulainya? Apakah kedua hal itu estimasi/kira-kira kita sebagai konsultan?
Jawaban: Dari gambar, yang awal kita bisa dapatkan itu adalah volume pekerjaan, jadi tidak ada estimasi yang kira-kira, tapi kita tahu volume pekerjaannya berapa, kalau volume pekerjaannya 100, 1 tim itu bisa mengerjakan 10 perhari, maka durasinya adalah 100 : 10 (produktifitas). Namun, kalau dalam 10 hari itu terlambat/terlalu panjang berarti kita harus mengadakan 2 tim untuk 100 tadi, sehingga menjadi 5 hari, itu cara kita melakukan estimasi.
4. Pertanyaan dari Bapak Taufik
1) Berkaitan dengan bentuk penjadwalan, di antara gant chart dengan network diagram tadi kan sudah dijelaskan kelebihan kekurangan serta cara pembuatannya. Untuk waktu pemakaian kedua bentuk jadwal tersebut kapan saja ya? Apakah dalam suatu pengerjaan proyek, dua bentuk penjadwalan tersebut dipakai bersamaan?
2) Apakah dalam kita mengerjakan suatu proyek, lebih penting mana antara bekerja sesuai prosedur atau bekerja berorientasi pada hasil? Karena kita tahu sendiri, keadaan di lapangan terkadang tidak esuai dengan activity plan yang kita buat dan teori lain yang ada.
Jawaban:
1) Banyak proyek yang menggunakan 2 jadwal itu. Kadang-kadang kalau ini di tingkat manager, mereka tidak senang melihat network diagram karena jelimet, contoh gambar saya kegiatannya 10, kalau kegiatannya 100 itu akan membuat pusing para manager, para pengambil keputusan biasanya lebih senang melihat jadwal yang sederhana, jadwal gant chart jauh lebih sederhana dibandingkan network diagram, apalagi kalau sudah ada kurva S nya, kita sudah sampai di titik persen berapa.
2) Kalau untuk pendapat saya, saya senang pada proses sebenarnya, karena saya selalu yakin kalau proses itu akan sampai menuju hasil, daripada membayangkan suatu hasil di depan tapi prosesnya kita tidak jalankan dengan benar. Bahwa di dalam perjalanan itu ternyata ada yang tidak sesuai dengan yang direncanakan, justru itu akan membuat kita mengasah bahwa ada proses yang harus re adjust, dsb daripada mengejar-mengejar jangan-jangan ada proses yang terlewat.
5. Pertanyaan dari Ibu Milka Amalia
Bagaimana memanage sebuah proyek disaat ada hal-hal yang mengganggu proses konstruksi? Contohnya, pandemi.
Jawaban: Pandemi menggangu banyak hal, kalau kita bicara dari sisi kontrak pandemi ini termasuk force major, sehingga ada addendum tambahan biasanya atau izin untuk memundurkan waktu proyek, dsb karena ini suatu hal yang tidak bisa dihindari. Untuk hal ini pemerintah sudah mengeluarkan peraturannya, untuk menjaga pelaku konstruksi jangan sampai saling melemparkan. Kalau kita membuat kontrak itu biasanya ada aturan tentang force major.
6. Pertanyaan dari (Tanpa Nama)
Dalam suatu proyek EPC yang complicated, misalnya membangun petrochemical plants banyak sekali durasi pekerjaan yang bergantung kepada proses quality control dan feedback serta korektif action terhadap product pekerjaan. Apakah ada standar maksimum durasinya untuk proyek yang complicated?
Jawaban: Kalau kita membuat penjadwalan itu biasanya selalu penjadwalan terkait produtifitas, padahal dalam penjadwalan ada hal yang lain yang saya sampaikan, ada hal tentang pengadaan, administrative. Quality Control itu masuk di dalam administrative, beton itu mengering tidak ada aktifitasnya, tapi itu penting, jadi standar maksimum tergantung, misalnya untuk dapat izin kontrolnya itu bagaimana itu berapala itu yang harus dimasukkan kedalam durasi, walaupun mungkin tidak ada aktifitasnya. Jadi, misalkan kalau mau perizinan itu karena harus ada tes satu dan lain hal itu butuh waktu 1 minggu, ya tambahkan saja lag 1 minggu itu sebenarnya untuk mengantisipasi hal-hal yang memang yang bukan produktifitas tapi lebih ke administrasi.
7. Pertanyaan dari Bapak Basuki Winarno
Dalam sebuah kontrak EPC apakah saat ini masih bisa ditambahkan professional sump yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan?
Jawaban: Menurut saya mungkin ini masuk kedalam addendum kontrak, karena adanya tambahan.
8. Pertanyaan dari Bapak Arjuna Sriwijaya
Masalah quality check itu yang penting klien review. Yang saya alami itu, kadang-kadang beberapa klien ada yang sifatnya istilahnya lead comment entah itu ‘nakal’ comment di mana dia merevere suatu standar yang sebenarnya belum tahu, ada beberapa comment yang sifatnya nice to have bukan mandatori. Saya tidak tahu kalau di standar ikatan teknik sipil apakah ada suatu guidance kalau misalkan klien comment itu kalau misalnya ada 10 comment, yang nice to have sifatnya ada 3, dan yang boleh diloloskan hanya 1 atau bagaimana?
