[Tanya Jawab] Kapabilitas Proses
1. Pertanyaan dari Bapak Maeyer Beni
Saya melihat CTQ sebenarnya sangat menarik, hanya jadi pertanyaan sedikit ada tidak strategi atau cara terbaik kita menentukan CTQ? Karena terkadang kalau kita lihat produk apakah semua jenis produk dijadikan CTQ ataukah memang ada batasan maximal untuk kita menentukan jumlah CTQ dari 1 produk?
Jawaban dari Nara Sumber: Biasanya kita tahu jenis cacat apa yang paling sering terjadi, itu biasanya yang dijadikan CTQ. Jadi misalnya kalau yang tahu tadi, jadi kita lebih fokus tentang apa yang akan kita periksa. Jenis - jenis cacatnya yang harus di CTQ tersebut, ini jenis defectnya kemudian misalnya ukuran tahu tidak sama, tahu lembek, tahu berubah warna, tahu tidak bersih. Biasanya perusahaan sudah tahu jenis cacat apa yang paling sering terjadi, itu dijadikan critical to quality jadi pasti dicek apakah jenis defect ini ada atau tidak di produk yang akan kita pasarkan.
2. Pertanyaan dari Bapak Maeyer Beni
- Paling sering terjadinya itu ada tidak Bu? Atau misalnya di tahu itu ada aroma tidak sedap sekali, apakah itu bisa dimasukkan ke CTQ meskipun baru sekali?
- Kalau seandainya begini, standar dari customer Bisa tidak itu dijadikan CTQ? Misalnya customer minta ini tidak boleh, ini tidak boleh maka dijadikan CTQ bisa tidak Bu?
Jawaban dari Nara Sumber:
- Bisa dijadikan seperti itu, sampai kalau akhirnya tidak pernah ada lagi yang seperti itu bisa.
- Itu bisa, kadang-kadang juga ada yang berbasis permintaan konsumen, jadi kita bisa memasukkan pembuatan produknya itu berdasarkan permintaan konsumen. Jadi standarnya itu yang menentukan adalah konsumen, kadang-kadang ada misalnya subcon-nya perusahaan, dia harus mengikuti perusahaan yang dijadikan konsumen tersebut, belum tentu sama. Misalkan subcon ke perusahaan A lalu dia subcon juga ke perusahaan B, walaupun produknya sama tetapi yang diminta oleh perusahaan A belum tentu sama dengan perusahaan B, dia harus menentukan. Misalnya perusahaan sparepart untuk yang satu motor Honda dan yang satunya adalah sparepart alat berat untuk Komatsu, tentu pasti berbeda spesifikasinya. Misalnya membuat ban, yang satu ban mobil sedan dan yang satunya lagi ban untuk alat berat tentu berbeda ukurannya, pasti CTQ-nya juga akan berbeda.
3. Pertanyaan dari Bapak Maeyer Beni
- Mohon untuk dikoreksi, kita kebetulan kalau di perusahaan membuat CTQ-nya pertama sekali mengikuti sampel Oke dan NG dari customer, kemudian dalam perjalanannya ketemu lagi bahwa ada di customer komplain bahwa produknya tidak boleh begini maka kita jadikan CTQ. Dan dikirim lagi dan ketemu kembali NG, cacat yang lain itu tidak boleh kita jadikan CTQ dan seterusnya begitu, akhirnya CTQ jadi banyak, apakah tidak apa-apa?
- Untuk penempatan CTQ misalnya di area produksi, itu bagusnya memang di depan operator mesin atau di mana paling bagus? Kalau kita taruh itu di depan langsung operatornya.
Jawaban dari Nara Sumber:
- Tidak apa-apa, apalagi kalau memang permintaan konsumennya banyak. Kemarin juga kita ada penelitian di Komatsu, itu anak perusahaannya juga harus mengikuti permintaan daripada perusahaan yang dijadikan konsumen, karena memang standar kualitasnya tinggi jadi otomatis suppliernya juga harus mengikuti bahkan juga diberi pelatihan agar suppliernya itu bisa mengikuti standar kualitas yang tinggi dari yang dia buat.
- Ya betul di depan operatornya, ada check sheet dan lainnya, dia harus memeriksa satu-satu, ada yang prosesnya online jadi memang diperiksa semua, ada yang offline juga misalnya dia di lab. Ada juga kalau yang offline misalnya di lab tadi, lalu kalau misalnya mobil uji tabrak, kalau misalnya koper dijatuhkan dari lantai 2, itu uji kekuatan pasti tidak mungkin semua diuji, tentu pasti sampel. Kalau sampel itu pasti akan memilih beberapa saja, ibaratnya kalau uji mobil tidak mungkin ditabrakkan semua, pasti dia akan membuat sampel. Kalau laptop saya pernah lihat dijatuhkan, itu juga pasti sampel tidak mungkin semuanya.
