1. Pertanyaan dari Ibu Fransiska Cicilia
Bagaimana pendapat Pak Dadang terkait realita karyawan baru yang memiliki gaji tetap lebih besar daripada karyawan lama (pada posisi yang sama)?
Jawaban: Itu harus diperbaiki ada yang salah. Yang harus dilakukan adalah apabila karyawan baru dengan gaji X tadi itu memang tergolong masih rendah artinya karyawan lamanya mesti dinaikin gajinya. Saya boleh menyimpulkan bahwa karyawan lamanya mengalami kondisi underpaid, mungkin luput dari perhatian atasannya jadi tidak pernah dinaikkan. Tetapi harus lihat angkanya dulu, jangan-jangan kalian barunya yang overpaid.
2. Pertanyaan dari Bapak Sugiyanto Hartono
Perbandingan 75% dan 25% itu pendapatan tetap dan tidak tetap. Manakah yang masuk kategori pendapatan tetap dan tidak tetap? Karena, ada asumsi pendapatan tetap adalah jumlah yang diterima setiap bulan secara tetap dan tidak tetap adalah premi-premi. Bagaimana dengan overtime?
Jawaban: 75% 25% itu sebenarnya sudah sangat jelas disebutkan dalam regulasinya, dalam Undang Undang Cipta kerja maupun dalam PP. 36. Upah pokok itu minimal 75% dari pokok dan tetap, jadi kalau tidak tetapnya jangan dihitung. Yang tidak tetap itu misalnya uang makan, uang transport dan upah lembur. Upah lembur itu sifatnya tidak tetap karena kalau dia lembur ya dibayar, kalau tidak lembur tidak dibayar, jadi sifatnya sangat variabel. Kalau upah pokok dan tunjangan tetap itu sifatnya fix, sedangkan upah lembur dan tunjangan tidak tetap, misalnya uang makan dan uang transport itu sifatnya variabel dan ada syarat maupun ketentuan untuk harus dibayar. Namun 75% 25% itu diregulasi di PP. 36 yang baru itu untuk kelompok jabatan khusus atau tertentu yang sifatnya manajerial atau ahli, dilonggarkan, jadi boleh saja. Ekstrimnya begini, upah pokoknya 50%, 60% dari pokoknya tetap itu boleh, tapi kalau dia tidak termasuk jabatan manajerial atau ahli itu tetap dikunci, dikomposisi 75% 25%.
3. Pertanyaan dari Bapak Yayan Harry Yadi
Kalau untuk di Rumah Sakit, metode apa yang paling cocok Pak? Di mana, semua bagian di setiap unit produksi harus dihitung (baik yang langsung dan tidak langsung). Apabila ada referensi contoh perhitungan metode kombinasi, boleh disharing Pak Dadang.
Jawaban: Rumah sakit pada umumnya itu besar, kalau saya lebih melihat tidak terlalu memperhatikan industrinya tetapi skalanya, kalau skalanya besar, karyawannya banyak maka metode evaluasi jabatan yang tepat adalah metode point, supaya lebih presisi. Karena kalau menggunakan metode non analitis, seperti metode rangking dan klasifikasi itu boleh dibilang metode yang agak spekulasi, pakai metode kira-kira, judgment. Tapi tidak berarti bahwa itu keliru, tidak juga, kalau yang melakukan judgmentnya itu adalah orang yang pakar dibidangnya ya tidak akan salah, tepat saja. Namun kalau kemudian jumlah jabatannya begitu banyak, itu saya kira justru perlu alat bantu itu yang disebut point tadi. Dipecah beberapa compensable faktor kemudian diberi bobot, diberi poin, mengenai rendah sedang tingginya beri poin berapa. Jadi saya menyarankan, kalau saya mempersepsikan rumah sakitnya dengan ukuran menengah besar metode evaluasi jabatannya speknya menggunakan metode point.
Kalau misalnya mau yang lebih spesifik, sampai contoh formulir misalnya, metode poin yang saya pakai. Nanti japri saja ke saya.
4. Pertanyaan dari Ibu Fransiska Cicilia
Semenjak Pandemi, jenis pekerjaan berdasarkan fleksibilitasnya sekarang ada Jabatan Onsite, Hybrid, dan Remote. Apakah kategori ini baiknya masuk sebagai Item Compensable pada saat evaluasi jabatan? Atau sebenarnya antara Onsite, Hybrid, dan Remote itu sama saja secara Remunerasi?