Jawaban: Sebenarnya menurut saya kita kembali lagi kepad kontrak, kontrak itu di dalamnya ada dokumen salah satunya dokumen spesifikasi, quality semuanya itu ada di dokumen spesifikasi, jadi kalau kita dari awal sudah kontrak itu perjanjian antara Bapak dengan pemilik proyek, sudah berjanji berdasarkan yang tertera di kontrak, maka kita berjalan berdasarkan itu, kalau ada tambahan dengan spesifikasi tambahan yang dia minta maka itu adalah addendum kalau spesifikasinya di sepakati, karena jika ada standar yang harus ditambahkan, otomatis ada pekerjaan yang ditambahkan, itu harus masuk ke dalam addendum tidak serta merta dia memberikan standar A yang tidak ada di spesifikasi dalam kontrak.
Saya pernah punya penelitian tentang manajemen kontrak, persoalan proyek konstruksi di Indonesia itu apalagi yang dilapangan, kita tidak paham Bahasa hukum. Jadi kita kenali Bahasa hukum, di dalam spesifikasinya sudah ada belum yang tadi dimaksud, kalau tidak ada kita berhak untuk mengatakan tidak bisa karena kita memang berdasarkan spesifikasi ini. Kelemahan kedua di dalam manajemen kontrak, kita sering tidak mendokumentasikan, sebagai contoh yang menandatangani kontrak itu bukan Bapak, Bapak yang mengerjakan di lapangan, yang menandatangani kontrak itu direktur kita, padahal Bapak harus punya dokumen kontraknya dan bisa meihat dari dokumen kontrak itu apa sebenarnya hak Bapak, apa sebenarnya kewajiban Bapak juga.
Kalau kita lihat dari hukum, yang biasanya masuk itu adalah BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia), biasanya penyelesaian kalau ada sengketa, kalau misalnya dari 2 pihak masih belum ada kesepakatan bisa jadi masuk ke BANI, pengadilan itu biasanya hal terakhir yang dia lakukan.
Bersifat mandatori itu kalau secara quality itu akan menurunkan, tapi kita lihat di dalam kontrak itu tidak disebutkan sebagai contoh, tapi kalau kita mau mengikuti standar yang baru yang kita anggap mandatori tentu perlu addendum, karena ada biaya dan waktu yang akan terpengaruh oleh tambahan itu.
Profil InstrukturDr. Ir. Susy Fatena Rostiyanti, M.Sc
Dosen Manajemen dan Rekayasa Konstruksi Universitas Agung Podomoro
Deskripsi Pemateri:
PENDIDIKAN FORMAL
2006-2011 Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia
Doktor, Manajemen Rekayasa Konstruksi pada Program Studi Teknik Sipil
1996–1997 Virginia Polytechnic Institute and State University, Virginia, USA
M.Sc., Construction Engineering Management pada Civil Engineering Department.
1988–1993 Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia
ST., Jurusan Teknik Sipil.
PENGALAMAN KERJA AKADEMISI
Universitas Agung Podomoro, Jakarta, Indonesia 2015-Sekarang
2016-2017 Wakil Rektor bidang Administrasi Akademik
2015-2017 Ketua Program Studi Manajemen dan Rekayasa Konstruksi
2015-Sekarang Dosen tetap Program Studi D4 Manajemen dan Rekayasa Konstruksi
2019-Sekarang Kepala Bagian Administrasi Akademik
2019-Sekarang Kepala Bagian Pusat Pengembangan Pembelajaran
Universitas Bakrie, Jakarta, Indonesia 2012-2015
2012-2015 Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan
2012-2015 Dosen tetap Program Studi S1 Teknik Sipil
Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, Indonesia 2007-2010
Dosen tidak tetap Program Studi S1 Teknik Sipil
Universitas Tarumanagara, Jakarta, Indonesia 1998-Sekarang
1998-2012 Dosen tetap Program Studi S1 Teknik Sipil
2002-Sekarang Dosen tidak tetap Program Studi Magister Teknik Sipil, Konsentrasi Manajemen Konstruksi
PENGALAMAN KERJA STRUKTURAL
Universitas Agung Podomoro, Jakarta, Indonesia
2016-2017 Wakil Rektor bidang Administrasi Akademik
2015-2017 Ketua Program Studi Manajemen dan Rekayasa Konstruksi
2019-Sekarang Kepala Bagian Administrasi Akademik
2019-Sekarang Kepala Bagian Pusat Pengembangan Pembelajaran
Universitas Bakrie, Jakarta, Indonesia
2012-2015 Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan KEANGGOTAAN ASOSIASI
Ikatan Quantity Surveyor Indonesia 2017-Sekarang