4. Pertanyaan dari Bapak Maeyer Beni
- Tadi ada yang menarik sedikit tentang DPU dan DPMO, apa sebenarnya yang memunculkan, kenapa harus ada DPU? Kenapa harus DPMO? Kenapa tidak DPO saja atau DPMO saja?
- Untuk menentukan opportunities ada syaratnya tidak Bu?
- Setelah saya perhatikan opportunities ini dapat 4 DPO-nya, DPU-nya 0,7 tadi kita bisa hitung, tapi nilai 4 opportunity ini dari mana?
Jawaban dari Nara Sumber:
- Itu untuk menghitung nilai sigma, misalnya ini atribut kalau yang variabel tadi kita pakai kapabilitas proses, JP, JPK, kalau yang DPU ini cacatnya atribut, jadi hanya bisa dilihat tapi tidak bisa diukur, memakai peta kontrolnya adalah peta kontrol P misalnya atau C atau U. Kemudian baru kita hitung DPU-nya defect per unit-nya, defect per opportunities-nya, defect per million opportunities sampai akhirnya kita hitung tingkat sigmanya, itu yang paling bagus tentunya enam sigma tapi rata-rata perusahaan di Indonesia itu baru sampai 3 sigma. Lalu yang kapabilitas tadi itu 1,33 sudah dianggap baik, yang paling baik itu adalah 2, karena kalau demikian berarti sudah sampai pada tingkat 6 sigma.
- Dari data yang tadi Pak, jadi dihitung dulu data ini, lalu di sini kita bisa dapat berapa jumlahnya, kalau misal dari jenis defect misalnya tidak sama, ukuran tidak sama di sini pada tanggal 7 bulan 6 didapatkan 7 dari sampelnya 300, tanggal 8 didapatkan 8, di tanggal 9 didapatkan 2, kemudian tanggal 3 didapatkan 8, 12, 5. Tentu dibuat memakai check sheet, direkap nanti setelah kesimpulan ini bisa jadi data seperti ini, jadi kita bisa mengukur P-nya, jumlah defect per subgrup adalah 23/300 dapat 0,07, jadi kita kalau dapat di enam sigma itu berarti paling baik istilahnya. Jadi kalau dia sampai ke enam sigma dari 1 juta produk, dia hanya 1, 2, 3 yang cacat, itu sedikit sekali.
- Dari sini Pak jenis cacatnya ada 4.
5. Pertanyaan dari Bapak Maeyer Beni
- Apakah opportunities itu tadi CTQ semua yang kita buat mengikuti itu? Maka saya pertanyakan apakah kita membuat CTQ itu ada batasannya atau semua permintaan customer kita jadikan CTQ dan menjadi opportunities?
- Kebetulan kita ada produk yang sebenarnya dari customernya itu misal diberi satu produk kita ini sobek atau garis sedikit tidak boleh, tapi dalam perjalanannya ternyata ada yang warna berbeda, itu dijadikan CTQ baru. Kemudian ada lagi lubang dijadikan CTQ baru, kemudian ada lagi ternyata ukuran beratnya berubah maka CTQ baru. Berarti nanti bisa jadi banyak opportunitiesnya Bu?
- Itu tadi yang menjadi konsen saya adalah ketika kita sudah memiliki CTQ tadi, kita bisa bilangnya misalnya jadi 10 atau menjadi opportunity-nya. Yang jadi pertanyaan saya itu adakah jumlah minimal dia bisa dianggap menjadi CTQ atau menjadi opportunity? Berapa kali defect misalnya, apakah satu saja bisa jadi opportunity? Misalnya tanggal 7 bulan 6 tahun 2023 dia hanya sekali saja, apakah itu bisa menjadi CTQ atau opportunity? Atau ada minimum berapa kali?
- Sampai sekarang pun ketika kita membuat opportunity, saya pernah membuat opportunity juga namun memang masih agak bingung juga, Apakah ada syarat kita untuk menentukan opportunity? Karena semakin banyak opportunity maka semakin bagus sigma kita. Contoh misalnya ukuran tidak sama ternyata hanya ada satu saja dia di tanggal berapa, sekali saja, apakah itu bisa Dianggap opportunity? Satu saja dalam 20 hari itu hanya sekali saja kejadiannya.
Jawaban dari Nara Sumber:
- Kalau ada jenis cacatnya saja, jadi kalau permintaan konsumennya banyak namun kalau ternyata dia tidak ada data cacatnya berarti bukan CTQ. Misalnya lolos semua di jenis CTQ yang itu, dia tidak ada yang cacat maka berarti tidak ada CTQ.
