1. Pertanyaan dari Roziq Firmansyah
1) Saya mahasiswa yang sedang magang di bagian PPIC, saya mengalami kendala dalam Forecast Demand dikarenakan Demand tidak selalu ada seperti dalam 4 bulan terakhir permintaan hanya ada di bulan ke-3, sehingga permintaan pada bulan 1, 2, dan 4 tidak ada sama sekali (bisa dikatakan kebutuhan tersier). Itu sebaiknya hal apa yang harus saya lakukan?
2) MPS yang dibuat itu sering berubah-ubah. Hal itu, sesuai perintah dari Manager-nya yang mendahulukan permintaan yang ingin cepat dipenuhi. Dalam masalah tersebut apa yang sebaiknya dilakukan?
Jawaban:
1) Kalau dalam Horizon waktu yang lebih pendek itu tidak tersedia rata, dicoba dahulu ambil periode yang lebih panjang, misalnya tahunan dulu, mudah-mudahan ada data-data dari tahun belakangannya. Jadi horizonnya dipanjangkan dulu sampai beberapa tahun ke belakang kemudian dicari, kalau misalnya non forecast, tahun depannya lagi forecast dulu dengan basicnya tahun. Kemudian dari tahun inilah dengan tahun yang periodenya sudah dengan tahun ini, nanti ketemu tahun yang di forecast-kan, baru kemudian itu bisa dibagi rata, misalnya per 12 bulan. Jadi kita ambil tahun frame-nya lebih panjang dulu, jadi mengambil data sebanyak mungkin, memang itu ada kelemahannya yaitu kalau semakin periode panjang mungkin errornya semakin besar juga, tapi itu bisa ditolong dengan jumlah datanya lebih banyak, baru nanti dibagi, kalau kita mau perbulan, nanti hasilnya pertahun atau apa dibagi 12. Kalau hanya dalam bulan, misalnya dalam setahun hanya ketemu 3 data, kalau mau bersikeras dengan Horison waktu bulan ok tapi dicek dulu apakah tiga bulan itu datanya cukup atau tidak, dihitung dulu, biasanya ada 3 uji data, ada kecukupan, keseragaman. Contoh kecukupan datanya, apakah data itu cukup, kalau memang cukup ok fokus dengan 3 data itu beberapa bulan ke depan, tapi kalau tidak cukup ambillah periode panjang, sehingga datanya juga lebih panjang pada tahun-tahun sebelumnya jadi dasarnya adalah tahun, tapi ingat cek errornya, keyakinan berapa persen misalnya 95%, mudah-mudahan datanya lebih banyak, lebih banyak informasi.
2) Ini sebetulnya pelanggaran, kalau kita mau bicara tentang platformnya MRP2 memang sebetulnya MPS itu harus benar-benar dipersiapkan dan itu begitu sudah ditetapkan itu sudah fix, tetapi saya maklumi bahwa dinamika bisnis itu bisa terjadi dalam prakteknya. Kalau seperti ini kadang kita tidak akan menggunakan teknik yang lebih canggih misalnya DDM. Dalam pandangan saya begini, kalau harus berubah itu sebaiknya dijadwalkan tersendiri, itu sebagai tersier, tetapi gunakan itu pada sisa kapasitas yang ada. MPS merupakan prioritas, prioritas antara kapasitas yang sudah pasti tersedia dan digunakan alokasi untuk rencana agregat yang sudah terencana dari SNOP-nya dan kebutuhan sudah ada. Pakailah ATP, artinya sisa kapasitas yang belum terpakai gunakan itu, atau maksimumkan. "Pak ok bisa, tetapi sisanya saja dulu yang tersedia berapa, sebab yang sudah terpakai kapasitasnya untuk yang sudah pasti diproduksi sesuai dengan rencana tapi kalau tambahan misalnya perubahan, perubahannya apa dan tambahannya apa itu dijadwalkan tersendiri". Itu lebih aman dibanding kalau kita harus merubah MPS-nya nanti berubah semua sampai ke seluruhnya, dan itu memang tantangan dan juga menjadi keluhan teman-teman di praktisi dalam hal penggunaan, jika ada perubahan sana-sini terutama pada perencanaan produksinya itu di software penjadwalannya cukup semua berubah, setidaknya di-review lagi dan itu merepotkan. Pada itu merepotkan semua lebih baik dibuat jadwal baru sebagai prioritas kedua.
2. Pertanyaan dari Bapak Indra Jacobalis
1) Untuk Jadwal Maintenance Mesin itu masuknya ke agregat kapasitas?