Jawaban: Menurut saya sama saja, itu kan hanya masalahnya orangnya harus hadir atau tidak di lokasi kerja. Tapi mengenai bobot jabatannya pun tidak berubah, saya misalnya work from home 2 bulan tapi saya masih status sebagai HR Manager, saya harus menjalankan tugas, mengambil keputusan, harus memecahkan masalah, harus memberi arahan, itu tetap berjalan tugas-tugas saya, hanya bedanya saya ada dirumah. Lebih afdol memang ada di kantor, di pabrik. Cuman memang ini bisa saja kita melakukan suatu adjustment, ada reduksi. Kalau di tempat saya itu, ada beberapa orang yang terpaksa harus ada di rumah, maka dibayarnya tidak full, ada evaluasi dan kesepakatan juga kita bayar 75%, direduksi karena dia tidak harus ke pabrik, tidak harus ke kantor dan dia lebih fleksibel. Paling kalau kita mau supaya itu lebih fair dibandingkan mereka yang harus ke kantor menghabiskan ongkos juga, harus bawa makanan dan sebagainya, bisa diatur biasanya kita bayar, tidak mengurangi grade, kalau misalnya dia grade 7, 6 tetap saja segitu tapi kemudian karena dia dalam posisi WFH, seharusnya kita bayar nya mau 75% atau 80%
5. Pertanyaan dari Bapak Rd. Bambang Wibawa
Apakah tunjangan jabatan bisa masuk ke tunjangan tidak tetap? Apa hanya diberikan saat menjabat saja?
Jawaban: Kalau saat menjabat iya, tapi masa menjabat hitungannya harian kan tidak, lazimnya tunjangan jabatan itu tunjangan tetap, nanti dicabut itu kalau dia sudah tidak menjabat, misalnya dia di demosikan, nanti dicabut itu kalau dia sudah tidak menjabat, atau seperti jenderal yang dicopot jabatannya, cuma mendapat gaji pokok. Jadi kalau dia sudah tidak menjabat ya dicabut tunjangan jabatan, nanti kalau dia menjabat lagi dikasihkan lagi, tapi sifatnya tetap, paling tidak dalam satu periode upah atau periode gajian, sebulan, sebulan, dia dapat full. Tapi gaji pokok dan tunjangan tetap itu bisa juga kena potongan kalau dia bolos, mangkir, kecuali dia mengambil cuti, sakit atau keterangan dokter itu tetap dibayar.
6. Pertanyaan dari Bapak Rd. Bambang Wibawa
Untuk pencabutan tunjangan jabatan tersebut, apakah harus ada mekanismenya?
Jawaban: Itu berarti adalah keputusan kepegawaian, kita mengeluarkan SK misalnya tentang tentang demosi atau mutasi, dan itu pasti akan berpengaruh kepada tunjangan jabatannya, karena job title berubah, tunjangan jabatan pun akan berubah, lazimnya harus terbitkan surat keputusan mengenai penempatan kerja nanti di dalamnya ada keterangan tentang tunjangan jabatan yang berubah.
7. Pertanyaan dari Bapak Basuki Winarno
Dengan System Hybrid baik waktu dan tempat, apakah System Renumerasi di Indonesia akan seperti di negara maju juga, di mana Tax itu akan melambung, namun dengan Kompensasi Benefit Jaminan Hari Tua seperti di negara-negaara Barat?
Jawaban: Kalau lihat perjalanan perubahan regulasi di Indonesia saya melihat trennya kesana, apalagi dengan Undang Undang Cipta kerja ini muncul komponen BPJS tenaga kerja yang baru yang disebut jaminan kehilangan pekerjaan kemudian ada juga jaminan pensiun, yang sementara kenapa overlap, sama jaminan hari tua. Memang jadi dua, orang kalau pensiun itu umur 56 pensiun, dia mendapat jaminan hari tua, mendapat jaminan pensiun. Orang yang baru kerja tidak lama, misalnya belum nyampai pensiun tapi kemudian di PHK, kemudian mereka juga dapat yang namanya jaminan kehilangan pekerjaan. BPJS Kesehatan juga bergerak terus, diwajibkan. Kita sedang menuju kesana, hanya barangkali dari sisi tata kelola yang harus diperbaiki dan standar-standar pelayanan terutama kalau BPJS Kesehatan. Kalau perbandingannya dengan negara-negara maju di Eropa dan Amerika kita masih jauh, tapi saya melihat orangnya menuju kesana. Beberapa perusahaan besar yang cukup bonafit, mereka tetap mempertahankan fasilitas-fasilitas yang selama ini ada pada mereka, jadi BPJS Kesehatan itu hanya tambahan saja dan mereka tetap bayar. Tapi internal yang mereka punya dengan fasilitas yang bagus tetap ada tidak dihilangkan, padahal sebetulnya bisa saja mereka menghilangkan, karena kalau BPJS Kesehatan hukumnya wajib, kalau tidak mengikuti kita dikenakan pidana.
Profil InstrukturDrs. Dadang Budiaji, MM.
Senior HR Manager PT. Multi Garmenjaya
Deskripsi Pemateri:
Pendidikan
Magister Manajemen (SDM) Universitas Padjadjaran
Pekerjaan
Senior HR Manager PT. Multi Garmenjaya
Ketua PMSM Jawa Barat
Anggota Dewan Pengupahan Kota Bandung