- Betul bisa jadi banyak, maka ini kita rekap tidak per bulan dan tidak per hari mengukur DPMO-nya. Misalnya kita buat perbulan, jadi di akhir bulan misalnya kita baru bisa hitung lagi nilai sigmanya, karena memang seperti peta P ini juga sebenarnya minimal 20 baru bisa menjadi peta P-nya. Jadi tidak bisa hanya 5, Mahasiswa juga kadang-kadang membuat implementasi dia hanya bisa bilang tidak ada cukup waktu, dapat hanya 5 hari, kalau begitu maka tidak harus membuat tahap implementasi kalau hanya dapat 5 hari, karena di aturan peta P itu minimal 20 hari. Jadi kita tunggu dulu waktunya dengan minimal 20 hari tadi baru kita bisa analisa.
- Yang penting ada isinya, jadi misalnya kita menambahkan CTQ baru di sini tapi misalnya ini kosong berarti itu bukan CTQ, itu sudah lolos untuk CTQ yang tadi.
- Itu tadi kalau dia masih ada sebenarnya masih bisa kita anggap oportunity-nya.
6. Pertanyaan dari Bapak Agung Nugroho
- Kebanyakan di sini dari industri manufaktur, kalau dari industri jasa kira-kira bagaimana ya penerapannya?
- Diklat kerja ini kebetulan juga ingin mengadakan survei, sekarang orang kursus online ini karena bentrok dengan waktu kerja. Bagaimana cara melakukan survei? Survei bagaimana mereka melihat perubahan trend-nya. Kalau dulu bekerja WFH, kalau sekarang WFO. Bagaimana kita bisa mengetahui bahwa peserta ini sebenarnya dia butuh sesuatu yang sekarang tidak bisa kita penuhi? Dulu bisa kita penuhi dalam kondisi pandemi, tapi sekarang sudah tidak bisa kita penuhi, kita tidak comply dengan kondisi sekarang. Apakah bisa dengan metode seperti ini Bu Rina?
- Ini kalau kita melakukan survei masing - masing ada surveinya atau bisa digabungkan? Ada batasan tidak survei itu berapa pertanyaan? Yang idealnya.
Jawaban dari Nara Sumber:
- Untuk jasa juga bisa, kita pernah juga penelitian di industri asuransi, pernah juga penelitian di Garuda, itu kita juga bisa penelitian di situ, nanti biasanya ada standar-standarnya juga untuk industri tersebut.
- Bisa seperti itu juga. Bisa dilihat di slide, misalnya ini untuk produk development, untuk sales marketing, untuk customer support, finance, accounting, human resource, ini using capabilities misalnya untuk produk development kita mau in case by delivery new product and future to customer, perform expectation-nya kita launch at least one new product per quarter. Ini ada model resikonya, ada strategic planning kemudian ada capability map-nya juga, ini kalau bisa dikembangkan di jasa itu bisa seperti ini.
- Bisa masing-masing, kalau mau digabung juga bisa tapi jadi panjang nantinya. Idealnya tidak banyak-banyak, kalau banyak-banyak mungkin kita beri reward biasanya kalau anak-anak mau diisi. Kalau misalnya pertanyaan sampai 10 halaman, sebelum nanti pada bosan misalnya diberi reward atau dikasih go-pay atau buku atau gantungan kunci, agar orang-orang mau menjawab sampai selesai. Biasanya kalau resiko kuesioner itu, kalau tidak dijawab sampai selesai artinya datanya ada missing value dan tidak bisa diolah.
Profil InstrukturDr. Ir. Rina Fitriana, S.T., M.M., IPM, ASEAN Eng.
Dosen Teknik Industri Universitas Trisakti
Deskripsi Pemateri:
Pendidikan
(2008 2013) Doctoral Degree Bogor Agriculture University, Agriculture Industrial Technology
(1999 2000) Magister Management at PPM Graduate School of Management
(1994 1998) Bachelor of Industrial Engineering , Trisakti University Jakarta
Pengalaman Kerja
(2020) Consultant Industrial Expert Staff at Kawasan Industri Aceh Ladong in PT. Sucofindo
(2020) Consultant Industrial Expert Staff at Master Plan Kawasan Industri Kawasan Ekonomi Khusus
Bukit Asam in PT. Taram and PT.Indokoei Internasional
(2019) Consultant Industrial Expert Staff at KPBU Research di PT. Taram
(2017) Head of Industrial Engineering Department Trisakti University
(2014) Secretary of Industrial Engineering Department Trisakti University
(2015 now) Trainer of Certified Business Intelligence Association (CIBIA)
(2015) Certified Business Intelligence Association (CIBIA) From PASAS
(2016) Certified Business Intelligence Proffessional (CIBIP) From PASAS
(2013) Desertation : Business Intelligence System Development for Dairy Agroindustry