2) Kalau produk yang tidak memenuhi kualitas, berarti hasil produksinya dikurangi?
Jawaban:
1) Maintenance itu pada fasilitas atau pada sumber daya jadi terkait dengan kapasitas, maka begitu dilakukan maintenance itu akan mengurangi performasi availabilitas jam waktu kerjanya jadi dia akan mengurangi berapa waktu efektif pada kapasitasnya, jadi kita lihat bahwa kapasitasnya bukan saja masalah berapa kemampuan unit produksi yang bisa dilakukan tetapi juga waktu kerjanya. Begitu dilakukan maintenance mempertahankan sumber daya yang ada artinya jumlah mesin yang tetap tidak ada penambahan mesin baru, maka yang terjadi availabilitas dari waktu kerjanya akan berkurang, atau availabilitas mesinnya waktu mesinnya akan berkurang, karena maintenance itu berarti mesin harus berhenti, maka itu akan mengurangi availabilitas mesinnya. Untuk membandingkan deviasinya dan nanti akan banyak dibahas bagaimana kapasitas itu pengaruh tentang maintenance itu dan juga faktor yang lain seperti misalnya efisiensi, reliabilitas, down time kemudian mungkin juga ada faktor misalnya absensi dari operator, kalau produksi itu berdasarkan operator base, mesinnya ok ready tetapi operatornya tidak tersedia itu juga mengurangi waktu kerja termasuk maintenance, maintenance-nya tidak seperti dilakukan dengan smet, kalau smet konon mesin itu bekerja tapi bisa di set up dan di maintenance, tapi itu masalah lain. Pada intinya bahwa setiap dilakukan maintenance itu sifatnya seperti mesin itu down time, pengaruhnya ke availabilitas jam kerja, availabilitas waktu mesin.
2) Macam-macam, kalau produk cacat itu macam-macam, kalau yang tidak sudah bisa di apa-apakan menjadi scrub itu akan mempengaruhi input output. Dulu waktu saya praktikum, berapa output yang harus dihasilkan, berapa material yang harus disediakan. Pertama kalau produk itu reject itu menjadi scrub, yang harus di trigger atau yang harus dihitung ulang itu adalah masalah berapa material yang harus disediakan dengan catatan bahwa outputnya itu tetap jangan mengurangi, inginnya memenuhi target produksi jadi supply materialnya harus ditambah. Kasus yang kedua adalah kalau dia terjadi adanya rework, jadi produk yang tidak memenuhi spesifikasi atau defect itu dikerjakan ulang, dari sekian yang dikerjakan ulang itu ada yang bisa menjadi normal kembali, nanti bergabung dengan yang bagus, tapi ada juga yang terpaksa reject, kalau sudah di rework ada yang reject mau tidak mau output dari operasi yang ada melakukan rework itu berkurang, tapi kalau reject itu lebih baik inputnya atau material yang disiapkan untuk disediakan itu lebih banyak lagi, itu nanti dihitung lagi supplynya apakah bisa lebih banyak atau tidak, tetapi kalau sudah mepet tidak bisa beli material lagi, kebijakannya bisa lain lagi, produksinya dikurangi ataukah harus misalnya subkontrak dari perusahaan lain yang bisa menghasilkan produk yang sama.
Profil InstrukturIr. B. Laksito Purnomo, S.T., M.Sc, IPM, ASEAN Eng, CSCA, CSCM
Dosen Teknik Industri Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Deskripsi Pemateri:
Pendidikan
• Sarjana Teknik Industri– S.T. ITB (1998)
• Master Manufacturing Management – M.Sc. University of Bradford, England, UK (2014)
• Insinyur – PSPPI ITB (2021)
Pekerjaan
Staf Pengajar, Departemen Teknik Industri, Universitas Atma Jaya Yogyakarta (2000 s.d. skrg)
Sertfikasi
• IPM dan Asean Eng. [PII]
• Certified Supply Chain Analyst [CSCA] – ISCEA
• Certified Supply Chain Manager CSCM – ISCEA
Organisasi:
• Institute of Industrial and System Engineering [IISE]
• Persatuan Insinyur Indonesia [PII]
• Perhimpunan Ergonomi Indonesia [PEI]
Pengalaman Proyek
• Pengadaan Barang & Jasa Pemerintah for Any Indonesian Local Government Agencies
• Owner Estimate/HPS for Petrokimia Company, PJB Rembang
• Purchasing-Procurement Management for Bank Rakyat Indonesia, Panti Nugroho Hospital Yogyakarta
• Suply Chain Management for PT Pupuk Sriwijaya Company, PBJ Muara Karang
Dll.